Liputan6.com, Jakarta - Dalam tarikh Islam, nama-nama paman Nabi Muhammad SAW seperti Abu Thalib, Hamzah, atau Abbas begitu populer lantaran banyak dikisahkan di mimbar dakwah atau diulas dalam artikel dan buku. Sangat jarang yang menyebut kisah bibi Rasulullah.
Padahal, di balik kekokohan Bani Hasyim, ada sosok-sosok perempuan yang tak kalah berperan penting. Salah satu di antaranya ialah Arwa binti ‘Abdul Muthalib, seorang wanita Quraisy yang disebut dalam Kitab Asadul Ghabah fi Ma'rifat al-Sahabah oleh Ibnul Atsir digambarkan cerdas, fasih, dan teguh dalam mendukung dakwah Islam di masa-masa awal.
Belakangan, Arwa menjadi pembela Nabi Muhammad SAW yang gigih dan pemberani. Dia juga dikenal sebagai daiyah atau pendakwah perempuan di kalangan perempuan. Dalam beberapa riwayat lain, Arwa adalah seorang penyair ulung.
Arwa turut menjadi korban persekusi Quraisy dan akhirnya hijrah ke Yatsrib.
Kemuliaan Nasab
Arwa lahir dari keluarga paling mulia di Makkah. Ia adalah putri ‘Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf al-Qurasyiyyah al-Hasyimiyyah, menjadikannya bibi kandung Nabi Muhammad SAW dari pihak ayah.
Ibnu Atsir menulis:
“Dia adalah Arwa binti ‘Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf al-Qurasyiyah al-Hasyimiyyah, bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Asadul Ghabah, 1/1308).
Keturunan Bani Hasyim dikenal sebagai penjaga Ka'bah dan pelindung kaum miskin, sebuah latar sosial yang membentuk karakter Arwa menjadi sosok yang berwibawa dan bijak sejak muda.
Dalam Buku Sejarah Rasulullah SAW, karya Al-Hafiz Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al-Maqdisy, Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah (2011) disebutkan pula, Arwa merupakan istri Umair bin Wahb bin Abdi Darbin Qushayy.
Dari pernikahan ini lahirlah Thulaib bin Umair, salah seorang Muhajirin senior, turut dalam Perang Badar dan gugur di Ajnadin sebagai syahid. Thulaib pula yang menjadi wasilah atau perantara Arwa masuk Islam lantaran dia menjadi salah satu sepupu sekaligus sahabat Nabi SAW yang paling awal masuk Islam.
Memeluk Islam
Al-Mustadrak 'ala al-Sahihain, Hakim al-Nishapuri menyebut Arwa bin Abdul Muthalib beriman di masa awal dakwah Islam. Riwayat yang mendukung keislaman Arwa berasal dari kisah putranya, Thulaib bin Umair, yang lebih dahulu memeluk Islam di Dar al-Arqam.
Ketika ia pulang, Thulaib berkata kepada ibunya:
“Aku telah mengikuti Muhammad. Aku berislam kepada Allah, Rabbul ‘alamin, Jalla Dzikruhu.” Arwa, yang terkenal lugas, menjawab dengan nada yakin:
“Yang paling berhak untuk kau temani dan kau tolong adalah anak pamanmu itu. Demi Allah, seandainya kami kaum wanita bisa melakukan apa yang dilakukan laki-laki, kami pun akan mengikutinya dan membelanya.”
Ketika Thulaib mendorongnya untuk memeluk Islam, Arwa menimpali:
“Aku menunggu apa yang akan dilakukan oleh saudari-saudariku. Lalu aku akan mengikuti mereka.” Namun akhirnya, atas ajakan lembut anaknya, ia bersaksi:
“Sungguh aku bersaksi tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” (Al-Mustadrak, 3/266).
Kisah ini menjadi teladan betapa dakwah yang lembut dan berilmu dapat mengetuk hati orang tua. Dari sini kita memetik pelajaran pentingnya mendakwahi orang tua dengan kelembutan dan pemahaman agama yang baik.
Berani dan Cerdas, Pembela Nabi SAW
Salah satu peristiwa paling mengesankan adalah ketika Arwa dengan tegas membela Nabi SAW di hadapan Abu Lahab, saudara lelakinya.
Suatu hari, Abu Jahal dan beberapa tokoh Quraisy mengganggu Rasulullah SAW. Mendengar hal itu, Thulaib bin Umair segera memukul Abu Jahal hingga terluka. Abu Lahab, paman Nabi sekaligus paman Thulaib, datang melerai dan berkata kepada Arwa:
“Coba lihat anakmu, Thulaib! Ia korbankan dirinya membela Muhammad!” Namun Arwa menjawab dengan penuh keyakinan:
“Hari terbaiknya adalah hari di mana ia membela putra pamannya sendiri. Apalagi dia membawa kebenaran dari sisi Allah.”Orang-orang pun menuduhnya mengikuti agama Muhammad. Ia menjawab tanpa ragu:
“Iya, aku mengikutinya.” Abu Lahab yang marah berkata:
“Aku heran dengan keputusanmu meninggalkan agama ayah kita, ‘Abdul Muthalib!” Arwa menatapnya dengan tajam lalu berkata:
“Itulah realitanya. Ayo berdiri dan bela putra saudaramu ini. Jika dakwahnya diterima banyak orang, engkau turut dalam kebaikan bersama dengannya. Jika kau membelanya, kau telah berbuat sesuatu terhadap putra saudaramu.” Jawaban itu membuat Abu Lahab terdiam. Ia hanya berucap lirih:
“Apakah kita mampu melawan seluruh orang Arab? Muhammad membawa ajaran baru.” Kemudian ia pergi.
Kisah ini menunjukkan bahwa Arwa bukan hanya seorang mukminah, tetapi seorang pembela dakwah Rasulullah SAW yang lantang bahkan di hadapan keluarga sendiri yang menjadi musuh Islam.
Hijrah dan Akhir Hayat
Arwa dikenal sebagai wanita jujur, amanah, dan berwawasan luas. Ia bukan hanya seorang ibu yang salehah, tetapi juga da’iyah wanita yang memiliki kemampuan berdialog dengan logika tajam dan keberanian luar biasa.
Di masa jahiliyah, ia sudah dikenal sebagai wanita utama Quraisy. Ketika Islam datang, Arwa termasuk di antara mereka yang lebih cepat memahami kemuliaan ajaran tauhid. Sikapnya yang tenang saat berdiskusi dengan Thulaib mencerminkan kecerdasannya dalam berpikir kritis dan hatinya yang lembut dalam menerima kebenaran.
Setelah memeluk Islam, ia mempererat hubungannya dengan saudarinya, Shafiyyah binti ‘Abdul Muthalib, yang juga beriman dan berhijrah ke Madinah. Kalimatnya yang terkenal,
“Aku menunggu apa yang akan dilakukan oleh saudari-saudariku,” menjadi bukti betapa kuat rasa persaudaraan di antara para perempuan Bani Hasyim dalam urusan iman.
Arwa juga dikenal sebagai penyair ulung. Beberapa syairnya berisi dukungan terhadap keponakannya dan ajaran Islam. Dalam budaya Arab, syair memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk opini publik.
Oleh karena itu, puisi-puisi Arwa yang membela Rasulullah SAW menjadi salah satu cara yang efektif dalam menyebarkan pesan Islam.
Setelah masa-masa sulit di Makkah, Arwa turut berhijrah ke Madinah SAW. Di sana, ia melanjutkan hidupnya dengan penuh keteguhan hingga wafat pada tahun 15 Hijriah, di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab RA.
Wafatnya Arwa menjadi akhir dari perjalanan seorang wanita Quraisy yang beriman dengan ilmu, berani dengan logika, dan berjuang dengan ketulusan.
Hikmah dan Pelajaran
Dari kisah Arwa binti ‘Abdul Muthalib, terdapat beberapa pelajaran berharga yang dapat dipetik:
1. Kekuatan dakwah keluarga
Anak bisa menjadi wasilah hidayah bagi orang tua, sebagaimana Thulaib bagi Arwa.
2. Kecerdasan dalam iman
Arwa memeluk Islam setelah berpikir dan berdialog, menunjukkan pentingnya pemahaman, bukan sekadar ikut-ikutan.
3. Keteguhan di tengah tekanan
Ia tetap teguh meski ditentang oleh Abu Lahab dan kaum Quraisy.
4. Peran perempuan dalam dakwah
Arwa adalah bukti bahwa perempuan sejak masa awal Islam turut berperan aktif dalam membela risalah.
5. Pionir Daiyah
Arwa binti ‘Abdul Muthalib bukan hanya “bibi Nabi,” tetapi pionir dakwah dari kalangan wanita Quraisy. Ia menjadi simbol keberanian perempuan yang tidak takut melawan arus jahiliyah.
Dari bibirnya terucap syahadat yang lahir dari hati penuh keyakinan, dan dari tindakannya terpancar semangat kebenaran yang tak tergoyahkan.
People also Ask:
1. Siapa itu Arwa binti Abdul Muthalib?
Arwa Binti Abdul Muthalib tidak hanya ikut serta dalam dakwah, tetapi juga dikenal sebagai pelindung Rasulullah SAW di masa-masa sulit. Arwa adalah sosok wanita pemberani yang tak gentar menghadapi tantangan dakwah.
2. Siapakah Arwa bagi Nabi Muhammad?
Arwā binti ʿAbd al-Muṭṭalib (Arab: أروى بنت عبد المطلب) adalah seorang bibi Muhammad.
3. Abdul Muthalib binti siapa?
Abdul Muthalib lahir dengan nama asli Syaibah bin Hasyim. Nama "Syaibah" berarti "berambut putih," yang diambil dari garis putih yang terdapat di rambutnya sejak kecil. Ia lahir pada tahun 497 M di Yatsrib (sekarang Madinah), anak dari Hasyim bin Abdu Manaf dan Salmah binti Amr.
4. Siapakah Arwa?
Arwa binti Abdul Muttalib bin Hasyim Al-Hasyimiyyah Al-Quraisyiyyah, (wafat:15 H) adalah bibi Nabi Islam Muhammad, bibi Ali bin Abi Thalib, dan merupakan seorang penyair.

9 hours ago
4
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/904568/original/070887100_1434622909-imagepemimpinresized.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5381630/original/058311500_1760512958-Dua_orang_muslim_berdoa.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365522/original/031085600_1759199598-Wanita_berdoa_menengadahkan_kedua_tangan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2223459/original/090937300_1526989466-iStock-483807056.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4975686/original/001020200_1729565914-nama-sahabat-nabi.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3349760/original/068310500_1610683254-muslim-woman-pray-with-beads-read-quran_73740-667__4_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2816698/original/011383300_1558943066-shutterstock_1104214622.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5380435/original/008084100_1760424585-Pria_berdoa_setelah_sholat__Pexels_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/813545/original/080167000_1424263004-neraka.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4683631/original/073976400_1702380433-ilustrasi_melihat_nabi_dalam_mimpi.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4606522/original/076122700_1696998857-IMG-20231011-WA0002.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3110450/original/059507500_1587634731-Praying_Hands_With_Faith_In_Religion_And_Belief_In_God__Power_Of_Hope_And_Devotion___1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5348709/original/090969100_1757859256-bioskop.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4889994/original/071009200_1720767600-pexels-zeynep-sude-emek-193601188-20785719.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4510253/original/039550900_1689953461-th__3_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1332594/original/081091200_1472559847-header.jpg)





























