Makna Wallahu A'lam Bishawab, Ungkapan Kerendahan Hati dalam Islam

2 months ago 21

Liputan6.com, Jakarta Dalam menyampaikan ilmu agama, adakalanya muncul berbagai pendapat yang berbeda. Karena itu, penting untuk mengakhiri penjelasan dengan kalimat wallahu a'lam bishawab, sebagai bentuk ketawadhuan dan pengakuan bahwa hanya Allah yang Mahatahu.

Ungkapan wallahu a'lam bishawab juga mencerminkan sikap hati-hati dalam berbicara soal agama. Meskipun sudah berusaha memahami dengan dalil dan ijtihad, kebenaran tetap berada dalam genggaman Allah SWT.

Dengan menambahkan kalimat wallahu a'lam bishawab, kita diingatkan untuk tidak merasa paling benar. Ini juga mengajarkan bahwa ilmu harus disampaikan dengan rendah hati dan penuh adab.

Berikut Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber tentang arti wallahu a'lam bishawab, Selasa (15/7/2025).

Arti Wallahu A'lam Bishawab

Ungkapan "wallahu a'lam bishawab" (والله أعلم بالصواب) adalah frasa dalam bahasa Arab yang sangat akrab dalam tradisi keilmuan Islam. Kalimat ini tidak hanya menunjukkan kekhusyukan, tetapi juga menjadi bentuk nyata dari kerendahan hati dan etika dalam menyampaikan pendapat. Penggunaannya mencerminkan kesadaran seorang Muslim akan keterbatasan akal manusia di hadapan keluasan ilmu Allah SWT.

Secara harfiah, wallahu a’lam bishawab berarti "Dan Allah lebih mengetahui mana yang benar" atau "Hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang sesungguhnya."

Ungkapan ini bukan sekadar pelengkap atau penutup ucapan, melainkan bentuk pengakuan bahwa setiap pendapat yang diutarakan—meskipun disertai dengan dalil dan usaha berpikir keras—masih berpotensi salah. Maka, frasa ini menjadi pengingat bahwa kebenaran sejati hanya berada dalam genggaman Allah.

Menurut Yusuf al-Qardhawi sebagaimana dikutip dalam kajian yang dipublikasikan di Fikroh Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 11 - Nomor 1 - (2018), Al-Qur’an menjelaskan arti kebenaran dalam dua hal, pertama menjelaskan makna kebenaran berarti sesuatu yang real dan jelas artinya pembenaran terhadap realitas, makna yang kedua melalui penjelasan tentang lawan kata "benar" yaitu kata "bathil" atau "dhalal" (kesesatan), Allah SWT berfirman Surah Yunus (10) Ayat 32:

فَذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ ٱلْحَقُّ ۖ فَمَاذَا بَعْدَ ٱلْحَقِّ إِلَّا ٱلضَّلَٰلُ ۖ فَأَنَّىٰ تُصْرَفُونَ

Artinya: Maka (itulah) Allah, Tuhan kamu yang sebenar-benarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?

Dalam praktiknya, kalimat ini sering digunakan oleh para ulama, guru, penulis, dan penceramah setelah menjelaskan suatu hukum, penafsiran, atau pandangan. Tujuannya adalah untuk menjaga adab, sekaligus menegaskan bahwa apa yang disampaikan bukanlah kebenaran mutlak, melainkan hasil ijtihad yang tetap terbuka terhadap koreksi dan masukan. 

Makna dan Implikasi Mendalam 'Wallahu A'lam Bishawab'

Ungkapan "wallahu a’lam bishawab" bukan sekadar rangkaian kata penutup dalam percakapan atau tulisan keislaman. Ia adalah cerminan dari nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam, terutama terkait dengan akhlak seorang penuntut ilmu dan penyampai kebenaran.

Mengucapkannya berarti menghadirkan kesadaran bahwa manusia adalah makhluk terbatas yang tak luput dari kesalahan, sementara hanya Allah SWT yang Mahatahu atas segala hal.

Pertama, frasa ini mencerminkan tawadhu’ (kerendahan hati) seorang Muslim. Dengan mengatakan wallahu a’lam bishawab, seseorang menyatakan bahwa pendapat yang ia sampaikan adalah hasil ijtihad atau pemahaman yang bisa saja tidak sempurna. Ini menunjukkan sikap rendah hati dalam berilmu, tidak merasa paling tahu, dan tetap membuka ruang untuk koreksi dan masukan dari orang lain.

Mengutip buku berjudul Ilmu Tasawuf Penguatan Mental-Spiritual dan Akhlaq (2020) oleh Dr. H. Imam Kanafi, M.Ag., tawadhu merupakan sifat mulia, di mana digambarkan betapa indahnya seorang manusia yang bersikap tawadhu kepada orang lain. Dia tidak ubahnya seperti cahaya yang dikelilingi kupu-kupu yang bertebangan di sekelilingnya.

Kedua, ungkapan ini menunjukkan keyakinan penuh kepada Allah sebagai sumber kebenaran mutlak. Dalam Islam, segala bentuk pengetahuan hakiki dan kebenaran sejati bersumber dari-Nya. Sementara manusia hanya mampu menjangkau sebagian kecil dari hikmah dan ilmu-Nya. Oleh karena itu, kalimat ini menjadi wujud tawakal dalam urusan ilmu, sekaligus penegasan bahwa kebenaran final tidak berada di tangan manusia.

Mengutip buku berjudul Dahsyatnya Sabar, Syukur, Ikhlas, dan Tawakal oleh Abdul Syukur al-Azizi, secara harfiah tawakal berasal dari kata wakala yang artinya menyerahkan, mempercayakan atau mewakilkan kepada orang lain. Tawakal adalah menyerahkan segala perkara dan usaha kepada Allah SWT.

