Liputan6.com, Jakarta Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu peringatan penting dalam kalender Islam yang dirayakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Momen ini menjadi ajang refleksi bagi umat Islam untuk mengenang kelahiran Rasulullah, meneladani akhlaknya, dan memperkuat keimanan melalui berbagai kegiatan keagamaan seperti pengajian, doa bersama, hingga berbagi makanan.
Pada tahun 2025, penetapan tanggal Maulid Nabi menghadirkan variasi antara pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. Perbedaan tersebut muncul dari metode hisab dan rukyat yang digunakan masing-masing lembaga. Untuk itu, penting bagi umat Islam mengetahui kapan tanggal pasti Maulid Nabi 2025 dirayakan menurut masing-masing otoritas, sekaligus memahami esensi dan sikap para ulama terhadap perayaan ini.
Penetapan Tanggal Maulid Nabi 2025
Menurut SKB Tiga Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2025, pemerintah menetapkan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW jatuh pada hari Jumat, 5 September 2025. Tanggal ini sekaligus menjadi hari libur nasional yang dimanfaatkan masyarakat untuk beribadah, mengikuti pengajian, hingga menikmati waktu berkumpul bersama keluarga.
NU melalui Lembaga Falakiyah PBNU juga menetapkan 12 Rabiul Awal 1447 H jatuh pada tanggal yang sama, yaitu 5 September 2025, berdasarkan pengamatan hilal dan metode rukyat hisab mereka. NU menyatakan bahwa penetapan ini telah melalui kajian astronomis yang sahih dan diputuskan secara resmi melalui surat keputusan internal.
Berbeda dengan pemerintah dan NU, Muhammadiyah menggunakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang menetapkan 1 Rabiul Awal pada 24 Agustus 2025. Maka, Maulid Nabi versi Muhammadiyah diperingati pada hari Kamis, 4 September 2025, sehari lebih awal. Perbedaan ini sah dan tidak mengganggu keabsahan ibadah karena masing-masing memiliki dasar metode penanggalan yang berbeda.
Keutamaan dan Makna Spiritual di Balik Maulid Nabi
Perayaan Maulid Nabi memiliki sejumlah keutamaan spiritual, di antaranya sebagai bentuk kecintaan dan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini diyakini oleh sebagian kalangan mampu memperkuat keteladanan terhadap akhlak beliau dan menjadi jalan untuk menghidupkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa ulama menyebutkan bahwa menghadiri atau mendanai kegiatan Maulid dapat mendatangkan pahala besar. Dalam beberapa riwayat, membelanjakan satu dirham untuk Maulid diyakini berpahala seperti ikut perang Badar atau Hunain. Ada pula yang meyakini bahwa seseorang yang membantu terselenggaranya Maulid bisa masuk surga tanpa hisab.
Namun, lebih dari sekadar seremoni, Maulid adalah ajang mempererat hubungan sosial di tengah masyarakat. Kegiatan ini sering diselingi dengan sedekah, pembacaan sejarah Nabi (sirah nabawiyah), dan penggalangan kebersamaan, menjadikannya sarana syiar Islam yang damai dan menyentuh.
Tradisi Perayaan Maulid Nabi di Nusantara
Di berbagai daerah di Indonesia, Maulid Nabi dirayakan dengan tradisi lokal yang khas dan meriah. Di Solo, misalnya, masyarakat menggelar "Grebeg Maulud" yang mengusung gunungan makanan sebagai simbol kemakmuran dan syukur. Sementara di Banyuwangi dikenal tradisi "Endog-endogan", sedangkan di Kendal terdapat tradisi "Weh-wehan".
Tradisi ini bukan hanya sekadar budaya, tetapi sarat nilai dakwah. Lewat pendekatan lokal, peringatan Maulid menjadi lebih akrab di tengah masyarakat. Pesan-pesan kebaikan yang disampaikan dalam pengajian dan doa bersama lebih mudah diterima masyarakat awam melalui pendekatan budaya.
Meskipun sebagian kalangan mengkritisi tradisi tersebut sebagai tidak ada dasarnya dalam sunnah Nabi, masyarakat tetap memaknainya sebagai wujud syukur. Selama tidak mengandung kemaksiatan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, tradisi ini tetap memiliki nilai positif dalam syiar dan penguatan ukhuwah.
Pandangan Ulama tentang Perayaan Maulid Nabi
Perdebatan mengenai hukum perayaan Maulid Nabi telah lama menjadi diskursus di kalangan ulama. Sebagian besar ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang berhaluan salaf seperti Ibnu Taimiyah dan Imam Syafi’i menyebut perayaan Maulid sebagai bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah maupun para sahabat.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, misalnya, menilai bahwa Maulid Nabi tidak memiliki dasar syar’i yang sah karena Rasulullah tidak pernah mencontohkannya. Jika memang itu bagian dari agama, tentu beliau akan menyampaikan kepada umatnya. Oleh karena itu, sebagian ulama menyebutnya sebagai amalan yang ditolak walau diniatkan untuk kebaikan.
Kemudian menurut Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqi dalam kitab Majmu' Fatawa,
“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ’Idul Abror-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.”
Namun, sebagian ulama lainnya memberikan pandangan moderat. Selama peringatan Maulid tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan syariat, seperti ikhtilat (campur baur), musik berlebihan, atau kultus berlebihan kepada Nabi, maka hal itu dapat dianggap sebagai bentuk ekspresi cinta dan dakwah Islam yang diperbolehkan.
People Also Ask
Q: Tanggal berapa Maulid Nabi 2025 menurut pemerintah?
A: Pemerintah menetapkan Maulid Nabi Muhammad SAW 2025 jatuh pada Jumat, 5 September 2025.
Q: Muhammadiyah merayakan Maulid Nabi 2025 kapan?
A: Muhammadiyah menetapkan Maulid Nabi pada Kamis, 4 September 2025, sehari lebih awal dari pemerintah.
Q: Apakah Maulid Nabi 2025 termasuk hari libur nasional?
A: Ya, berdasarkan SKB Tiga Menteri, Maulid Nabi adalah hari libur nasional dan termasuk dalam long weekend 5-7 September 2025.
Q: Apakah merayakan Maulid Nabi itu bid’ah?
A: Tergantung pandangan. Ulama salaf menyebutnya bid’ah karena tidak ada contoh dari Nabi. Namun, banyak ulama kontemporer yang memperbolehkan selama isinya bermanfaat dan tidak melanggar syariat.
Q: Bagaimana sebaiknya umat Islam menyikapi perbedaan tanggal Maulid?
A: Umat Islam sebaiknya mengikuti otoritas yang dianut masing-masing (misalnya NU atau Muhammadiyah) dan tetap menjaga ukhuwah serta toleransi dalam perbedaan ijtihad.