Seni Topeng Cirebon Sunan Gunung Jati, Jalan Dakwah Melalui Seni

2 days ago 9

Liputan6.com, Jakarta - Seni Topeng Cirebon Sunan Gunung Jati salah satu warisan budaya pesisir utara Jawa yang memiliki akar kuat dalam dakwah Islam, terutama pada masa penyebaran Islam oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.

Seni Topeng Cirebon ini semula sudah dikenal sejak Abad 9 atau 10, sebagai seni budaya lokal, kemudian dimanfaatkan sebagai media dakwah oleh Sunan Gunung Jati, kisaran abad ke-15.

Sunan Gunung Jati adalah tokoh penyebar Islam yang menjadi salah satu anggota Walisongo. Sebagaimana anggota Walisongo lainnya, metode dakwah yang dikembangkan adaptif dan sangat toleran dengan kultur lokal.

Merujuk Buku Jalan Hidup Sunan Gunung Jati, Eman Suryaman mengulas berbagai terobosan pemikiran dan strategi Sunan Gunung Jati dalam berdakwah, yang salah satunya mengadopsi tradisi lokal, seperti seni topeng Cirebon.

Promosi 1

Seni Topeng Cirebon Sunan Gunung Jati

Berdasar riwayat di Buku Sunan Gunung Jati; Sejarah Hidup dan Perjuangan Wali Tanah Jawa, oleh Masykur Arif, M.Hum, Sunan Gunung Jati lahir di Pasai. Ayahnya bernama Maulana Umdatuddin al-Hasyimi, seorang sultan Bani Ismail di Mesir. Ibunya bernama Nyai Rara Santang binti Sri Baginda Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.

Sunan Gunung jati kemudian menyebarkan agama Islam di pesisir utara Priangan, Cirebon dan sekitarnya. Merujuk kemenparekraf.go.id, semula tari Topeng Cirebon sudah ada sejak abad ke-10 Masehi, dengan perkembangannya yang kuat di Cirebon dan daerah sekitarnya sejak masa Kerajaan Majapahit.

Tarian ini awalnya digunakan untuk ritual dan upacara adat, sebelum kemudian disebarkan sebagai media dakwah penyebaran agama Islam pada masa Sunan Gunung Jati sekitar abad ke-15.

Dari berbagai literatur disebutkan, Sunan Gunung jati menggubah Seni Topeng Cirebon bersama Sunan Kalijaga.

Tarian ini memuat banyak simbolisme, nilai-nilai filosofis, dan juga ritual (misalnya biasanya ada persiapan khusus, sifat sakral / ritual dalam beberapa versi). Dalam perkembangannya, tari ini tidak hanya hiburan tetapi juga sarana ekspresi budaya lokal, pencerminan nilai-nilai kehidupan (cinta, kepemimpinan, pertumbuhan manusia, karakter moral), dan identitas komunitas Cirebon.

Asal dan Fungsi Dakwah Tari Topeng Cirebon

Menurut Rosnia dan Hidayat dalam Jurnal Tari Topeng Tumenggung Barangan di Sanggar Seni Panggelar Budhi, (2023: 22–23), tari Topeng Cirebon sudah dikenal sejak tahun 1485 M berdasarkan Babad Cirebon, dan pada masa itu sudah digunakan sebagai media dakwah Islam.

Pementasan awalnya menampilkan kisah Panji, dengan pesan moral dan spiritual agar masyarakat memahami nilai-nilai Islam secara halus melalui simbol dan estetika.

Rosnia dan Hidayat mengutip pendapat Sinta Fitriani dan Nunung Nurasih (2020), bahwa: “Tari Topeng yang kini berkembang di Cirebon diyakini sebagai ciptaan Sunan Kalijaga, dan digunakan untuk syiar agama oleh Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) bekerja sama dengan Sunan Kalijaga agar ajaran Islam diterima masyarakat.”

Artinya, Tari Topeng Cirebon merupakan kolaborasi budaya dan dakwah, bukan sekadar hiburan. Sunan Gunung Jati menggunakan pendekatan kultural, bukan konfrontatif, dengan melestarikan budaya lokal Jawa-Hindu-Buddha, lalu menyisipkan pesan-pesan Islam melalui simbol, karakter, dan nilai moral di balik pertunjukan.

Karakter Topeng dan Nilai Spiritual

Setiap wanda (karakter topeng) melambangkan tahapan kehidupan manusia dan nilai-nilai spiritual. Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga memasukkan ajaran tasawuf (syariat, tarekat, hakikat, makrifat) ke dalam simbol gerak dan karakter topeng.

Dalam konteks itu, Topeng Tumenggung menjadi representasi fase kedewasaan dan tanggung jawab moral manusia. “Tari Topeng Tumenggung menggambarkan seorang abdi negara yang bertanggung jawab, gagah, dan berwibawa. Filosofinya adalah Lugua ing panindak, ngatapa ngasta dawuh — jangan salah bertindak, kerjakan sesuai perintah.” Rosnia & Hidayat (2023: 30–31).

Makna ini mencerminkan ajaran moral Islam yaitu tunduk pada aturan (taat kepada Allah). Kemudian Bertindak dengan kesadaran dan kebijaksanaan. Ajaran lainnya yakni menjauhi hawa nafsu dan kesombongan.

Dengan demikian, Sunan Gunung Jati memanfaatkan figur Tumenggung sebagai simbol manusia ideal dalam Islam, yakni pemimpin yang adil, bertanggung jawab, dan taat.

Hubungan Seni, Religi, dan Sosial

Fungsi awal Tari Topeng Cirebon adalah media dakwah dan pendidikan moral, namun kini lebih banyak digunakan untuk hiburan atau upacara adat.

Sunan Gunung Jati menempatkan seni topeng bukan hanya sebagai pertunjukan estetika, melainkan sarana komunikasi sosial-religius yang mudah diterima masyarakat awam.

Pendekatan dakwah ini sesuai dengan metode Walisongo, di mana dakwah dilakukan secara inklusif dan akomodatif serta tidak menolak budaya lokal.

Dakwah ini juga menggunakan simbol dan narasi lokal seperti cerita Panji untuk mengajarkan nilai Islam.

Terpenting adalah menyampaikan pesan syariat secara visual dan emosional lewat gerak, warna, dan irama. Dalam hal ini, tari topeng berfungsi sebagai media dakwah Islam (spiritual). Media pendidikan karakter (etika dan moral). Media sosial (mempererat hubungan masyarakat).

Warisan Sunan Gunung Jati dalam Senin Topeng Cirebon

Seni topeng Cirebon bukan sekadar ekspresi budaya pesisir, melainkan media dakwah dan pendidikan spiritual yang diwariskan oleh Sunan Gunung Jati.

Melalui simbolisme topeng, gerak, dan narasi Panji, ajaran Islam diterjemahkan ke dalam bentuk seni yang indah, beretika, dan filosofis.

Sunan Gunung Jati bersama Sunan Kalijaga menciptakan dan mengembangkan Tari Topeng Cirebon sebagai media dakwah Islam yang kultural dan edukatif.

Unsur simbolik dalam topeng, warna, dan gerak mencerminkan ajaran Islam tentang kedewasaan spiritual, moralitas, dan kepemimpinan.

Tari Topeng Tumenggung khususnya menjadi representasi insan yang beriman dan bertanggung jawab.

Tradisi ini diwariskan secara turun-temurun hingga ke Sanggar Seni Panggelar Budhi, yang kini berperan menjaga kesinambungan nilai-nilai dakwah budaya tersebut.

Relevansi Model Dakwah Sunan Gunungjati

Hingga kini, nilai-nilai dakwah yang ditanamkan Sunan Gunung Jati masih hidup dalam pertunjukan-pertunjukan di sanggar, pentas seni dan keraton-keraton Cirebon. Tari Topeng menjadi pengingat bahwa dakwah tidak selalu dengan kata, tetapi dapat disampaikan melalui gerak, warna, dan ekspresi seni.

Tari Topeng Cirebon bukan sekadar ekspresi estetika, tetapi cermin perjalanan spiritual manusia. Ia mengajarkan agar manusia menjaga keselarasan antara lahir dan batin, mengendalikan hawa nafsu, dan selalu ingat kepada Sang Pencipta.

Tari Topeng juga menjadi sarana pendidikan moral di tengah masyarakat. Dahulu berfungsi sebagai tontonan yang menuntun, memberi pelajaran hidup lewat simbol dan gerak, kini, fungsinya berkembang sebagai hiburan, upacara adat, dan warisan budaya yang memperkuat identitas keislaman Cirebon.

Kesenian ini membuktikan bahwa Islam di Nusantara disebarkan secara damai melalui pendekatan budaya. Sunan Gunung Jati tidak menghapus tradisi lama, melainkan mengisinya dengan makna baru yang Islami. Inilah wujud akulturasi Islam dan budaya lokal yang menghasilkan harmoni sosial dan spiritual.

Secara filosofis, Tari Topeng Cirebon menegaskan pentingnya keseimbangan antara spiritualitas, moralitas, dan kemanusiaan.

Ia mengajarkan agar manusia mengenali dirinya, mengendalikan nafsu, dan menjalani hidup dengan tanggung jawab, nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam dan relevan sepanjang zaman.

People also Ask:

1. Tari Topeng Cirebon menceritakan tentang apa?

Filosofi Tari Topeng Cirebon menggambarkan aspek kehidupan yang sangat luas, mencakup kepribadian, cinta, angkara murka, kepemimpinan, serta perjalanan hidup manusia dari lahir hingga dewasa.

2. Siapa pencipta tari topeng Cirebon?

Tarian Topeng asal Losari Cirebon adalah manifestasi budaya itu. Merunut sejarah, kesenian ini lahir lebih kurang 400 tahun lalu dengan Pangeran Angkawijaya dipercaya sebagai pencipta tarian ini.

3. Kapan tari topeng muncul?

Tari topeng sudah ada sejak abad ke 10 Masehi. Tarian ini kemudian berkembang pada abad ke 10 hingga ke 16 Masehi. Saat itu adalah masa pemerintahan Prabu Panji Dewa. Beliau adalah Raja Jenggala yang ada di Jawa Timur.

4. Apa sejarah dari topeng?

Topeng di Indonesia sudah ada sejak zaman prasejarah. Pada jaman dahulu topeng digunakan untuk tarian yang menjadi bagian dari upacara adat yang menceritakan kembali cerita-cerita kuno para leluhur. Pada jaman dahulu, topeng digunakan untuk tujuan ritual bahkan banyak ditemukan diberbagai dunia.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |