Liputan6.com, Jakarta - Sosok Sayidah Khadijah binti Khuwailid menjadi panutan bagi banyak muslimah sepanjang zaman. Tak hanya karena perannya sebagai istri Rasulullah Muhammad SAW, tetapi juga karena akhlaknya yang mulia dan pengorbanannya yang besar dalam mendukung perjuangan Islam.
Dalam satu kesempatan, Sayidah Khadijah pernah mendapatkan pertanyaan yang menggambarkan kekaguman terhadap suaminya. Pertanyaan itu sederhana, namun mengandung makna yang mendalam: “Alangkah senangnya engkau punya suami seperti Nabi Muhammad yang tampan dan hebat.”
Pertanyaan itu kemudian dijawab dengan kalimat yang mencerminkan kebijaksanaan dan kedalaman cinta dari seorang istri. KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya mengangkat kembali kisah ini sebagai pelajaran penting tentang makna cinta dan pengorbanan dalam rumah tangga.
Menurut Buya Yahya, jawaban Sayidah Khadijah adalah bentuk nyata dari cinta yang ikhlas, yang tidak berorientasi pada kesenangan diri, tetapi pada kebahagiaan pasangan.
“Demi Allah, semenjak aku menikah dengan Nabi Muhammad, aku tidak pernah berpikir bagaimana aku bersenang-senang dengan Nabi Muhammad. Tapi yang aku pikirkan adalah bagaimana Nabi Muhammad senang dengan aku,” demikian kutipan jawaban Siti Khadijah yang disampaikan Buya Yahya, dicuplik Jumat (27/06/2025) dari kanal YouTube @buyayahyaofficial.
Simak Video Pilihan Ini:
Gunung Lewotobi Kembali Erupsi, Warga Panik Berlarian ke Posko Pengungsian
Jawaban Sayidah Khadijah Merupakan Rumus Kehidupan
Dalam ceramah itu, Buya Yahya menekankan bahwa jawaban Sayidah Khadijah bukan sekadar kalimat romantis, melainkan rumus kehidupan rumah tangga yang sehat dan langgeng. Intinya adalah memberi, bukan menuntut.
Sikap Sayidah Khadijah ini menunjukkan bahwa cinta sejati tidak selalu tentang mendapatkan, melainkan tentang memberikan yang terbaik. Ia tidak pernah sibuk memikirkan haknya, tetapi fokus pada kewajibannya sebagai istri.
Buya Yahya juga mengingatkan bahwa hubungan suami istri tidak bisa dibangun hanya atas dasar ketertarikan fisik atau kekaguman semata. Harus ada pengertian, perhatian, dan usaha untuk membahagiakan satu sama lain.
“Lakukan kewajibanmu, jangan banyak menuntut. Jika semua pasangan menerapkan rumus ini, insyaAllah rumah tangga akan terasa tenang dan penuh berkah,” ujar Buya Yahya dalam ceramahnya.
Sayidah Khadijah digambarkan sebagai perempuan tangguh, setia, dan penuh kasih. Ia rela mengorbankan seluruh hartanya demi mendukung perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Bahkan di masa-masa sulit ketika kaum Quraisy memboikot Nabi dan pengikutnya, Sayidah Khadijah tetap tegar mendampingi tanpa sedikit pun mengeluh atau mundur dari medan ujian.
Kisah yang Harus jadi Teladan
Keikhlasan Sayidah Khadijah juga menjadi salah satu alasan mengapa Rasulullah SAW sangat mencintainya. Dalam banyak riwayat, disebutkan bahwa tidak ada istri lain yang begitu membekas di hati Nabi selain dirinya.
Buya Yahya menjelaskan bahwa cinta Nabi kepada Sayidah Khadijah adalah bentuk cinta yang dilandasi oleh keimanan dan ketulusan, bukan sekadar kedekatan fisik atau kenangan masa lalu.
Sikap Siti Khadijah juga menjadi pelajaran penting bagi para istri masa kini. Di tengah budaya yang serba menuntut dan mencari kesenangan pribadi, keteladanan Khadijah menjadi oase bagi rumah tangga yang ingin bertahan dalam ujian zaman.
Pentingnya saling membahagiakan dalam rumah tangga kembali ditekankan oleh Buya Yahya sebagai kunci keberhasilan. Ketika dua insan sama-sama fokus pada kewajiban, maka keduanya akan bahagia tanpa harus memaksa.
Buya Yahya menyimpulkan bahwa jika seseorang ingin rumah tangganya harmonis, maka tirulah akhlak Khadijah. Bukan hanya mencintai pasangan, tapi mencintai Allah dengan cara membuat pasangan bahagia.
Sayidah Khadijah tidak pernah bertanya apa yang dia dapat dari pernikahan dengan Nabi, tetapi apa yang bisa dia berikan. Inilah prinsip yang membuat hubungan mereka menjadi teladan sepanjang masa.
Sampai akhir hayatnya, Sayidah Khadijah tetap menjadi sosok yang sangat dihormati oleh Rasulullah. Bahkan ketika Khadijah telah tiada, Rasulullah tak pernah lupa menyebut namanya dengan penuh rasa haru.
Kisah ini seharusnya menjadi renungan bagi setiap muslim dan muslimah dalam membangun rumah tangga. Bahwa kebahagiaan itu lahir dari saling memberi, bukan saling menuntut.
Dengan meneladani Sayidah Khadijah, semoga umat Islam mampu menumbuhkan rumah tangga yang kuat, sakinah, dan diridhai Allah SWT.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul