Liputan6.com, Cilacap - Puasa Asyura merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Puasa ini dilaksanakan pada tanggal 10 Muharam, yang merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriyah.
Puasa Asyura memiliki keutamaan yang sangat besar, yaitu dapat menghapus dosa-dosa yang telah dilakukan selama setahun yang lalu sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini,
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
"Puasa pada hari Asyura, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapus (dosa) setahun sebelumnya." (HR. Muslim no. 1162)
Namun, yang menjadi pertanyaan terkait keutamaan puasa Asyura ialah jenis dosa yang dapat dihapus oleh puasa Asyura ini. Apakah puasa ini hanya menghapus dosa-dosa kecil saja atau juga dapat menghapus dosa-dosa besar? Tentunya pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab.
Tulisan ini akan membahas penjelasan para ulama tentang jenis dosa yang dapat dihapus oleh puasa Asyura ini dan merupakan syarah atau penjelasan dari hadis di atas, dirangkum Selasa (2/7/2025).
Simak Video Pilihan Ini:
Yayasan El Bayan Sayangkan Perusakan Masjid dalam Penyerangan SMK Komputama Jeruklegi
Jenis Dosa yang Dihapus oleh Puasa Asyura
Para ulama berbeda pendapat mengenai jenis dosa yang dihapus oleh puasa Asyura. Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dihapus adalah dosa-dosa kecil, bukan dosa besar.
1. Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan:
“Yang dimaksud dengan penghapusan dosa di sini adalah dosa-dosa kecil. Adapun dosa besar, maka harus disertai dengan taubat yang benar.” (Syarh Shahih Muslim, 8/22)Menurut Imam An-Nawawi, penghapusan dosa yang dimaksud dalam hadis puasa Asyura sejalan dengan kaidah umum dalam Islam, yaitu bahwa dosa besar hanya dapat dihapus dengan taubat nasuha, bukan sekadar dengan amal ibadah.
2. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah juga berpendapat serupa:
Ia menegaskan bahwa amal-amal shalih seperti wudhu, shalat Jumat, dan puasa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya hanya menghapus dosa-dosa kecil. Dosa besar memerlukan taubat secara khusus.
“Jika seseorang tidak memiliki dosa kecil, maka diharapkan penghapusan dosa tersebut menaikkan derajatnya.” (Al-Jawab al-Kafi, hal. 13)
3. Imam Qurtubi menambahkan:
"Ibadah-ibadah ini akan menghapus dosa kecil, bukan dosa besar. Karena dosa besar membutuhkan taubat secara eksplisit." (Tafsir al-Qurtubi, 2/197)
Walaupun puasa Asyura adalah amalan yang sangat mulia, tetap tidak bisa menjadi alasan untuk merasa aman dari dosa besar. Islam menekankan pentingnya taubat dan istighfar sebagai cara utama untuk menghapus dosa besar. Allah berfirman:
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31)
2 Cara Bertobat menurut Ibn Athaillah as-Sakandari
Menukil NU Online, cara-cara bertaubat Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam kitab Tajul Arus menjelaskan tentang dua cara bertaubat yang bisa ditempuh seorang hamba, yaitu:
1. Al-Muhasabah (intropeksi)
Maksudnya, orang yang ingin bertaubat harus tidak lepas dari introspeksi. Caranya, selalu berpikir sepanjang umurnya, jika waktu pagi datang, maka berpikirlah perihal apa yang akan dilakukan olehnya pada malam hari. Jika menemukan pekerjaan taat, maka bersyukurlah pada Allah, dan jika menemukan pekerjaan maksiat, maka istighfarlah kepada-Nya dan segera bertobat.
Jika tips ini dilakukan, maka Allah akan memberikan kemuliaan, sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Ibnu ‘Athaillah:
فان فعلت ذلك أبدلك الله بالحزن فرحا، وبالذل عزا، وبالظلمة نورا، وبالحجاب كشفا
Artinya: Jika tips di atas dilakukan, maka Allah akan menggantikan kesedihan dengan bahagia, hina dengan mulia, gelap dengan cahaya, dan kondisi terhalang (dari Allah) dengan terbuka (mengenal Allah) (Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, Farhatun Nufus bi Syarhi Tajul Arus, [Beirut: Dar al-Kutub 2015], halaman 17).
2. Al-Ittiba’ (mengikuti Rasulullah)
Maksudnya adalah, orang yang ingin bertobat harus tunduk patuh mengikuti Rasulullah dalam semua tindakannya, seperti pekerjaan, ucapan, dan ibadahnya. Tiada arti menyebut diri sebagai umat Nabi Muhammad jika semua pekerjaan yang dilakukan justru tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya selama ia tunduk patuh dan mengikuti jejak langkah Rasulullah dalam kehidupannya sehari-hari. Ketentuan kedua ini begitu jelas, dalam Al-Qur’an Allah memerintahkannya, yaitu:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Ali ‘Imran: 31).
Mengikuti jejak langkah yang dipraktikkan oleh Rasulullah, menunjukkan sebagai upaya menjadi bagian darinya. Berusaha menjadi bagian Rasulullah artinya berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul