Liputan6.com, Jakarta - Momen tak biasa terjadi dalam sebuah pengajian yang menghadirkan KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha. Dalam suasana yang santai dan penuh tawa, Gus Baha tiba-tiba "ditabok" menggunakan peci oleh salah satu kiai yang turut hadir. Kejadian ini pun langsung viral dan menyita perhatian warganet.
Gus Baha dikenal sebagai ulama muda yang lugas, jenaka, dan sarat makna dalam setiap ceramahnya. Ia kerap menggunakan pendekatan humor dalam menyampaikan ilmu, tanpa mengurangi kedalaman pesan yang ingin disampaikan. Itulah yang membuat pengajian Gus Baha selalu dinanti.
Kejadian menarik itu berlangsung dalam sebuah forum pengajian Gus Baha yang turut dihadiri oleh KH Agoes Ali Masyhuri, Gus Reza, dan Gus Kautsar. Dalam forum yang dipenuhi tawa dan keakraban itu, Gus Baha menceritakan sebuah pengalaman yang mengundang gelak tawa.
“Saya pernah didatangi guru-guru SD, dan ini agak-agak masalah besar ya,” ungkap Gus Baha membuka cerita. Para guru itu, kata Gus Baha, datang kepadanya untuk meminta fatwa seputar soal Ujian Nasional yang masih tersegel dan dirahasiakan negara.
Mereka mempertanyakan hukum membuka soal sebelum waktu ujian dimulai. “Semua guru bilang tidak boleh, itu kriminal,” lanjut Gus Baha seperti dikutip dari video YT, Sabtu (12/07/2025). Namun, bukan Gus Baha namanya kalau tak membubuhkan kisah dengan bumbu humor yang cerdas.
Simak Video Pilihan Ini:
Operasi SAR 8 Pekerja Terjebak Sumur Tambang Emas di Banyumas Ditutup
Kiai Agus Tak Kuasa Menahan Tawa dan Emosi
Ia menceritakan, ada satu guru yang justru punya logika aneh. Guru itu membolehkan membuka soal karena katanya, “Di kuburan saja soal ujian (pertanyaan malaikat) dibocorkan para kiai, tidak masalah,”. Jamaah pun langsung meledak tertawa mendengar pernyataan ini.
Tak kuat menahan tawa, KH Agoes Ali Masyhuri langsung melepas pecinya dan memukulkan ke punggung Gus Baha. Aksi spontan itu membuat seluruh jemaah semakin terbahak. Kejadian itu tak lain hanyalah bentuk keakraban di antara para kiai dan ulama dalam menyampaikan dakwah.
Melihat aksi Gus Ali Masyhuri, Gus Reza pun tak mau kalah melontarkan candaan. “Perhatian kepada kyai, tidak boleh memukul pemateri,” ujarnya yang disambut gelak tawa seluruh peserta pengajian.
Setelah tawa reda, Gus Baha kembali menjelaskan bahwa analogi yang disampaikan guru itu sebenarnya salah kaprah. Pertanyaan dalam kubur seperti “Man rabbuka?” (Siapa Tuhanmu?), “Man nabiyyuka?” (Siapa Nabimu?), dan “Man imamuka?” (Siapa imam kamu?) bukan sesuatu yang bisa disamakan dengan ujian nasional.
“Guru itu berpikir, kalau kubur saja boleh dibocorkan, masa Ujian Nasional tidak boleh,” ujar Gus Baha sembari menekankan bahwa logika semacam ini keliru dan tidak bisa diterima secara keilmuan maupun syariat.
Meski disampaikan dalam suasana bercanda, Gus Baha tetap memberikan edukasi yang jelas. Ia menekankan bahwa kebocoran soal ujian adalah tindakan yang tidak dibenarkan secara hukum dan moral. Sedangkan talqin untuk mayit adalah bentuk pengajaran sebelum wafat, bukan bocoran soal ujian.
Dakwah Tidak Harus 'Kaku'
Kejadian pemukulan ringan dengan peci itu pun akhirnya menjadi bagian dari kisah hangat yang menggambarkan bagaimana suasana pengajian bisa penuh tawa namun tetap mendidik. Tidak ada kemarahan, hanya ekspresi persahabatan dan kekeluargaan di antara para tokoh agama.
Gus Baha memang dikenal memiliki keahlian menyampaikan ilmu dengan gaya yang ringan namun penuh isi. Ia menggabungkan antara ilmu tafsir, fiqih, sejarah Islam, dan kearifan lokal dalam satu majelis yang akrab dan tidak kaku.
Bukan hanya di pesantren, gaya ceramah Gus Baha juga disukai oleh kalangan milenial karena bahasanya yang santai namun tetap memikat. Ia menyentuh tema-tema serius dengan cara yang bersahabat dan penuh keteladanan.
Tidak jarang Gus Baha menggunakan gaya bahasa yang “kemaki” atau sok-sokan khas pesantren, tetapi justru itulah yang membuat audiens merasa dekat. Gaya itu juga menjadi ciri khas yang membedakannya dari penceramah lain.
Kejadian “ditabok” peci oleh sesama kiai ini pun menjadi bukti bahwa dakwah tidak harus selalu kaku dan tegang. Kehangatan dan tawa bisa menjadi jembatan dalam menyampaikan ilmu yang berat menjadi mudah dipahami.
Dalam dunia dakwah, kisah ini menjadi salah satu potret bahwa ulama pun manusia biasa, yang bisa bercanda, tertawa, dan tetap menjaga akhlak dalam menyampaikan kebenaran. Dan Gus Baha, sekali lagi, sukses menebar ilmu lewat cerita jenaka yang penuh hikmah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul