Liputan6.com, Jakarta - Tradisi Jawa menyimpan banyak kearifan lokal yang tak lekang oleh waktu. Salah satunya adalah Topo Ngeli Sunan Muria, sebuah metode dakwah yang mengajarkan pentingnya membaur dengan masyarakat dan menenangkan diri dari hiruk-pikuk dunia. Jika dilihat dalam konteks kekinian, ajaran ini sangat relevan dengan konsep digital detox atau detoks digital—upaya untuk menjauh sementara dari teknologi agar jiwa kembali tenang.
Topo Ngeli Sunan Muria menjadi pengingat bahwa keseimbangan batin hanya dapat dicapai jika manusia mampu mengendalikan diri dari arus kesibukan dunia. Sunan Muria tidak hanya mengajarkan tentang dakwah yang lembut, tetapi juga tentang introspeksi diri melalui ketenangan, sebagaimana orang masa kini berusaha menemukan kedamaian dengan menjauh sejenak dari layar gawai.
Metode Topo Ngeli secara harfiah berarti “bertapa dengan cara menghanyutkan diri.” Bukan dalam arti pasrah, melainkan membaur dengan masyarakat untuk memahami kehidupan mereka secara nyata. Sunan Muria turun langsung ke tengah rakyat, hidup sederhana bersama nelayan dan petani, hingga akhirnya menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang membumi.
Pendekatan ini menjadikan dakwahnya diterima tanpa paksaan. Ia memahami bahwa untuk menyentuh hati, seseorang harus terlebih dahulu menjadi bagian dari kehidupan orang yang ingin diajaknya. Dalam konteks masa kini, ini dapat diartikan sebagai kemampuan untuk “terhubung secara nyata” tanpa harus bergantung pada koneksi digital.
Menyepi di Tengah Bisingnya Dunia
Topo Ngeli mengajarkan seni menarik diri dari keramaian demi menemukan keseimbangan batin. Sunan Muria sering menyepi di daerah pegunungan, bukan untuk menjauh, tetapi untuk memahami kehidupan rakyat kecil.
Konsep ini kini diterjemahkan dalam bentuk digital detox, di mana seseorang menyingkir sejenak dari media sosial untuk menenangkan pikiran.
Seperti halnya Sunan Muria yang meninggalkan pusat keramaian kerajaan, banyak orang masa kini juga mulai mencari “gunung” versinya sendiri—tempat tenang tanpa notifikasi, tanpa tekanan digital.
Keduanya sama-sama mengarah pada pencarian makna hidup yang lebih dalam.
Mencari Ketenangan Batin
Topo Ngeli dilakukan untuk mengosongkan batin agar ilham datang dengan jernih. Dalam praktik modern, digital detox juga memiliki tujuan serupa: mengurangi stres, menurunkan kecemasan, dan memulihkan kejernihan pikiran dari paparan informasi berlebih.
Sunan Muria mengajarkan bahwa ketenangan bukan ditemukan di luar diri, tetapi dalam kesadaran akan makna hidup. Ketika manusia terhanyut dalam dunia maya, ia sering kehilangan kesadaran itu. Maka, Topo Ngeli bisa menjadi inspirasi untuk melakukan “puasa digital” agar batin tetap bersih.
Hidup Sederhana Bersama Rakyat
Sunan Muria memilih tinggal bersama masyarakat pegunungan yang hidupnya sederhana. Dari mereka, ia belajar tentang kesabaran, keikhlasan, dan kebersamaan. Digital detox pun mengajarkan hal serupa—kembali menikmati kehidupan nyata, berbincang langsung, menatap mata orang lain, tanpa perantara layar.
Kesederhanaan dalam hidup menjadi inti ajaran Sunan Muria. Ia ingin mengingatkan bahwa nilai kehidupan tidak diukur dari status atau kepemilikan, tetapi dari kemampuan manusia untuk hadir secara utuh di tengah sesama.
Persamaan Topo Ngeli dan Digital Detox
Baik Topo Ngeli maupun digital detox mengajarkan manusia untuk menarik diri sejenak dari keramaian dunia. Bedanya, Sunan Muria melakukannya untuk tujuan spiritual dan dakwah, sedangkan manusia modern melakukannya untuk menjaga kesehatan mental.
Namun keduanya memiliki kesamaan penting: sama-sama menekankan pentingnya “kehadiran penuh.” Dalam Topo Ngeli, kehadiran itu ditujukan untuk masyarakat; dalam digital detox, kehadiran itu ditujukan untuk diri sendiri dan orang terdekat.
Topo Ngeli dan detoks digital sama-sama mengembalikan manusia pada kehidupan nyata. Saat seseorang menonaktifkan media sosial, ia sebenarnya sedang meniru langkah Sunan Muria—menyepi agar bisa kembali dengan perspektif yang lebih jernih.
Dalam kedua konsep ini, menarik diri bukan berarti lari dari dunia, melainkan menguatkan diri untuk kembali menjalani kehidupan dengan cara yang lebih seimbang.
Perbedaan Topo Ngeli dan Digital Detox
Meski mirip, keduanya berbeda dalam tujuan dan orientasi. Topo Ngeli adalah jalan dakwah dan spiritualitas, sedangkan digital detox adalah jalan pemulihan psikis.
Sunan Muria berinteraksi intens dengan masyarakat setelah ber-tapa, sementara digital detox lebih menekankan pengurangan interaksi digital untuk sementara. Satu mengarah ke pembauran sosial, satu lagi ke refleksi personal.
Namun, keduanya sama-sama menolak keterikatan berlebihan—baik pada dunia materi maupun dunia maya.
Topo Ngeli berfokus pada kebersamaan. Sunan Muria membaur dengan rakyat, ikut memancing, berdagang, dan bekerja. Dalam hal ini, ia tidak hanya “turun gunung” secara fisik, tetapi juga secara spiritual.
Di era digital, konsep ini bisa diterapkan dengan cara membaur kembali dengan masyarakat tanpa filter media sosial—ikut kerja bakti, berkumpul di warung kopi, atau berbicara langsung tanpa notifikasi yang mengganggu.
Penerapan Topo Ngeli di Era Digital
Di masa kini, Topo Ngeli bisa menjadi inspirasi untuk menjalani hidup yang lebih sadar. “Ngeli ning ojo keli”—ikut arus, tapi jangan hanyut. Prinsip ini sangat relevan dengan kehidupan digital yang menuntut keseimbangan antara konektivitas dan kesadaran diri.
Melakukan detoks digital secara rutin bisa menjadi bentuk modern dari Topo Ngeli. Caranya sederhana: menjauh dari gawai, kembali ke alam, dan berinteraksi dengan masyarakat nyata.
Topo Ngeli juga mengajarkan pentingnya mengenal batas. Sama seperti kita perlu batas waktu penggunaan media sosial, Sunan Muria juga mengatur waktu untuk menyepi dan kembali berbaur. Ini adalah siklus yang menyehatkan jiwa dan pikiran.
Dalam dunia yang serba cepat, ajaran ini mengingatkan kita bahwa jeda bukan kelemahan, melainkan kebutuhan manusia.
Spiritualitas dalam Dunia Digital
Topo Ngeli menunjukkan bahwa spiritualitas sejati lahir dari keterhubungan manusia dengan sesama dan Tuhannya. Dalam dunia digital, spiritualitas sering terkikis oleh citra dan ego yang dibangun di dunia maya.
Dengan semangat Topo Ngeli, manusia diajak untuk menenangkan diri, merefleksi hidup, dan menggunakan teknologi secara bijak. Detoks digital bukan berarti menolak teknologi, tetapi menggunakannya dengan kesadaran dan batas.
Topo Ngeli Sunan Muria adalah contoh nyata bagaimana tradisi lama dapat memberi arah bagi kehidupan modern. Ketika dunia semakin bising oleh informasi, manusia justru membutuhkan keheningan untuk mendengar suara hati.
Maka, Topo Ngeli bukan sekadar ajaran masa lalu, tetapi panduan hidup untuk masa depan.
People Also Talk:
1 Apa itu Topo Ngeli Sunan Muria?Topo Ngeli adalah metode dakwah Sunan Muria dengan cara menghanyutkan diri di tengah masyarakat untuk memahami kehidupan mereka secara langsung.
2 Bagaimana kaitannya dengan digital detox?Keduanya sama-sama mengajarkan jeda dan refleksi diri dengan menarik diri sementara dari kesibukan, baik sosial maupun digital.
3. Apa manfaat Topo Ngeli di era modern?Membantu manusia menyeimbangkan antara kehidupan digital dan kehidupan nyata, serta mengasah kesadaran sosial dan spiritual.
4. Mengapa ajaran ini masih relevan?Karena manusia modern tetap membutuhkan ruang hening untuk menata batin dan memperkuat hubungan sosial di dunia nyata.
5. Apa pesan utama dari Sunan Muria?Hidup harus mengalir bersama zaman, tapi jangan sampai hanyut kehilangan jati diri.

2 days ago
8
:strip_icc()/kly-media-production/promo_images/1/original/085223300_1761037787-Desktop_1280_x_190.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5082269/original/032884500_1736233897-1736231251952_flexing-itu-apa.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3433074/original/r-view-beautiful-asian-muslim-woman-wearing-white-sleepwear-stretching-her-arms-after-getting-up-morning-sunrise-cute-young-girl-with-blue-hijab-standing-relaxing-while-looking-away_44289-1276__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4628436/original/095598200_1698637528-8712637.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3954600/original/001373400_1646637027-3110.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5169862/original/050122900_1742550938-pexels-shukran-2103130.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4262146/original/085381500_1671090332-pexels-alena-darmel-8164382.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5142778/original/047144800_1740471441-pexels-mikhail-nilov-9783906.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365524/original/054763800_1759199598-Wanita_muslim_membaca_buku_di_kasur.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365523/original/042845000_1759199598-Dua_wanita_muslimah_membaca_buku.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5391374/original/020932200_1761311781-pant4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5380435/original/008084100_1760424585-Pria_berdoa_setelah_sholat__Pexels_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4975694/original/033193500_1729565937-nama-wali-songo.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/930714/original/070224300_1437079645-sunan-giri.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4787028/original/057370300_1711568364-WhatsApp_Image_2024-03-28_at_02.38.08.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1935315/original/054978200_1519567737-Topeng_Losari_Berusia_Ratusan_Tahun.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1634728/original/051392600_1498556758-1__rain-316580_960_720__Pixabay.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/930720/original/2cda8888ff3dd5f06447f220aa1aec02-desabebel.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5167593/original/083515700_1742364471-Kesehatan_mata.jpg)





























