Liputan6.com, Jakarta Bulan Suro sering kali dianggap sebagai waktu yang menyeramkan dalam tradisi masyarakat Jawa. Budaya ini berkembang turun temurun, berdasarkan warisan verbal nenek moyang yang masih dipercayai hingga sekarang, mulai dari larangan menikah, tidak boleh bepergian jauh sampai hari-hari yang konon dipenuhi kesialan dan emosi negatif sehingga berdampak buruk.
Meski sering dipandang menakutkan, dalam tradisi Islam, bulan ini justru salah satu yang terbaik. salah satu yang disampaikan adalah selamatnya Nabi Nuh dari bencana banjir besar yang melanda di zamannya, dilindunginya nabi Musa dari kejaran Firaun di laut merah hingga dihindarkannya nabi Ibrahim dari kobaran api yang diberikan raja Namrud nan kejam tepat pada hari Asyura tanggal 10 Muharram. Di sinilah terjadi perbedaan antara mitos budaya dan makna religius yang sebenarnya. Selengkapnya, simak fakta serta asal usul bulan Suro yang menarik, dirangkum Liputan6 untuk Anda, Kamis (3/7).
Asal Usul Bulan Suro Dianggap Menakutkan
Keyakinan bahwa Bulan Suro bersifat angker berasal dari kepercayaan masyarakat Jawa kuno yang melihat bulan ini sebagai saat berkumpulnya kekuatan gaib. Dalam budaya kejawen, Suro dianggap waktu sakral di mana gerbang dunia fisik dan spiritual terbuka lebih lebar. Masyarakat percaya bahwa pada malam 1 Suro, makhluk halus lebih aktif dan mudah berinteraksi dengan dunia manusia.
Berdasarkan buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa karya KH Muhammad Solikhin, disebutkan bahwa bulan Suro mulai mengakar di kalangan masyarakat saat era kepemimpinan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Ia merupakan raja ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645. Pada saat itu, Sultan Agung mencoba mengenalkan ajaran Islam, dengan beriringan bersama keyakinan Hindu sebagai kepercayaan masyarakat kala itu.
"Bulan Muharram (Suro) atas prakarsa Sultan Agung menjadi bulan awal tahun baru bersama-sama dalam ajaran Islam-Jawa. Selain itu, diyakini sebagian masyarakat Jawa bahwa bulan ini merupakan waktu kedatang sosok Aji Saka dan membebaskan Jawa dari cengkeraman makhluk-makhluk raksasa, " tulisnya.
Dari sana, dipercaya oleh masyarakat sekitar, bahwa bulan ini merupakan bulan yang harus dilalui dengan kehati-hatian karena sosok raksasa Banul Jan sebagai penjajah manusia. Karena kehadirannya ini lah, masyarakat Jawa menganggapnya sebagai bulan penuh bencana.
Mitos-Mitos di Bulan Suro
Mitos paling populer terkait Bulan Suro adalah larangan menikah. Masyarakat percaya bahwa menikah di bulan ini akan membawa sial, perceraian, atau kematian pasangan. Padahal larangan ini tidak ada dalam ajaran Islam. Mitos tersebut berkembang dari kepercayaan bahwa bulan Suro adalah waktu untuk menepi dan menyepi, bukan merayakan kebahagiaan.
Selain itu, bepergian jauh juga dianggap tabu karena dikhawatirkan akan mengalami kecelakaan atau gangguan gaib. Banyak orang Jawa memilih menunda perjalanan ke luar kota, terutama di awal Suro. Ritual seperti ruwatan, tirakatan, atau mandi kembang dilakukan untuk menangkal marabahaya yang diyakini lebih besar pada bulan ini. Dalam buku Corak Budaya Indonesia dalam Bingkai Kearifan Lokal karya Alik Ulfatus Solikah, S.Pd , Aqidatul Izzah, S.Pd , Aurel Hamida Valeria, S.Pd, disebutkan bahwa sebenarnya mitos yang muncul di bulan Suro sudah muncul sejak zaman dulu dan menjadi kebiasaan masyarakat Jawa.
"Larangan menikah pada bulan Suro merupakan ajaran Kejawen yang masih dipegang erat oleh masyarakat hingga saat ini. Orang Jawa memang dikenal hati-hati, apalagi terkait pernikahan. Sehingga mereka akan memilih hari baik untuk melaksanakannya (di luar bulan Suro)," tulis Alik dkk.
Islam Mengajarkan Bahwa Bulan Suro adalah Bulan Baik
Dalam ajaran Islam, Bulan Suro atau Muharram justru disebut sebagai salah satu bulan haram, yakni bulan suci yang dimuliakan oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bahkan menyebut Muharram sebagai "Syahrullah" atau "bulannya Allah", menunjukkan betapa agungnya bulan ini. Salah satu literatur Islam yang menjelaskan tentang bulan Suro sebagai waktu yang baik adalah hadis riwayat Muslim no. 6000 yang menyebut Allah kecewa terhadap hambanya yang menganggap waktu-waktu tertentu memiliki kesialan.
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang." dikutip dari alrasikh.uii.ac.id.
Lalu kesialan-kesialan yang dianggap oleh masyarakat yang meyakininya dan menyangkut pautkan dengan bulan Suro sesungguhnya merupakan ketetapan Allah, yang tentu saja itu sangat bisa terjadi di bulan-bulan serta waktu-waktu lain di luar Muharram. Hal ini seperti disampaikan hadis riwayat Abu Daud no. 3912 yang dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 429 bahwa:
ﺍﻟﻄِّﻴَﺮَﺓُ ﺷِﺮْﻙٌ ﺍﻟﻄِّﻴَﺮَﺓُ ﺷِﺮْﻙٌ ﺛَﻼَﺛًﺎ ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻨَّﺎ ﺇِﻻَّ ﻭَﻟَﻜِﻦَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳُﺬْﻫِﺒُﻪُ ﺑِﺎﻟﺘَّﻮَﻛُّﻞِ
“Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan” dikutip dari mahad.uin-suska.ac.id.
Banyak Peristiwa Penting Terjadi di Bulan Suro Sehingga Dianggap Istimewa
Islam kemudian memaknai bulan Suro atau Muharram sebagai momentum bersejarah yang amat penting selama perjalanannya. Beberapa peristiwa yang terjadi di antaranya syahidnya cucu Rasulullah SAW yakni Husein Bin Ali di Karbala pada tanggal 10 Muharram, diterimanya taubat nabi Adam AS setelah melanggar perintah Allah dengan memakain buah kuldi yang menyebabkan dirinya diturunkan ke bumi, selamatnya nabi Nuh dari banjir besar yang melanda hingga dilindunginya Musa dari kejaran raja kejam Firaun yang ditenggelamkan Allah di laut merah.
Selain itu, bulan Muharram juga menandai peristiwa penting di mana nabi Ibrahim selamat dari kobaran api yang diberikan raja Namrud. Ketika itu, utusan Allah tersebut dituduh membasmi patung-patung berhala sebagai media penyembahan sang raja di sebuah kuil.
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِى بَردًا وَسَلاَمًا عَلَى إِبْرَاهِيْمَ.
Wahai api jadilah dingin dan selamat atas Ibrahim. (QS: Al Anbiya 69) - dikutip dari uinsaizu.ac.id.
Dengan demikian, tidak ada dalil dalam Islam yang menyebut bulan Suro sebagai bulan sial atau angker. Justru, Islam mengajarkan umatnya untuk menyambut Muharram dengan rasa syukur, memperbanyak doa, puasa, dan amal baik. Ini sesuai dengan pandangan sejarah, di mana bulan ini justru penuh kebaikan dan keselamatan bagi hamba Allah yang taat.
Pertanyaan dan Jawaban dari Google People Also Ask
1. Apakah bulan Suro berbahaya menurut Islam?
Tidak. Islam justru menganggap bulan Muharram (Suro) sebagai bulan suci dan penuh pahala.
2. Apa larangan di bulan Suro menurut budaya Jawa?
Larangan menikah, bepergian jauh, dan melakukan pesta besar sering diyakini masyarakat Jawa.
3. Mengapa bulan Suro tidak boleh menikah?
Karena mitos budaya yang menganggap bulan ini penuh musibah, bukan karena ajaran agama.
4. Apakah benar ada ritual gaib di malam 1 Suro?
Ya, dalam budaya Jawa dilakukan tirakat dan ruwatan, namun itu bersifat tradisi, bukan syariat.
5. Apa keutamaan puasa Asyura di bulan Suro?
Puasa Asyura tanggal 10 Muharram menghapus dosa setahun lalu, sesuai hadits Nabi SAW.