Cerita Kapal Nabi Nuh Terbuat dari Kayu Jati Indonesia, Benarkah?

1 month ago 17

Liputan6.com, Jakarta - Banjir besar dan kapal Nabi Nuh AS menjadi salah satu kisah yang paling populer di kalangan umat Islam. Bahkan, hingga ribuan tahun kemudian, muncul berbagai spekulasi mengenai di mana bahtera raksasa ini berlabuh hingga jenis kayu bahan pembuat kapal.

Salah satu hipotesa yang terkenal bahwa kapal Nabi Nuh terdampar di Gunung Ararat, Turki. Gunung Ararat diyakini adalah Gunung Judi, sebagimana yang disebutkan Al-Qur'an Surah Hud ayat 44:

وَقِيْلَ يٰٓاَرْضُ ابْلَعِيْ مَاۤءَكِ وَيَا سَمَاۤءُ اَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاۤءُ وَقُضِيَ الْاَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ وَقِيْلَ بُعْدًا لِّلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ

Latin: Wa qîla yâ ardlubla‘î mâ'aki wa yâ samâ'u aqli‘î wa ghîdlal-mâ'u wa qudliyal-amru wastawat ‘alal-jûdiyyi wa qîla bu‘dal lil-qaumidh-dhâlimîn

Artinya: Dan difirmankan, “Wahai bumi! Telanlah airmu dan wahai langit (hujan!) berhentilah.” Dan air pun disurutkan, dan perintah pun diselesaikan dan kapal itupun berlabuh di atas gunung Judi, dan dikatakan, ”Binasalah orang-orang zalim.”

Alkisah, Allah mengilhami Nuh untuk membangun sebuah kapal, yang harus ia selesaikan meskipun sangat sulit. Saat membangun kapal, Nabi Nuh diejek dan dianggap gila oleh kaumnya.

"Setelah kapal selesai, Nabi Nuh mengajak keluarganya dan orang-orang yang beriman kepada Allah SWT untuk naik ke kapal. Kemudian, tanah di daerah tersebut basah kuyup oleh hujan, dan banjir menghancurkan semua yang ada di darat," demikian dikutip dari an.nur.ac.id, Selasa (5/8/2025).

Spekulasi lain yang menuai perdebatan adalah tentang bahan kayu pembuat kapal Nabi Nuh AS. Ada klaim bahwa kayu kapal Nabi Nuh adalah kayu Jati asal Indonesia. Namun, apakah klaim hal ini didukung bukti ilmiah yang valid?

Kayu Pembuat Kapal Nabi Nuh asal Indonesia?

Dalam ulasan yang diunggah di situs uniad.ac.id Rahman Asmardika menjelaskan, lembaga Noah’s Ark Ministries International (NAMI), menyebutkan bahwa fosil padat ditemukan di Gunung Ararat diduga menjadi tempat berlabuhnya bahtera pasca-banjir besar, ternyata berasal dari jati kuno berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Berdasarkan pernyataan tersebut, hasil pengujian laboratorium terhadap ratusan sampel bersahaja kuno daripada berbagai negara menunjukkan adanya kecocokan genetik dan struktur padat jati bersama fosil yang mana ditemukan di Ararat. 

"Dari sini, muncul asumsi bahwa bahtera Nabi Nuh barangkali saja dibangun berasal dari sejuk yang mana tumbuh di Jawa di zaman kuno, atau bahkan Nabi Nuh dan para pengikutnya pernah bermukim di wilayah Nusantara," demikian dikutip dari tulisannya.

Meski begitu klaim ini masih menjadi perdebatan. Sejumlah pakar arkeologi dan botani menyampaikan bahwa tidak terdapat dokumentasi arkeologi yang mengaitkan temuan situs Ararat dengan Indonesia. Selain itu, pengujian laboratorium terhadap fosil tersebut belum pernah dipublikasikan ke dalam jurnal ilmiah bereputasi.

"Kayu jati ataupun padat meranti memang selesai sekian lama dikenal, tetapi mengklaim bahwa bersahaja tersebut hanya tumbuh di Pulau Jawa adalah asumsi yang mana spekulatif," ujarnya.

Menurut dia, hingga saat ini, belum ada publikasi peer-review yang tersebut membuktikan bahwa alam kapal Nabi Nuh berasal asal-usul Indonesia. Sejumlah pakar juga berpendapat bahwa klaim tersebut menggebu dibesar-besarkan.

Selain itu, studi terkait tidak didukung oleh verifikasi independen maupun tinjauan sejawat. Oleh karena itu, selama tidak ada bukti ilmiah apa jelas, klaim tersebut tetap bersifat spekulatif dan tidak dapat dinyatakan diyakini secara ilmiah.

Fakta Kapal Nabi Nuh AS Sesuai Al-Qur'an Surah Hud ayat 40

Fakta mengenai kapal Nabi Nuh yang terbantahkan adalah bahwa kapal tersebut adalah kapal konservasi sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an Surah Hud ayat 40,

حَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءَ اَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّوْرُۙ قُلْنَا احْمِلْ فِيْهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَاَهْلَكَ اِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ اٰمَنَ ۗوَمَآ اٰمَنَ مَعَهٗٓ اِلَّا قَلِيْلٌ

Latin: Hattâ idzâ jâ'a amrunâ wa fârat-tannûru qulnaḫmil fîhâ ming kullin zaujainitsnaini wa ahlaka illâ man sabaqa ‘alaihil-qaulu wa man âman, wa mâ âmana ma‘ahû illâ qalîl

Artinya: Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur (dapur) telah memancarkan air, Kami berfirman, “Muatkanlah ke dalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina), dan (juga) keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu dan (muatkan pula) orang yang beriman.” Ternyata orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.

Soal ini, Akademisi Universitas Nasional Dr Fachruddin Majeri Mangunjaya mengilustrasikan bahtera Nabi Nuh As sebagai kapal konservasi alam di dunia. Kapal itu memuat hewan-hewan yang saling berpasangan dan orang-orang yang beriman.

Menurut Fachruddin, Surat Hud ini sarat dengan pesan-pesan konservasi dan mengajarkan betapa pentingnya menjaga kelangsungan hidup. “Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk memuat satwa yang saling berpasangan (jantan dan betina) serta orang-orang beriman yang jumlahnya sedikit,” terangnya, dikutip dari ppi.unas.ac.id

Dari terminologi agama, Fachruddin juga membeberkan daftar ordo dan spesies di Indonesia yang secara etika dilarang atau haram untuk dikonsumsi menurut yurisprudensi Islam (fiqh). Dari empat ordo, yakni primata, karnivora, reftil, dan amphibi, jumlah total spesies di Indonesia mencapai 627, dan secara global sebanyak 18.390 spesies.

“Semua spesies seperti orangutan, bekantan, kera, daun perak, siamang masih melimpah di hutan Indonesia khususnya di wilayah muslim, tidak diburu untuk dikonsumsi karena hukumnya haram,” urai Fachruddin.

Semua kucing liar terancam punah dan jika berada di wilayah muslim, mereka tidak akan diburu untuk dikonsumsi. “Namun, hal ini mungkin berlaku untuk 268 ordo spesies karnivora global,” terangnya.

Kisah Nabi Nuh AS

Melansir an-nur.ac.id, Nabi Nuh adalah Nuh bin Lamik bin Mitoshilkh bin Henokh Yard bin Mahlabil bin Qinan bin Anoush bin Syith bin Adam, bapak umat manusia (alaihis-salam). Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa periode antara kelahiran Nuh dan kematian Nabi Adam adalah 146 tahun. Nuh dilahirkan 126 tahun setelah kematian Nabi Adam.

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Periode antara Adam dan Nuh adalah sepuluh abad.” [Sahih Al-Bukhari]. Nuh lahir 1056 tahun setelah penciptaan Adam (atau setelah Adam meninggalkan surga).

Selama beberapa generasi umat Nabi Nuh telah menyembah patung yang mereka sebut berhala. Umatnya percaya bahwa para dewa ini akan membawa kebaikan, melindungi mereka dari kejahatan, dan memenuhi semua kebutuhan mereka. Mereka memberi nama sembahan mereka seperti Waddan, Suwa’an, Yaghuthah, Ya’augah, dan Nasran, yang mewakili berbagai kekuatan dan sifat.

Awalnya, nama-nama tersebut adalah nama-nama orang baik yang pernah tinggal di antara mereka. Setelah kematian mereka, dibuatlah patung-patung untuk menjaga ingatan mereka tetap hidup. Namun, seiring waktu, orang-orang mulai menyembah patung-patung ini. Generasi berikutnya tidak tahu mengapa patung-patung tersebut ada, mereka hanya mengikuti tradisi penyembahan yang diwariskan oleh orang tua mereka. Generasi ini tidak memiliki pemahaman tentang Allah SWT dan konsekuensi dari perbuatan mereka menyembah selain Allah.

Kaum-kaum ini menjadi kejam dan tidak bermoral. Nabi Nuh diutus oleh Allah untuk menyadarkan mereka. Periode waktu yang tepat ketika Nabi Nuh hidup tidak diketahui, tetapi menurut sumber sejarah, Nuh berumur 950 tahun. Dipercayai bahwa Nabi Nuh dan kaumnya tinggal di bagian utara Mesopotamia kuno, daerah kering dan gersang, beberapa ratus kilometer dari laut. Al-Qur’an menyebutkan bahwa bahtera Nuh mendarat di “Gunung” yang diyakini oleh banyak orang Muslim sebagai Turki masa kini. Nabi Nuh sudah menikah dan memiliki empat putra.

Nabi Nuh tetap Membangun Kapal walau Diejek

Menurut tradisi, kisah Nabi Nuh dimulai dengan hidup di antara orang-orang yang menyembah berhala batu dalam masyarakat yang jahat dan korup. Nuh dipanggil sebagai Nabi untuk umatnya dan diutus oleh Allah untuk menyampaikan pesan-Nya agar kaumnya yang penyembah berhala itu percaya hanya pada satu Tuhan, yaitu Allah SWT. Nabi Nuh berharap kaumnya mau mengikuti pesan Allah dan meninggalkan penyembahan berhala mereka.

Nabi Nuh berdakwah dengan sabar dan penuh pengertian selama bertahun-tahun. Namun, seperti banyak nabi lainnya, ia menghadapi penolakan dan ejekan dari kaumnya, yang menganggapnya sebagai pembohong dan gila. Dalam Al-Qur’an, dijelaskan bahwa orang-orang menutup telinga mereka dan menutupi diri mereka dengan pakaian untuk menghindari mendengar dan melihat ajaran Nabi Nuh.

Namun, keinginan yang kuat untuk menyelamatkan kaumnya dan memenuhi tanggung jawabnya sebagai utusan Allah membuat Nabi Nuh tetap bertahan. Allah memberitahukan bahwa orang-orang telah melampaui batas dan akan dihukum sebagai contoh bagi generasi mendatang. Allah mengilhami Nuh untuk membangun sebuah kapal, yang harus ia selesaikan meskipun sangat sulit. Saat membangun kapal, Nabi Nuh diejek dan dianggap gila oleh kaumnya.

Setelah kapal selesai, Nabi Nuh mengajak keluarganya dan orang-orang yang beriman kepada Allah SWT untuk naik ke kapal. Kemudian, tanah di daerah tersebut basah kuyup oleh hujan, dan banjir menghancurkan semua yang ada di darat. Ketika banjir melanda, Nabi Nuh menyaksikan anaknya Kan’an tenggelam.

Nabi Nuh mengajak Kan’an untuk naik ke kapal asalkan anaknya tersebut mau bertaubat, namun Kan’an tetap kukuh tidak ingin beriman hingga akhirnya tewas terendam banjir.

Nabi Nuh dan para pengikutnya selamat, tetapi salah satu putranya berada di antara orang-orang kafir yang dihancurkan. Ini mengajarkan umat Islam bahwa iman kepada Allah jauh lebih penting daripada ikatan darah.

Hikmah Kisah Nabi Nuh AS

Dari kisah Nabi Nuh, setidaknya ada tiga pelajaran berharga yang bisa dipetik:

  • Kesabaran dalam Berdakwah Kesabaran Nabi Nuh yang diolok-olok dan dicemooh saat membangun kapal merupakan contoh kesabaran yang luar biasa. Ia menghadapi cercaan dengan sabar karena yakin Allah akan membalasnya. 
  • Beriman kepada Allah Apapun Keadaannya Meskipun menghadapi ejekan, Nabi Nuh tetap beriman kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Keimanannya terbukti menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari banjir bandang, sementara kaumnya yang kafir dihukum. 
  • Keadilan Balasan dari Perilaku Orang-orang di zaman Nabi Nuh menjalani kehidupan jahat dan mengabaikan peringatan Allah. Akibat ketidakimanan mereka, mereka dihancurkan oleh banjir. Ini mengajarkan bahwa gaya hidup duniawi atau kekayaan material tidak akan menyelamatkan dari balasan Allah bagi yang tidak beriman.

Demikian, wallahu'a'lam.

Sumber Referensi:

  • Al-Qur'an Surah Hud ayat 40
  • Al-Qur'an Surah Hud ayat 44
  • Sahih Al-Bukhari
  • An-nur.ac.id
  • uniad.ac.id
  • ppi.unas.ac.id
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |