Liputan6.com, Jakarta - Salah satu bentuk kebersihan yang paling penting dalam Islam adalah bersuci, baik melalui wudhu maupun mandi wajib. Dua bentuk taharah ini memiliki fungsi yang berbeda, namun keduanya menjadi syarat sah dalam melaksanakan ibadah seperti sholat.
Ada beberapa penyebab seseorang harus mandi wajib atau mandi junub, baik karena mimpi basah, hubungan suami-istri, haid, nifas, dan lain-lain.
Dalil mengenai pentingnya bersuci tercantum dalam QS. Al-Maidah ayat 6, yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah".
Selain untuk menyucikan dari hadas besar, apakah mandi wajib sekaligus bisa membersihkan diri dari hadas kecil? Misalnya, apakah seseorang bisa langsung melaksanakan sholat setelah mandi wajib tanpa perlu berwudhu lagi?
Berikut ulasan lengkapnya, dikutip dari laman NU Online pada Kamis (19/6/2025).
Saksikan Video Pilihan ini:
Memacu Adrenalin di Rimba Ujung Barat Banyumas (Motor Adventure)
Pandangan dari Para Ulama
Pendapat beberapa ulama seperti Abu Bakar bin Al-Araby yang dikutip oleh al-Mubarakfury dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi-nya menyampaikan sebagaimana berikut:
قال أبو بكر بن العربي إنه لم يختلف العلماء أن الوضوء داخل تحت الغسل وأن نية طهارة الجنابة تأتي على طهارة الحدث وتقضي عليها لأن موانع الجنابة أكثر من موانع الحدث
Artinya: "Abu Bakar bin al-Araby berkata bahwa tidak ada ulama yang berbeda pendapat terkait permasalahan wudu yang telah termasuk dalam mandi. Dan sesungguhnya niat menyucikan janabah itu menyempurnakan niat menyucikan hadas sekaligus menggugurkan menyucikan hadas (wudu). Karena hal-hal yang mencegah janabah itu lebih banyak daripada hal-hal yang mencegah hadas.”
Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh Muhadzab mengatakan bahwa boleh tidak berwudu setelah mandi janabah karena sudah termasuk dalam mandi tersebut. Walaupun Imam Nawawi menyebutkan tiga pendapat lain, namun beliau mengatakan bahwa pendapat ini yang paling sahih. Ibnu Umar pernah bercerita bahwa Nabi pernah ditanya terkait wudhu setelah mandi junub.
قَالَ لَمَّا سُئِلَ عَنِ الْوُضُوءِ بَعْدَ الْغُسْلِ وَأَيُّ وُضُوْءٍ أَعَمُّ مِنَ الْغُسْلِ رَوَاهُ بْنُ أَبِي شَيْبَة
Artinya: “Ibnu Umar berkata: ketika Rasulullah SAW ditanya terkait wudhu setelah mandi, (beliau menjawab) adakah wudhu yang lebih umum daripada mandi.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Mandi Junub Sudah Mencakup Wudhu
Dalam hadis riwayat Ibnu Umar tersebut secara langsung menjelaskan bahwa kedudukan mandi lebih umum daripada wudhu. Artinya, ketika seorang telah melakukan mandi junub, maka itu sekaligus mencakup wudhu.
Siti Aisyah radliyallâhu ‘anhâ meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah saw pernah melakukan sholat tanpa berwudu setelah mandi junub.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَغْتَسِلُ وَيُصَلِّي الرَّكْعَتَيْنِ وَصَلاَةَ الْغَدَاةِ ، وَلاَ أَرَاهُ يُحْدِثُ وُضُوءًا بَعْدَ الْغُسْلِ
Artinya: “Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ berkata: Rasulullah sering mandi kemudian melakukan sholat dua rakaat dan sholat subuh. Dan aku tidak melihatnya memperbarui wudunya setelah mandi.”
Hadis di atas diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi. Redaksi “kâna” yang disusul dengan fi‘il mudlâri‘ sebagaimana yang digunakan Siti Aisyah dalam riwayat di atas menunjukkan arti kontinuitas atau sering Nabi melakukan hal tersebut.
Bahkan Aisyah menambahi bahwa dia tidak pernah melihat Nabi berwudu setelah mandi junub. Sehingga bisa disimpulkan bahwa selama dalam pengamatan Aisyah, Nabi selalu melakukan sholat tanpa berwudhu setelah mandi junub.
Dalam redaksi hadis lain riwayat Ibnu Majah juga disebutkan dengan kata yang jazim:
كَانَ لَا يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ
Artinya: “Nabi tidak pernah berwudhu setelah mandi janabah."