Liputan6.com, Jakarta - Sunan Giri, yang bernama asli Raden Paku atau Raden Ainul Yaqin, merupakan salah satu tokoh sentral dalam jajaran Wali Songo yang memiliki peran besar dalam proses penyebaran di Jawa. Dalam strata sosial Wali Songo, Sunan Giri menjadi salah satu yang 'dituakan' mempertimbangkan berbagai aspek seperti latar belakang.
Yudhi AW menuliskan kisah epik Sunan Giri dalam buku berjudul 'Giri'. Yudhi mendeskripsikan Sunan Giri sebagai penghulu para wali. Dia juga memiliki garis keturunan raja besar Kerajaan Mapajahit yakni Hayam Wuruk dan memiliki hubungan darah dengan ulama ulama hebat sekelas Syekh Maulana Ishaq dan Sunan Ampel.
Sunan Giri juga pernah pernah diamanahi Pangeran Kerthabumi atau Brawijaya V menggantikan sementara kedudukannya saat Majapahit dijatuhkan oleh Girindra Wardhana.
Sunan Giri mengembangkan model dakwah yang seirama dengan anggota wali songo lainnya. Di lain sisi, Dalam Babad Tanah Jawi, Sunan Giri adalah sosok yang memberi legitimasi raja-raja Jawa yang kala itu sedang dalam masa transisi.
Sejarah dan Latar Kehidupan Sunan Giri
Dalam lintasan sejarah Islam di Jawa, nama Sunan Giri, yang juga dikenal sebagai Raden Paku atau Raden Ainul Yaqin, menjadi salah satu figur sentral dalam Wali Songo.
Laily Khumaidiyah dalam jurnalnya yang berjudul Pemikiran Pendidikan Islam Sunan Giri dan Sunan Bonang (2020) menuturkan bahwa Raden Paku adalah putra dari Maulana Ishaq, ulama besar penyebar Islam di Blambangan, dengan Dewi Sekardadu, putri penguasa daerah itu.
Kisah hidupnya menyimpan nuansa mistik sekaligus simbolik. Saat bayi, ia sempat dihanyutkan ke laut dan kemudian ditemukan oleh Nyai Gede Pinatih, seorang saudagar perempuan di Gresik yang kemudian mengasuhnya.
Dari sanalah ia menempuh pendidikan agama di bawah bimbingan Sunan Ampel di Surabaya, sebelum kemudian melanjutkan studi ke Samudra Pasai, pusat peradaban Islam di Nusantara kala itu.
Sepulang dari perantauan, Raden Paku mendirikan pusat dakwah dan pendidikan yang kelak dikenal sebagai Giri Kedaton, di Bukit Giri, Gresik.
Menurut Khumaidiyah pendirian Giri Kedaton bukan semata langkah spiritual, melainkan juga politik-budaya. “Sunan Giri membangun lembaga yang berperan sebagai pusat dakwah dan pendidikan Islam pertama di Jawa Timur,” tulisnya.
Dari sinilah pengaruh Giri menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Madura, Lombok, hingga Maluku.
Jaringan Dakwah
Dari sisi sanad keilmuan, Sunan Giri memiliki garis langsung dengan jaringan ulama besar Asia Tenggara. Ia adalah murid Sunan Ampel, sekaligus penerus ajaran Maulana Ishaq yang membawa tradisi keilmuan dari Samarkand dan Pasai. Karena itu, ajarannya menggabungkan disiplin syariah, akhlak, dan spiritualitas yang kuat.
Penelitian oleh I Putu Adi Saputra dan Lianda Dewi Sartika dalam jurnal Analisis Peranan Sunan Giri dalam Proses Islamisasi di Jawa Berdasarkan Fungsi AGIL (2020) menjelaskan bahwa Giri Kedaton kemudian berfungsi sebagai “pusat penyebaran dan adaptasi nilai Islam di Jawa”, yang memainkan empat fungsi sosial sebagaimana teori AGIL dari Talcott Parsons: adaptation, goal attainment, integration, dan latency.
Melalui fungsi-fungsi itu, Giri menjadi titik sentral dalam proses integrasi masyarakat yang sedang bertransformasi dari Hindu-Buddha menuju Islam. Bisa jadi jaringan dakwah Sunan Giri lah yang terluas dibanding wali songo lainnya.
Dari pusat dakwah di Gresik, pengaruh Sunan Giri meluas ke Madura, di mana para santri Giri berhasil menanamkan ajaran Islam melalui hubungan sosial dan kekerabatan. Para santri yang menimba ilmu di Giri tak hanya belajar teologi, tetapi juga membawa misi dakwah ke daerah asal mereka. “Dari Giri Kedaton lahir para muballigh yang membawa Islam ke Madura, Sulawesi, bahkan ke Kepulauan Maluku,” tulis Saputra dan Sartika.
Jaringan dakwah Giri juga mencapai Lombok, Bali Timur, Sulawesi, hingga Kepulauan Maluku. Murid-murid Sunan Giri menyebarkan ajaran Islam ke wilayah timur Nusantara melalui jalur perdagangan dan hubungan diplomatik. Bahkan beberapa raja Ternate dan Tidore diketahui menjalin hubungan keagamaan dengan Giri Kedaton, menjadikan Giri sebagai pusat otoritas spiritual yang diakui di luar Jawa.
Bahwa pengaruh Giri bahkan turut mewarnai legitimasi politik kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan sekitarnya. Secara keseluruhan, jaringan dakwah Sunan Giri mencerminkan sistem penyebaran Islam yang edukatif, integratif, dan berakar pada budaya lokal. Melalui pendidikan, seni, dan diplomasi, ia berhasil menjadikan Islam bagian dari identitas sosial masyarakat Nusantara.
Model Dakwah Sunan Giri: Lagu dan Dolanan Anak
Keberhasilan Sunan Giri dalam menanamkan Islam di Jawa tidak semata karena kekuatan dogmatis, tetapi karena kemampuannya mengharmonikan dakwah dengan budaya lokal. Ia dikenal menggunakan pendekatan pendidikan, kesenian, dan tradisi rakyat sebagai medium dakwah.
Menurut Khumaidiyah dalam Pemikiran Pendidikan Islam Sunan Giri Dan Sunan Bonang: Analisis Deskriptif dan Teks Wacana, materi ajar di Giri Kedaton mencakup empat pokok utama: akidah, fiqih, akhlak, dan tauhid.
Pembelajarannya menekankan keseimbangan antara ilmu agama dan moral sosial. Giri Kedaton juga berfungsi sebagai pesantren pertama di Jawa Timur yang menerapkan sistem asrama, pengajian berjenjang, dan hubungan guru–murid yang kuat.
Sunan Giri juga terkenal menggunakan karya budaya sebagai sarana dakwah. Ia menciptakan lagu-lagu dolanan anak seperti Cublak-cublak Suweng dan Jelungan yang menyimpan pesan spiritual tersembunyi.
Misalnya, dalam Cublak-cublak Suweng, makna pencarian “suweng” (anting) adalah simbol pencarian hakikat kebenaran.
Dengan demikian, masyarakat yang tidak terbiasa dengan bahasa Arab atau kitab, tetap bisa memahami pesan moral Islam melalui budaya mereka sendiri.
Dalam konteks teori sosial, Saputra dan Sartika (2020) menilai metode ini merupakan bentuk adaptation, yakni kemampuan sistem sosial Islam menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya lokal. Dakwah semacam ini berhasil menciptakan penerimaan sosial yang luas tanpa konflik.
Sunan Giri dalam Transisi dari Majapahit
Ketika Majapahit berada di ambang kehancuran, Giri Kedaton muncul sebagai poros baru kekuatan spiritual. M. Ilham Wahyudi dalam Sunan Giri dalam Legitimasi Kekuasaan Mataram pada Babad Tanah Jawi (UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019) mencatat bahwa Sunan Giri memainkan peran penting dalam memberi legitimasi religius terhadap munculnya kekuasaan baru, yakni Kesultanan Demak.
Peran Sunan Giri dalam masa transisi ini sangat penting. Ketika Raden Patah mendirikan Kesultanan Demak, ia tidak langsung mengklaim kekuasaan tanpa restu spiritual. Restu Sunan Giri dianggap sebagai pengesahan moral dan religius terhadap berdirinya kerajaan Islam pertama di Jawa tersebut.
“Raden Patah tidak serta-merta menjadi Sultan Demak tanpa restu Sunan Giri; restu itu menjadi simbol bahwa kekuasaan politik harus mendapat pengesahan dari otoritas religius.” tulisnya.
Artinya, Sunan Giri berperan sebagai legitimator moral yang memastikan bahwa peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Demak terjadi dalam kerangka nilai Islam.
Dengan demikian, sejak awal berdirinya Demak, hubungan antara Giri dan kerajaan Islam di Jawa bersifat saling menguatkan: Giri memberikan legitimasi spiritual, sedangkan kerajaan memberikan dukungan politik bagi dakwah Islam.
Sunan Giri dalam Legitimasi Kekuasaan Mataram
Peran legitimatif Sunan Giri tidak berhenti pada masa Kesultanan Demak, melainkan berlanjut hingga periode Mataram Islam. Dalam naskah Babad Tanah Jawi (BTJ), figur Giri, atau keturunannya yang bergelar Prabu Satmata, disebut sebagai “ulama agung yang restunya menentukan sah atau tidaknya kekuasaan raja”.
Menurut Wahyudi, penggambaran ini bukan sekadar kisah simbolik, tetapi bentuk nyata dari politik legitimasi religius yang dijalankan oleh kekuasaan Mataram. BTJ ditulis untuk memperkuat pandangan bahwa kekuasaan raja Mataram memiliki dasar spiritual yang sah melalui restu dari Giri Kedaton.
Restu Prabu Satmata merupakan simbol hubungan simbiosis antara ulama dan umara, di mana kekuasaan duniawi (raja) memperoleh legitimasi dari otoritas spiritual (Giri). Dalam struktur masyarakat Jawa-Islam, restu ulama seperti Sunan Giri memiliki nilai sakral yang lebih tinggi daripada kekuasaan politik semata.
Oleh karena itu, Panembahan Senapati, pendiri Mataram, dalam narasi Babad Tanah Jawi dikisahkan harus terlebih dahulu memperoleh restu dari keturunan Giri sebelum mendirikan kekuasaan Mataram. Wahyudi menegaskan bahwa “legitimasi dari Giri merupakan kunci pengesahan spiritual bagi Mataram agar diakui sebagai kerajaan Islam pewaris sah Demak.” Dengan demikian, Giri berfungsi sebagai “penghubung otoritatif” antara kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Penggunaan figur Giri dalam BTJ ditafsirkan sebagai bagian dari strategi ideologis Mataram. Dengan mengaitkan asal-usul Mataram pada restu ulama Giri, penulis BTJ berupaya meneguhkan citra raja sebagai pemimpin religius yang memperoleh mandat ilahi. Narasi ini memberi kesan bahwa kekuasaan raja bukan hasil ambisi politik, melainkan kelanjutan dari kehendak spiritual.
Pengakuan Giri terhadap Mataram adalah bentuk ‘penyucian politik’ dan membuat kekuasaan menjadi suci di mata rakyat.” Artinya, Babad Tanah Jawi menggunakan figur Sunan Giri untuk menciptakan basis moral dan teologis bagi kekuasaan Mataram.
Legitimasi ini kemudian mengalami pergeseran. Setelah Giri Kedaton ditaklukkan oleh Sultan Agung, legitimasi spiritual Giri tidak lagi bersifat politis, melainkan berubah menjadi simbol memori religius masyarakat Jawa.
Walau kekuasaan politik Giri berakhir, namanya tetap hidup dalam kesadaran kultural sebagai lambang kesucian, kebijaksanaan, dan restu ilahi. Dengan demikian, figur Sunan Giri dalam Babad Tanah Jawi adalah jembatan antara agama dan kekuasaan, simbol bahwa tak ada kekuasaan duniawi yang sah tanpa restu spiritual.
Pengaruh Dakwah Sunan Giri
Dari Giri, ajaran Islam menyebar secara meluas. Para santri dan ulama lulusan Giri menjadi pelopor islamisasi di daerah-daerah pesisir timur. Khumaidiyah (2020) menyebut jaringan dakwah Giri tidak hanya bersifat religius, tetapi juga sosial-ekonomis, karena banyak santri yang menjadi pedagang, guru, dan pejabat lokal yang membawa nilai Islam ke ruang publik.
Secara geografis, pengaruh Giri meluas hingga Madura, Bali bagian timur, Sulawesi Selatan, hingga Kepulauan Maluku.
Jaringan dakwah ini menunjukkan bahwa Giri Kedaton bukan hanya pusat keagamaan, melainkan juga pusat peradaban Islam Nusantara.
Hal ini merepresentasikan fungsi Integration dan Latency, yaitu kemampuan sistem untuk mempersatukan dan mempertahankan nilai-nilai sosial yang baru (Saputra & Sartika, 2020).
Relevensi Pemikiran Pendidikan Islam Sunan Giri
Dalam konteks pendidikan, Sunan Giri sebagai pelopor pendidikan Islam yang menyeimbangkan transfer ilmu dengan pembentukan karakter. Ia menolak sistem hafalan dogmatis, dan lebih menekankan penghayatan nilai.
Sunan Giri juga mengajarkan pentingnya keteladanan (uswah) guru. Guru bukan hanya pengajar, tetapi panutan moral bagi masyarakat. Karena itu, pesantren Giri menjadi model pembelajaran berbasis komunitas, jauh sebelum sistem pendidikan modern diterapkan di Nusantara.
Gagasan dan strategi dakwah Sunan Giri memiliki resonansi kuat dengan isu keagamaan kontemporer:
Pertama, pendekatannya yang akomodatif terhadap budaya lokal mencerminkan semangat Islam rahmatan lil ‘alamin, yang kini menjadi prinsip moderasi beragama nasional.
Kedua, konsep pendidikannya yang menyeimbangkan akidah dan moral sosial relevan dengan pendidikan karakter di era modern.
Sunan Giri menunjukkan bahwa islamisasi bukan proses pemaksaan, tetapi adaptasi dan integrasi nilai.
People also Ask:
1. Siapa nama Sunan Giri?
Nama Sunan Giri adalah Raden Paku atau Raden 'Ainul Yaqin. Ia juga memiliki nama lain seperti Sultan Abdul Faqih, Prabu Satmata, dan Joko Samudro.
2. Sunan Giri terkenal karena apa?
Sunan Giri adalah anggota Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di daerah Kabupaten Gresik. Sunan Giri membangun Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa yang pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
3. Sunan Giri bertempat di mana?
Sunan Giri dimakamkan di Gresik, Jawa Timur, lebih tepatnya di Dusun Giri Gajah, Desa Giri, Kecamatan Kebomas. Lokasinya berada di atas sebuah bukit dan berjarak sekitar 4 km dari pusat kota Gresik.
4. Sunan Giri menciptakan apa?
Sunan Giri menciptakan berbagai karya seni sebagai metode dakwah, termasuk permainan anak-anak seperti Jelungan, Jamuran, Gendi Gerit, dan Cublak-cublak Suweng, serta beberapa gending atau instrumental Jawa seperti Asmaradana dan Pucung. Ia juga menciptakan tembang-tembang Jawa seperti "Lir-ilir" dan "Padang Bulan" untuk menyebarkan ajaran Islam melalui budaya yang disukai masyarakat lokal.

16 hours ago
1
:strip_icc()/kly-media-production/promo_images/1/original/085223300_1761037787-Desktop_1280_x_190.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5082269/original/032884500_1736233897-1736231251952_flexing-itu-apa.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3433074/original/r-view-beautiful-asian-muslim-woman-wearing-white-sleepwear-stretching-her-arms-after-getting-up-morning-sunrise-cute-young-girl-with-blue-hijab-standing-relaxing-while-looking-away_44289-1276__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4628436/original/095598200_1698637528-8712637.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3954600/original/001373400_1646637027-3110.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5169862/original/050122900_1742550938-pexels-shukran-2103130.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4262146/original/085381500_1671090332-pexels-alena-darmel-8164382.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5142778/original/047144800_1740471441-pexels-mikhail-nilov-9783906.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365524/original/054763800_1759199598-Wanita_muslim_membaca_buku_di_kasur.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365523/original/042845000_1759199598-Dua_wanita_muslimah_membaca_buku.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5391374/original/020932200_1761311781-pant4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5380435/original/008084100_1760424585-Pria_berdoa_setelah_sholat__Pexels_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4975694/original/033193500_1729565937-nama-wali-songo.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4787028/original/057370300_1711568364-WhatsApp_Image_2024-03-28_at_02.38.08.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/930718/original/070650000_1437079645-sunan-muria-kabarmakkah.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1935315/original/054978200_1519567737-Topeng_Losari_Berusia_Ratusan_Tahun.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1634728/original/051392600_1498556758-1__rain-316580_960_720__Pixabay.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/930720/original/2cda8888ff3dd5f06447f220aa1aec02-desabebel.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5167593/original/083515700_1742364471-Kesehatan_mata.jpg)





