Ketiga, wallahu a’lam bishawab juga menjadi penyeimbang dalam diskusi atau perbedaan pendapat. Dengan mengucapkannya, seseorang menghindari sikap merasa paling benar sendiri, sekaligus menjaga adab dialog agar tetap berlandaskan saling menghargai. Dalam konteks komunikasi sehari-hari, ungkapan ini dapat berfungsi sebagai bentuk kesopanan, menunjukkan bahwa opini yang kita utarakan tidak dimaksudkan untuk memaksakan kebenaran.

Kapan dan Bagaimana Ungkapan Ini Digunakan?

Ungkapan "wallahu a’lam bishawab" memiliki penggunaan yang khas namun juga luas dalam praktik keislaman dan kehidupan sehari-hari umat Muslim. Frasa ini tidak hanya menjadi penutup yang sopan, tetapi juga mencerminkan kedalaman adab serta sikap ilmiah dalam menyampaikan kebenaran.

Berikut adalah beberapa konteks penggunaannya:

1. Setelah Menyampaikan Pendapat atau Ijtihad Ilmiah

Biasanya frasa ini diucapkan setelah seseorang memberikan pandangan terkait masalah agama, hukum Islam, tafsir ayat, atau fatwa. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa pendapat yang disampaikan berasal dari hasil usaha manusia, dan hanya Allah SWT yang benar-benar mengetahui kebenaran yang mutlak.

Menurut Abdullahi Ahmed an-Na’im sebagaimana dikutip dalam kajian yang dipublikasikan di Jurnal An-Nûr, Vol. IV, No. 2, Agustus 2012, kata ijtihad berasal dari kata berbahasa Arab " جهد " yang berarti "pencurahan segala kemampuan untuk memperoleh sesuatu dari berbagai urusan". Ringkasnya, ijtihad berarti "sungguh-sungguh" atau "bekerja keras dan gigih untuk mendapatkan sesuatu".

2. Ketika Tidak Yakin atas Jawaban atau Informasi

Jika seseorang mendapatkan pertanyaan yang jawabannya tidak ia ketahui secara pasti, mengakhiri penjelasan dengan wallahu a’lam bishawab adalah bentuk kejujuran ilmiah. Ini lebih baik daripada menjawab dengan spekulasi atau dugaan yang berpotensi salah. Sikap ini mencerminkan integritas serta ketundukan terhadap ilmu Allah yang tidak terbatas.

3. Dalam Ceramah, Tulisan, dan Diskusi Keagamaan

Ungkapan ini umum dijumpai dalam ceramah ustaz, artikel keislaman, dan diskusi-diskusi yang membahas topik agama. Biasanya digunakan untuk menjaga adab dialog, memperhalus perbedaan pendapat, serta menunjukkan bahwa kebenaran bukan untuk dipaksakan, melainkan untuk dicari bersama dalam kerendahan hati.

4. Sebagai Bentuk Tawadhu’ dan Kesopanan dalam Percakapan Sehari-Hari

Di Indonesia, frasa ini juga sering muncul dalam percakapan santai saat membahas isu keagamaan. Meskipun konteksnya tidak formal, penggunaannya tetap mencerminkan sikap rendah hati, serta kebiasaan baik dalam menjaga tutur kata dalam beragama.

5. Sebagai Pengingat Akan Keterbatasan Ilmu Manusia

Lebih dari sekadar penutup kalimat, wallahu a’lam bishawab berfungsi sebagai pengingat bahwa manusia tidak pernah bisa mengetahui seluruh kebenaran. Kalimat ini mengajarkan kehati-hatian dalam berbicara dan mendorong kita untuk terus belajar tanpa merasa paling benar.

Q & A Seputar Topik

Apa arti dari “Wallahu A’lam Bishawab”?

Wallahu A’lam Bishawab (والله أعلم بالصواب) berarti “Dan Allah lebih mengetahui mana yang benar” atau “Hanya Allah yang paling tahu kebenaran yang sebenarnya.” Ungkapan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam ilmu dan hanya Allah yang Mahatahu atas segala urusan.

Kapan biasanya frasa ini digunakan?

Ungkapan ini lazim digunakan setelah seseorang menyampaikan pendapat keagamaan, penjelasan, atau tafsir, baik dalam diskusi, ceramah, maupun tulisan. Tujuannya adalah untuk menyatakan bahwa apa yang disampaikan bisa saja keliru dan bahwa kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT.

Apa makna spiritual dari ucapan ini?

Frasa ini mencerminkan kerendahan hati (tawadhu’) dan sikap ilmiah dalam Islam. Seseorang yang mengucapkannya mengakui keterbatasannya, tidak merasa paling benar, dan menyerahkan urusan kebenaran kepada Allah. Ini menunjukkan kejujuran intelektual dan adab dalam menyampaikan ilmu.

Apakah ungkapan ini hanya dipakai oleh ulama?

Tidak. Siapa saja boleh dan dianjurkan menggunakannya, baik santri, guru, pelajar, penulis, maupun orang awam, terutama saat menjawab pertanyaan agama atau menyampaikan sesuatu yang belum pasti kebenarannya. Ini adalah cara sopan untuk menyampaikan bahwa kita tidak mengklaim kebenaran secara mutlak.

Apa hikmah membiasakan diri mengucapkan “Wallahu A’lam Bishawab”?

Dengan membiasakan diri mengucapkan frasa ini, seseorang dilatih untuk bersikap rendah hati, berhati-hati dalam berbicara, serta lebih menghargai perbedaan pendapat. Ini juga membantu menjaga kesantunan dalam berdiskusi dan menghindarkan dari sikap sombong dalam menyampaikan ilmu.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |