Daging Kurban untuk Fakir Miskin: Ketentuan dan Tata Cara Pembagian Sesuai Syariat Islam

6 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Pembagian daging kurban untuk fakir miskin merupakan salah satu kewajiban penting dalam pelaksanaan ibadah kurban yang harus dipahami dengan baik oleh setiap Muslim. Setiap orang yang melaksanakan ibadah kurban wajib mengetahui ketentuan syariat tentang bagaimana cara mendistribusikan daging kurban kepada mereka yang berhak menerimanya, khususnya kepada kaum dhuafa dan fakir miskin.

Dalam ajaran Islam, daging kurban untuk fakir miskin bukan hanya sekedar tradisi, tetapi merupakan bagian integral dari ibadah kurban yang memiliki hikmah sosial yang mendalam. Pembagian ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dan memperkuat ikatan ukhuwah islamiyah di tengah masyarakat, di mana orang yang mampu berbagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan.

Memahami tata cara pembagian daging kurban untuk fakir miskin dengan benar sangat penting agar ibadah kurban menjadi sempurna dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. 

Berikut ini telah Liputan6.com rankum, penjelasan tentang ketentuan pembagian daging kurban untuk fakir miskin, termasuk dalil-dalil Al-Quran dan hadits yang mendasarinya, pada Senin (9/6).

Pada Hari Raya Idul Adha 1440 H terdapat cara baru pembagian daging kurban.

Pembagian Daging Kurban Sunnah

Kurban sunnah adalah kurban yang dilakukan secara sukarela tanpa adanya ikatan nazar. Dalam pembagian daging kurban sunnah, Islam memberikan ketentuan yang jelas dan adil. Sepertiga dari daging kurban dapat dikonsumsi oleh orang yang berkurban beserta keluarganya, sepertiga lagi wajib diberikan kepada fakir miskin, dan sepertiga sisanya dapat disimpan untuk kemudian disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.

Pembagian ini bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan antara hak pribadi dan kewajiban sosial. Orang yang berkurban tetap dapat merasakan nikmat dari hasil kurbannya, namun juga tidak melupakan kewajiban untuk berbagi dengan sesama yang membutuhkan. Sistem pembagian sepertiga ini telah menjadi tradisi yang diajarkan oleh para ulama berdasarkan pemahaman mendalam terhadap ajaran Islam.

Ketentuan pembagian daging kurban sunnah ini memiliki dasar yang kuat dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Hajj ayat 28:

لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ

Artinya: "(Mereka berdatangan) supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir."

Pembagian Daging Kurban Wajib

Kurban wajib adalah kurban yang harus dilaksanakan karena adanya nazar atau sumpah yang telah diucapkan oleh seseorang. Ketentuan pembagian daging untuk kurban wajib berbeda dengan kurban sunnah. Seluruh daging kurban wajib harus diserahkan kepada fakir miskin tanpa terkecuali, dan orang yang berkurban sama sekali tidak diperbolehkan mengambil bagian sedikitpun dari daging tersebut.

Pembedaan ini menunjukkan bahwa kurban wajib memiliki sifat yang lebih mengikat dan harus dipenuhi sepenuhnya sesuai dengan ikrar yang telah diucapkan. Orang yang bernazar untuk berkurban berarti telah mengikat dirinya dengan janji kepada Allah, sehingga pelaksanaannya harus dilakukan dengan penuh ketaatan dan tidak boleh ada pengurangan sedikitpun.

Ketentuan ini berdasarkan prinsip bahwa nazar dalam Islam merupakan ikatan yang sangat kuat dan harus dipenuhi dengan sempurna. Rasulullah SAW telah memberikan peringatan keras tentang pentingnya memenuhi nazar, sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadits yang menekankan kewajiban untuk menepati janji kepada Allah SWT.

Tata Cara Pembagian Daging Kurban

Pembagian daging kurban harus dilakukan dalam bentuk daging segar, bukan dalam bentuk masakan. Hal ini merupakan ketentuan syariat yang membedakan kurban dengan ibadah aqiqah yang boleh dibagikan dalam bentuk masakan. Pembagian dalam bentuk daging segar memberikan keleluasaan kepada penerima untuk mengolah daging sesuai dengan kebutuhan dan selera masing-masing keluarga.

Ketentuan ini memiliki hikmah yang mendalam, yaitu memberikan kebebasan kepada fakir miskin untuk mengelola daging kurban sesuai kebutuhan mereka. Mereka dapat langsung mengolahnya untuk konsumsi keluarga, atau menyimpannya untuk kebutuhan di masa mendatang. Fleksibilitas ini menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian terhadap kebutuhan praktis masyarakat.

Para ulama telah memberikan penjelasan yang jelas tentang ketentuan ini. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Mujibil Qarib:

ويطعم وجوبا من أضحية التطوع الفقراء والمساكين على سبيل التصدق بلحمها نيئا فلا يكفي جعله طعاما مطبوخا ودعاء الفقراء إليه ليأكلوه والأفضل التصدق بجميعها إلا لقمة أو لقمتين أو لقما

Artinya: "Orang yang berkurban wajib (memberi makan) dari sebagian hewan kurban sunnah (kepada orang fakir dan miskin) dengan jalan penyedekahan dagingnya yang masih segar. Menjadikan dagingnya sebagai makanan yang dimasak dan mengundang orang-orang fakir agar mereka menyantapnya tidak memadai sebagai ibadah kurban. Yang utama adalah menyedekahkan semua daging kurban kecuali sesuap, dua suap, atau beberapa suap."

Pembagian Daging Kurban untuk Orang Kaya

Berdasarkan pandangan ulama Syafi'iyah, pembagian daging kurban kepada orang kaya diperbolehkan dalam Islam. Namun terdapat perbedaan status antara daging kurban yang diberikan kepada fakir miskin dengan yang diberikan kepada orang kaya. Perbedaan ini menunjukkan adanya hikmah dan keadilan dalam syariat Islam yang mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masing-masing penerima.

Daging kurban yang diberikan kepada fakir miskin berstatus sebagai hak milik penuh, sehingga mereka memiliki kebebasan untuk menjualnya kembali jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak. Hal ini menunjukkan fleksibilitas syariat Islam dalam memberikan solusi praktis bagi mereka yang berada dalam kesulitan ekonomi.

Sementara itu, orang kaya yang menerima daging kurban hanya diperbolehkan memanfaatkannya untuk konsumsi pribadi, memasak untuk tamu, atau menyedekahkannya kepada orang lain. Mereka tidak diperbolehkan untuk menjual daging kurban tersebut. Ketentuan ini dijelaskan dalam kitab al-Tuhfah dan al-Nihayah:

له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني ، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه ، قاله في التحفة والنهاية

Artinya: "Bagi orang fakir boleh memanfaatkan kurban yang diambil (secara bebas) meski dengan semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memilikinya. Berbeda dari orang kaya, ia tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan kurban yang diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski kepada orang kaya, sebab puncaknya ia seperti orang yang berkurban itu sendiri."

Pembagian Daging Kurban untuk Non-Muslim

Dalam masalah pembagian daging kurban kepada non-Muslim, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama yang perlu dipahami dengan baik. Menurut Mazhab Hanafi, pembagian daging kurban kepada kafir zimmi (non-Muslim yang hidup dalam perlindungan negara Islam) diperbolehkan tanpa ada larangan khusus. Pandangan ini didasarkan pada prinsip toleransi dan kemanusiaan dalam Islam yang mengajarkan berbuat baik kepada sesama manusia.

Imam Malik pernah ditanya mengenai pembagian daging kurban kepada kaum kafir zimmi, dan pada awalnya beliau menjawab "tidak masalah." Namun kemudian Imam Malik meralat pendapatnya dengan mengatakan "tidak ada kebaikan atas itu." Perubahan pendapat ini menunjukkan bahwa masalah ini memang memerlukan pertimbangan yang mendalam dari berbagai aspek syariat.

Menurut Imam Nawawi yang mengikuti pendapat Imam Syafi'i, pembagian daging kurban untuk kafir zimmi diperbolehkan jika kurban tersebut bersifat sunnah. Namun hal ini tidak diperbolehkan jika kurban bersifat wajib karena nazar. Perbedaan ketentuan ini menunjukkan bahwa kurban wajib memiliki aturan yang lebih ketat dibandingkan kurban sunnah dalam hal pendistribusiannya.

Ketentuan Upah Panitia Kurban

Pemberian upah kepada panitia kurban dari daging kurban itu sendiri adalah hal yang dilarang dalam Islam. Larangan ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang melarang memberikan bagian apapun dari hewan kurban kepada tukang jagal sebagai upah. Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ibadah kurban dan memastikan bahwa seluruh bagian hewan kurban didistribusikan sesuai dengan ketentuan syariat.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: "Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi penyembelihan unta kurbannya dan juga membagikan semua kulit bagian tubuh dan kulit punggungnya. Dan aku tidak diperbolehkan untuk memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal." Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa tidak ada bagian dari hewan kurban yang boleh dijadikan sebagai upah.

Namun Islam memberikan solusi yang adil dalam hal ini. Jika upah panitia diambil dari dana di luar hewan kurban, maka hal tersebut diperbolehkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Muslim: "Kami mengupahnya dari uang kami pribadi." Alternatif lain adalah orang yang berkurban dapat menyedekahkan sedikit bagian dagingnya untuk dimasak panitia, dengan catatan masakan tersebut tidak khusus untuk panitia tetapi untuk warga secara umum.

Etika dan Adab dalam Pembagian Daging Kurban

Pembagian daging kurban harus dilakukan dengan etika dan adab yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Proses pembagian hendaknya dilakukan dengan cara yang memuliakan martabat penerima, tanpa membuat mereka merasa terhina atau dipermalukan. Pembagi daging kurban harus bersikap rendah hati dan menganggap bahwa mereka sedang menunaikan kewajiban, bukan memberikan belas kasihan.

Dalam hal penentuan penerima, hendaknya diprioritaskan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, seperti fakir miskin, janda, yatim piatu, dan keluarga yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Namun perlu diingat bahwa pembagian ini juga boleh diberikan kepada tetangga dan kerabat sebagai bentuk silaturahmi, meskipun mereka tidak tergolong fakir miskin.

Waktu pembagian juga perlu diperhatikan agar daging kurban dapat diterima dalam kondisi yang masih segar dan layak konsumsi. Pembagian sebaiknya dilakukan segera setelah penyembelihan dan pembagian, atau jika memerlukan waktu penyimpanan, hendaknya menggunakan metode pengawetan yang tepat. Hal ini menunjukkan penghargaan terhadap penerima dan menjaga kualitas pemberian yang diberikan.

Pembagian daging kurban untuk fakir miskin merupakan bagian integral dari ibadah kurban yang tidak boleh diabaikan oleh setiap Muslim yang melaksanakan kurban. Ketentuan syariat yang mengatur hal ini sangat jelas dan detail, mulai dari perbedaan antara kurban sunnah dan wajib, tata cara pembagian, hingga etika yang harus dijaga dalam prosesnya. Pemahaman yang benar tentang ketentuan ini akan memastikan bahwa ibadah kurban dilaksanakan secara sempurna dan sesuai dengan tuntunan agama.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |