Kandungan Surat At Taubah yang Wajib Diketahui, Lengkap Asbabun Nuzulnya

2 months ago 24

Liputan6.com, Jakarta Surat At-Taubah merupakan salah satu surat dalam Al-Qur’an yang penuh dengan peringatan tegas dan sikap keras terhadap kaum musyrik dan munafik. Surat ke-9 dalam Al-Qur’an ini juga dikenal dengan nama Surat Bara’ah, karena diawali dengan pernyataan berlepas diri dari perjanjian yang dilanggar oleh kaum musyrikin. Banyak pelajaran penting yang terkandung dalam surat At-Taubah, seperti prinsip keadilan dalam perjanjian, perintah jihad fi sabilillah, hingga pengungkapan sifat orang-orang munafik yang merongrong kekuatan umat dari dalam.

Penjelasan mendalam tentang kandungan surat At-Taubah dapat ditemukan dalam buku Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka. Dijelaskan surat At-Taubah adalah bentuk seleksi moral dalam tubuh umat Islam, agar barisan kaum muslimin benar-benar bersih dari pengkhianat dan perusak kepercayaan.

Sementara itu, dalam Tafsir Al-Mishbah karya Dr. M. Quraish Shihab, dijelaskan bahwa tidak adanya basmalah di awal surat ini menunjukkan nuansa keras dan serius dari isi pesannya, terutama karena kandungannya banyak menyinggung peringatan dan ancaman kepada mereka yang melanggar komitmen agama.

Asbabun nuzul surat At-Taubah berkaitan dengan peristiwa penting setelah perjanjian Hudaibiyah dan Fathu Makkah, saat sebagian kaum musyrik melanggar perjanjian damai dengan umat Islam. Ayat-ayat dalam surat ini diturunkan untuk menetapkan ultimatum kepada mereka agar memilih antara menerima Islam, hidup damai tanpa mengkhianati, atau meninggalkan tanah suci.

Berikut ini Liputan6.com ulas selengkapnya, Senin (7/7/2025).

Bulan Ramadan adalah bulan suci yang penuh dengan kebaikan. Maka mari memanfaatkan momentum ini dengan memperbanyak amal ibadah, salah satunya dengan membaca Al-Quran. Berikut ini tips khatam Al-Quran di dalam bulan ramadan.

Makna Surat At-Taubah

Surah At-Taubah (bahasa Arab: التوبة, at-Tawbah, yang berarti “Pengampunan”) merupakan salah satu surah Madaniyyah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW setelah beliau kembali dari Perang Tabuk pada tahun ke-9 Hijriah. Secara urutan dalam mushaf, surah ini berada di posisi ke-9 dan terdiri dari 129 ayat.

Penamaan “At-Taubah” diambil karena kata tersebut banyak disebut dalam isi surah, yang menyoroti tema penting tentang pertobatan, pengampunan, dan ketaatan. Surah ini juga dikenal dengan nama lain, yaitu Bara’ah, yang berarti berlepas diri atau pemutusan hubungan. Nama tersebut mencerminkan isi kandungan surah yang membahas pemutusan perjanjian damai dengan kaum musyrikin, setelah mereka berulang kali melanggar kesepakatan.

Salah satu keunikan Surah At-Taubah adalah tidak diawalinya dengan bacaan basmalah, berbeda dari surah-surah lainnya dalam Al-Qur’an. Hal ini, sebagaimana dijelaskan para ulama, disebabkan karena Surah At-Taubah memuat banyak ayat tentang perintah perang dan penegasan terhadap pelanggaran musuh, sedangkan lafaz basmalah identik dengan kasih sayang dan perdamaian yang tidak sesuai dengan konteks isi surah ini.

Isi Kandungan Surat At-Taubah dari Ayat 1 sampai 129

Surat At-Taubah dimulai dengan deklarasi tegas berupa pemutusan sepihak perjanjian damai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya terhadap kaum musyrik yang berkhianat. Ayat-ayat awal memberi batas waktu selama empat bulan bagi mereka untuk memperbaiki sikap atau keluar dari wilayah kaum muslimin. Namun, bagi kaum musyrik yang tetap memegang teguh perjanjian, Islam memerintahkan untuk menghormatinya. Surat ini menegaskan bahwa pengkhianatan terhadap komitmen tidak ditoleransi, tetapi kesempatan untuk kembali kepada kebenaran tetap terbuka. Bahkan jika mereka meminta perlindungan, kaum muslimin wajib melindungi dan menyampaikan dakwah kepada mereka dengan baik.

Allah SWT memerintahkan agar kaum muslimin tidak memberikan kepercayaan kepada pihak yang telah mengkhianati kesepakatan. Mereka yang lebih memilih dunia dan enggan berjihad dicela dalam surat ini. Surat At-Taubah juga menekankan pentingnya membela Islam secara fisik dan moral. Orang-orang yang ikhlas dalam jihad dijanjikan balasan besar. Ujian keimanan disebutkan sebagai jalan untuk membedakan mana yang benar-benar tulus dan mana yang hanya berpura-pura. Ketegasan ini menjadi prinsip penting dalam menjaga kekuatan umat dan kemurnian akidah Islam.

Ayat-ayat berikutnya menjelaskan bahwa hanya orang beriman yang layak memakmurkan Masjidil Haram. Kaum musyrik tidak berhak lagi masuk atau mengelolanya, karena kemusyrikan mereka mengotori kesucian tempat ibadah. Allah memerintahkan agar sistem penanggalan Islam kembali kepada kalender qamariyah, dan mengecam praktik memanipulasi bulan-bulan haram demi keuntungan politik. Hal ini memperlihatkan bahwa kejujuran dalam beragama juga berlaku dalam aspek sosial dan administratif umat Islam.

Surat At-Taubah juga memuat perintah untuk memerangi Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang menolak hukum Allah dan menyelewengkan ajaran agama. Perintah ini disertai ketentuan pembayaran jizyah sebagai bentuk tunduk kepada kekuasaan Islam. Islam tidak menyerang tanpa sebab, namun bersikap tegas terhadap bentuk-bentuk penindasan dan penyimpangan akidah. Surat ini juga mengecam praktik-praktik tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam bentuk syirik, seperti menyembah tokoh agama atau menjadikan mereka sebagai tandingan Allah.

Salah satu fokus utama surat ini adalah penggambaran sifat dan perilaku orang munafik. Mereka enggan berjihad, mencari alasan untuk tidak ikut perang, mencela kebijakan Nabi, serta bersikap pelit terhadap infak dan zakat. Allah membuka kedok mereka secara terang-terangan, bahkan menegaskan bahwa doa ampunan untuk mereka pun tidak akan diterima. Munafik menjadi ancaman dalam barisan umat Islam sendiri, karena secara lahir tampak seiman, namun hatinya memusuhi dakwah Nabi SAW.

Surat At-Taubah juga menjelaskan distribusi zakat kepada delapan golongan penerima, termasuk fakir, miskin, amil, dan muallaf. Dalam bagian ini, Allah juga memberikan perbandingan antara orang-orang yang jujur dalam imannya dengan orang munafik yang mencela amal baik. Allah memuji kaum Anshar dan Muhajirin yang berjihad dengan harta dan jiwa, serta mengecam mereka yang enggan memberikan dukungan. Ketegasan ini sekaligus menjadi evaluasi bagi kaum muslimin untuk menjaga solidaritas dan kejujuran dalam perjuangan.

Masjid Dhirar, yang dibangun oleh orang-orang munafik untuk memecah belah umat, diperintahkan untuk tidak dipakai oleh Nabi SAW. Sebagai tandingan, Allah memuji Masjid Quba yang dibangun atas dasar takwa. Kemudian, disebutkan pula kisah tiga sahabat Nabi yang tidak ikut perang Tabuk, namun jujur dalam pengakuan dosa dan akhirnya taubat mereka diterima. Ini menjadi pelajaran penting bahwa kejujuran dan penyesalan tulus lebih mulia daripada kepura-puraan dalam ibadah.

Penutup surat At-Taubah memuat perintah untuk senantiasa bersama orang jujur dan bertakwa. Allah mengingatkan bahwa Rasulullah SAW sangat penyayang dan penuh kepedulian terhadap umatnya. Surat ini diakhiri dengan dua ayat yang agung, yakni doa penyerahan diri total kepada Allah: “Hasbunallahu wa ni‘mal wakil” dan “Fa in tawallaw fa qul hasbiyallahu la ilaha illa huwa...” (QS. At-Taubah: 129). Ayat-ayat ini menjadi peneguh hati bagi siapa pun yang ingin tetap teguh di jalan dakwah, sekaligus mengingatkan bahwa pertolongan hanya datang dari Allah semata.

Asbabun Nuzul Surat At-Taubah

Terkait dengan tahun turunnya surah at-Taubah, para mufasir sepakat bahwa surat at Taubah ini di turunkan pada akhir tahun ke-9 H. Pada tahun tersebut, Nabi Muhammad SAW bersama sejumlah umat Islam berangkat menuju Tabuk dengan maksud untuk menghalau tentara Romawi yang sewaktu-waktu siap menyerang wilayah-wilayah Islam.

Ketika nabi bersama kaum muslimin melakukan persiapan menghadapi perang terakhir yang beliau ikuti ini, kaum muslimin dalam keadaan susah karena sedang musim panas. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang munafik tidak dapat menyembunyikan keaslian jati diri mereka sebagai orang-orang yang hanya berpura-pura menyatakan diri sebagai orang yang beriman.

Adapun sebagian besar dari ayat-ayatnya di turunkan sesudah terjadinya perang Tabuk. Ayat pertama dari surat at Taubah ini turun ketika sedang berlangsung pelaksanaan ibadah haji pada tahun ke-9 H. dan Nabi sendiri pun tidak ikut melaksanakan ibadah haji pada waktu itu sehingga Abu Bakar di tunjuk oleh Rasulullah untuk memimpin rombongan jamaah haji.

Kemudian Rasulullah mengutus Ali ra menyusul Abu Bakar untuk membacakan awal surat at Taubah ini kepada para jamaah haji yang sedang berkumpul di Mina, yang ketepatan pada waktu itu haji akbar, yaitu hari kesepuluh sehari selepas wukuf di padang Arafah. yang menjadi pengumuman resmi bahwa kaum musyrik tidak lagi boleh menguasai Masjidil Haram dan tidak boleh ikut berhaji mulai tahun berikutnya.

Dalam bagian pertengahan hingga akhir surat (ayat 38 hingga 129), banyak ayat yang turun untuk mengecam orang-orang munafik yang tidak mau ikut berjihad bersama Rasulullah dalam Perang Tabuk. Mereka mencari-cari alasan, menyebarkan keraguan, dan memprovokasi umat agar tidak mendukung perjuangan Islam. Salah satu peristiwa penting yang menjadi sebab turunnya ayat adalah kisah tiga sahabat Nabi yang tidak ikut perang tanpa alasan syar’i: Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah, dan Murarah bin Rabi’. Setelah diisolasi selama 50 hari dan benar-benar bertaubat dengan tulus, Allah menurunkan QS. At-Taubah: 118 yang menyatakan bahwa taubat mereka diterima. Peristiwa ini menunjukkan bahwa surat At-Taubah tidak hanya menegur dengan keras, tetapi juga memberi ruang taubat bagi yang jujur dan tulus kembali kepada Allah.

Asbabun nuzul lainnya terdapat dalam QS. At-Taubah: 107–110 yang membongkar niat jahat sekelompok orang munafik yang membangun Masjid Dhirar. Masjid ini bukan dibangun untuk ibadah, tetapi untuk memecah belah persatuan umat Islam dan menjadi tempat berkumpulnya musuh-musuh Nabi, termasuk Abu Amir ar-Rahib yang bersekutu dengan Romawi. Mereka berusaha menarik perhatian Rasulullah untuk meresmikan masjid itu, tetapi Allah SWT segera menurunkan ayat larangan sholat di tempat tersebut. Bahkan, Nabi diperintahkan untuk menghancurkannya, karena pondasi masjid itu dibangun bukan atas dasar takwa, tetapi atas dasar niat jahat dan permusuhan.

Melalui berbagai asbabun nuzul ini, terlihat bahwa Surat At-Taubah adalah respons langsung terhadap realitas sosial, politik, dan spiritual yang dihadapi umat Islam pada masa akhir kenabian. Allah SWT menurunkan ayat-ayat ini tidak hanya sebagai petunjuk ibadah, tetapi juga sebagai strategi menjaga kekuatan dan kemurnian barisan umat Islam.

QnA Seputar Surat At-Taubah

Q: Apa itu Surat At-Taubah dan mengapa dinamakan demikian?

A: Surat At-Taubah adalah surat ke-9 dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 129 ayat dan termasuk golongan surat Madaniyah. Dinamakan At-Taubah (yang berarti “taubat”) karena banyak ayatnya membahas tentang pentingnya bertaubat dengan tulus kepada Allah. Nama lainnya adalah Surat Bara’ah, karena ayat pertama menyatakan berlepas diri dari kaum musyrik yang telah melanggar perjanjian.

Q: Apakah Surat At-Taubah diawali dengan basmalah?

A: Tidak. Surat At-Taubah adalah satu-satunya surat dalam Al-Qur’an yang tidak diawali dengan basmalah. Para ulama menyebutkan, ini karena isi suratnya sangat tegas dan keras terhadap kaum musyrik dan munafik, sedangkan lafaz basmalah mengandung makna kasih sayang dan kedamaian.

Q: Apa pesan utama dalam surat At-Taubah?

A: Surat At-Taubah memuat pesan tentang ketegasan terhadap pengkhianat, anjuran jihad, penyucian barisan kaum muslimin dari kemunafikan, serta pentingnya kejujuran dan taubat. Allah SWT juga menekankan pentingnya komitmen terhadap agama dan memperingatkan bahaya kemunafikan dalam tubuh umat.

Q: Bagaimana sikap Islam terhadap orang munafik dalam surat ini?

A: Surat At-Taubah dengan sangat tegas membongkar ciri-ciri dan kebusukan orang munafik. Mereka dicela karena enggan berjihad, mencela Nabi dan kaum beriman, serta menyebarkan fitnah. Allah bahkan menyatakan bahwa doa ampunan untuk mereka tidak akan diterima, menunjukkan betapa berbahayanya kemunafikan dalam agama.

Q: Apa itu Masjid Dhirar yang disebut dalam surat At-Taubah?

A: Masjid Dhirar adalah masjid yang dibangun oleh kaum munafik dengan niat memecah belah umat dan mendukung musuh Nabi. Dalam QS. At-Taubah: 107–110, Allah melarang Rasulullah SAW sholat di sana dan memerintahkan agar masjid itu dihancurkan, karena pondasinya bukan dibangun atas dasar takwa.

Q: Apa makna dari ayat penutup surat At-Taubah?

A: Dua ayat terakhir (QS. At-Taubah: 128–129) berisi gambaran cinta kasih Rasulullah SAW kepada umatnya dan seruan untuk bertawakal kepada Allah. Ayat terakhir adalah doa yang sangat kuat maknanya: "Hasbiyallahu la ilaha illa huwa ‘alaihi tawakkaltu wa huwa rabbul ‘arsyil ‘azhim." Artinya: Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.

Q: Mengapa surat ini penting dipelajari oleh umat Islam?

A: Karena surat ini membekali umat dengan nilai ketegasan, kejujuran, dan komitmen terhadap Islam. Ia mengajarkan bagaimana menghadapi pengkhianatan, menguatkan jiwa perjuangan, dan pentingnya pembersihan internal dari kemunafikan. Selain itu, ia menjadi rujukan utama dalam memahami tata hubungan politik dan sosial dalam Islam.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |