Doa Qunut Imam Syafi’i: Bacaan, Hukum, dan Dalilnya

1 month ago 20

Liputan6.com, Jakarta - Doa qunut merupakan salah satu amalan sunah yang seringkali menjadi pembahasan penting dalam praktik ibadah salat. Khususnya dalam mazhab Syafi'i, praktik doa qunut Imam Syafi’i memiliki landasan dan tata cara yang spesifik.

Pemahaman mengenai doa qunut Imam Syafi’i ini penting untuk memperkaya khazanah keilmuan Islam dan memahami keragaman pandangan ulama.

Menurut Imam Syafi'i, doa qunut dalam salat Subuh adalah sunah muakkadah, yang berarti sangat dianjurkan.

Imam Syafi’i menganjurkan membaca qunut dalam salat Subuh, dan pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama ahli hadis. Hal ini menunjukkan kuatnya pijakan mazhab Syafi'i dalam menetapkan amalan ini.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Rabu (23/7/2025).

Bacaan Doa Qunut Imam Syafi’i (Arab, Latin, dan Artinya)

Doa qunut yang dianjurkan dalam mazhab Imam Syafi'i, khususnya untuk salat Subuh, memiliki lafaz yang khas dan telah dikenal luas di kalangan umat Islam. Doa ini dibaca pada rakaat kedua salat Subuh, setelah bangkit dari rukuk (i'tidal) dan sebelum sujud pertama.

اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Lafaz Latin dari doa qunut tersebut adalah: "Allahummahdini fî man hadait, wa ‘âfini fî man ‘âfait, wa tawallanî fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ a‘thait, wa qinî syarra mâ qadhait, fa innaka taqdhî wa lâ yuqdhâ ‘alaik, wa innahû lâ yazillu man wâlait, wa lâ ya‘izzu man ‘âdait, tabârakta rabbanâ wa ta‘âlait, fa lakal hamdu a’lâ mâ qadhait, wa astagfiruka wa atûbu ilaik, wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihi wa shahbihi wa sallam."

Artinya: “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kami sebagaimana mereka yang telah Engkau tunjukkan. Dan berilah kesehatan kepada kami sebagaimana mereka yang Engkau telah berikan kesehatan. Dan peliharalah kami sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan. Dan berilah keberkahan kepada kami pada apa-apa yang telah Engkau karuniakan. Dan selamatkan kami dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukan terkena hukum. Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin. Dan tidak mulia orang yang Engkau memusuhinya. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha tinggi Engkau. Maha bagi Engkau segala pujian di atas yang Engkau hukumkan. Aku memohon ampun dari Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau. (Dan semoga Allah) mencurahkan rahmat dan sejahtera untuk junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.”

Penting untuk dicatat bahwa jika salat dilakukan secara berjamaah, imam dianjurkan untuk mengubah lafal “ihdinî” (berilah aku petunjuk) menjadi “ihdinâ” (berilah kami petunjuk). Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menjelaskan bahwa dimakruhkan bagi imam untuk berdoa hanya untuk diri sendiri saat doa bersama.

Pengertian Doa Qunut dan Jenis-Jenisnya

Doa qunut secara umum adalah salah satu amalan sunah dalam salat yang dilakukan dalam posisi berdiri. Kata "qunut" sendiri memiliki makna tunduk, merendahkan diri kepada Allah, mengheningkan cipta, atau berdiri salat. Dalam perkembangannya, qunut digunakan untuk doa tertentu di dalam salat.

Terdapat tiga jenis utama doa qunut yang dikenal dalam fikih Islam.

  1. Pertama adalah qunut nazilah, yang dilakukan ketika terjadi musibah besar seperti bencana alam, wabah penyakit, atau penindasan terhadap umat Islam.
  2. Kedua adalah qunut witir, yang dibaca dalam salat Witir.
  3. Ketiga adalah qunut Subuh, yang menjadi fokus utama pembahasan doa qunut Imam Syafi’i.

Setiap jenis qunut ini memiliki waktu dan kondisi pelaksanaan yang berbeda. Ada pula perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum dan tata caranya. Namun, inti dari semua jenis qunut adalah memohon pertolongan, perlindungan, dan keberkahan dari Allah SWT.

Hukum Doa Qunut Menurut Imam Syafi’i

Dalam mazhab Syafi'i, hukum membaca doa qunut Imam Syafi’i dalam salat Subuh adalah sunah muakkadah, yang berarti sangat dianjurkan dan memiliki penekanan kuat. Imam Nawawi, salah satu ulama besar mazhab Syafi'i, menegaskan hal ini dalam kitabnya al-Adzkar.

Konsekuensi dari meninggalkan qunut Subuh menurut mazhab Syafi'i adalah tidak membatalkan salat. Namun, dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi, baik jika ditinggalkan secara sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya amalan qunut Subuh dalam pandangan mazhab ini.

Imam Syafi'i bahkan menganggap qunut Subuh sebagai salah satu kewajiban (wajibatu al-sholah) dalam salat. Jika seseorang tidak melakukannya, ia diwajibkan untuk sujud sahwi, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Umm karya Abu Abdillah Muhammad bin Idris Syafi‟i. Ini menunjukkan keyakinan kuat mazhab Syafi'i terhadap sunah ini.

Dalil-Dalil Pendukung Qunut Subuh dalam Mazhab Syafi’i

Pendapat Imam Syafi'i mengenai kesunahan qunut Subuh didasarkan pada beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang dianggap sahih oleh para ulama mazhab ini.

Salah satu hadis yang menjadi dasar adalah riwayat dari Anas bin Malik, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW membaca qunut setelah rukuk sebentar dalam salat Subuh (HR Muslim, Hadits nomor 1578).

Hadis lain yang menguatkan adalah riwayat dari Anas bin Malik juga, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam salat Fajar (Subuh) sampai beliau wafat (HR. Ahmad: III/162, HR. Ad-Daraquthni: II/39, HR. al-Baihaqi: II/201).

Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzab menegaskan bahwa hadis-hadis tersebut adalah sahih dan diriwayatkan oleh banyak penghafal hadis (huffazh) yang menilainya sahih.

Beliau menyebutkan beberapa ulama yang memastikan kesahihan hadis tersebut, termasuk Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah, dan al-Baihaqi. Hadis-hadis ini menjadi pijakan utama bagi mazhab Syafi'i dalam menetapkan hukum doa qunut Imam Syafi’i sebagai sunah muakkadah.

Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Qunut Subuh

Meskipun mazhab Syafi'i sangat menganjurkan qunut Subuh, terdapat perbedaan pendapat yang signifikan di kalangan ulama mazhab lain.

Perbedaan ini menjadi salah satu masalah furu'iyah (cabang) dalam Islam yang seringkali menjadi bahan diskusi, sebagaimana dijelaskan dalam ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin oleh Ahmad Muntazar dan Mursyid Fikri.

Mazhab Hanafi dan Hanbali, misalnya, berpendapat bahwa qunut Subuh tidak disyariatkan. Mereka mendasarkan pandangan ini pada hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak melakukan qunut Subuh secara terus-menerus atau bahkan meninggalkannya.

Salah satu hadis yang sering dikutip oleh mazhab yang tidak mensyariatkan qunut Subuh adalah riwayat dari Anas bin Malik yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca qunut dalam salat Subuh (HR Jamaah kecuali Tirmidzi).

Hadis lain dari Sa'ad bin Tariq al-Asyja'i menyebut qunut sebagai sesuatu yang "diada-adakan" (muhdats). Perbedaan pendapat ini menunjukkan kekayaan interpretasi dalam fikih Islam, di mana setiap mazhab memiliki dasar argumentasi yang kuat dari Al-Qur'an dan Hadis.

1. Qunut Nazilah

Qunut nazilah adalah jenis qunut yang dilakukan ketika umat Islam tertimpa musibah atau bencana besar, seperti wabah penyakit, kelaparan, atau penindasan. Pelaksanaannya disunahkan dalam salat fardu, tidak hanya terbatas pada salat Subuh.

Menurut pendapat yang sahih, doa qunut saat bencana dilakukan setelah bangkit dari rukuk pada rakaat terakhir dari setiap salat fardu lima waktu. Qunut ini dapat terus diamalkan sampai Allah SWT mengangkat bencana yang menimpa kaum muslimin.

Dalam pandangan Imam Syafi'i, qunut nazilah disunahkan pada setiap salat lima waktu, setelah rukuk yang terakhir, baik oleh imam maupun yang salat sendirian (munfarid). Bagi makmum, cukup mengamini doa imam. Bacaan doa untuk qunut nazilah umumnya sama dengan qunut Subuh, namun bisa ditambahkan doa-doa yang relevan dengan musibah yang terjadi.

2. Qunut Witir

Qunut witir adalah doa qunut yang dibaca dalam salat Witir, yang merupakan salat sunah penutup malam. Waktu pembacaan qunut witir ini menjadi salah satu poin perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab.

Ulama Mazhab Syafi'iyyah melaksanakan qunut witir pada akhir salat Witir setelah rukuk di pertengahan bulan Ramadan, khususnya pada separuh kedua bulan Ramadan. Sementara itu, ulama kalangan Hanafiyah melakukan qunut witir di rakaat ketiga sebelum rukuk setiap salat sunah.

Mazhab Hanabilah berpendapat qunut witir dilakukan setelah rukuk. Namun, pengikut Imam Malik menetapkan bahwa qunut witir tidak disunahkan. Perbedaan ini menunjukkan fleksibilitas dalam praktik ibadah sesuai dengan interpretasi dalil oleh masing-masing mazhab.

Metodologi Imam Syafi’i dalam Menyelesaikan Dalil yang Bertentangan tentang Qunut

Imam Syafi'i memiliki metodologi yang khas dalam menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan, termasuk dalam masalah qunut Subuh. Metodenya sangat eksplisit dan detail, terutama dalam mempromosikan argumentasi yang bertentangan. Hal ini dijelaskan dalam ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin oleh Ahmad Muntazar dan Mursyid Fikri.

Salah satu pendekatan utama Imam Syafi'i adalah al-jam'u wa taufiq (kompromi), yaitu menakwilkan kedua hadis yang bertentangan dalam kondisi yang berbeda.

Contohnya, hadis Anas bin Malik yang menetapkan qunut Subuh dan yang meniadakan qunut diselesaikan dengan menafsirkan hadis yang meniadakan qunut sebagai qunut nazilah yang ditinggalkan setelah musibah berlalu, bukan qunut Subuh secara umum.

Jika kompromi tidak memungkinkan, Imam Syafi'i menggunakan metode tarjih (menguatkan salah satu dalil). Misalnya, dalam kasus hadis Sa'ad bin Thariq (meniadakan qunut) dan hadis Awwam bin Hamzah (menetapkan qunut), Imam Syafi'i mentarjih hadis Awwam bin Hamzah karena menunjukkan penetapan dan memiliki riwayat yang lebih banyak.

Prinsip-prinsip tarjih lainnya meliputi mendahulukan hadis yang diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari dan Muslim) dan mendahulukan hadis musnad daripada mursal.

Pandangan Muhammadiyah dan NU tentang Qunut

Organisasi massa Islam di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memiliki pandangan yang berbeda mengenai praktik qunut, khususnya qunut Subuh.

Perbedaan ini mencerminkan keragaman interpretasi dalam fikih Islam, seperti dijelaskan dalam Jurnal Bima: Pusat Publikasi Ilmu Pendidikan bahasa dan Sastra oleh Natasya Ammar dan Eny Nazrah Pulungan.

Nahdlatul Ulama (NU) umumnya mengikuti mazhab Imam Syafi'i dan Imam Malik dalam masalah qunut Subuh, yang menganggapnya sebagai sunah ab'adh (sunah yang jika ditinggalkan disunahkan sujud sahwi). NU juga mempraktikkan qunut nazilah dan qunut witir, dengan kecenderungan mengikuti pendapat Imam Syafi'i untuk qunut witir di separuh kedua Ramadan.

Di sisi lain, Muhammadiyah memiliki pandangan yang berbeda. Majelis Tarjih Muhammadiyah cenderung tidak melakukan doa qunut Subuh karena menilai hadis-hadis yang mendukungnya lemah dan banyak diperselisihkan. Mereka juga berpendapat bahwa qunut witir tidak disyariatkan.

Muhammadiyah lebih menekankan pada qunut nazilah, yang boleh dilakukan selama tidak menggunakan kutukan dan permohonan pembalasan dendam terhadap perorangan, meskipun ada juga pandangan yang menganggap qunut nazilah telah mansukh (dihapus hukumnya).

Daftar Sumber

Al-Malibari, Zainuddin. Fathul Mu’in. Jakarta: Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2009.

Syafi’i, Abu Abdillah Muhammad bin Idris. Al Umm. Bairut: Dar Al Ma’rifah, 1410 H.

Ammar, Natasya, dan Eny Nazrah Pulungan. "Keragaman Bacaan Qunut Di Kalangan Ulama Salafi, Al-Jam'iyatul Washliyah, Nahdhatul Ulama, Dan Muhammadiyah." Jurnal Bima: Pusat Publikasi Ilmu Pendidikan bahasa dan Sastra, Vol. 1, No. 3 (September 2023): 233-245.

Muntazar, Ahmad, dan Mursyid Fikri. "Metodologi Imam Syafi’i Dalam Menyelesaikan Dalil-Dalil Yang Bertentangan Tentang Qunut Shalat Subuh." ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin, Vol. 1, No. 5 (April 2022): 1174-1191.

FAQ Doa Qunut

Doa qunut adalah doa yang dibaca saat salat Subuh setelah rukuk rakaat kedua, dan hukumnya sunah muakkadah menurut Imam Syafi’i.

2. Kapan waktu membaca doa qunut dalam salat Subuh?

Setelah bangkit dari rukuk (i’tidal) pada rakaat kedua, sebelum sujud pertama.

3. Apakah salat Subuh batal jika tidak membaca qunut?

Tidak batal, tetapi dianjurkan sujud sahwi jika ditinggalkan, baik sengaja maupun tidak.

4. Apa bacaan doa qunut yang dianjurkan Imam Syafi’i?

Lafaz populer dimulai dengan "Allahummahdini fî man hadait..." dan diakhiri dengan salawat kepada Nabi Muhammad SAW.

5. Apakah bacaan qunut berbeda saat berjamaah?

Ya, imam dianjurkan mengganti kata ganti tunggal “ihdinî” menjadi jamak “ihdinâ”.

6. Apa perbedaan qunut Subuh, nazilah, dan witir?

Qunut Subuh untuk salat Subuh, nazilah saat musibah, dan witir dibaca di salat Witir terutama di akhir Ramadan.

7. Apakah semua ulama sepakat tentang qunut Subuh?

Tidak. Mazhab Syafi’i menganjurkan, tapi mazhab Hanafi dan Hanbali tidak menyyariatkannya.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |