Liputan6.com, Jakarta - Kisah toleransi Sunan Kudus menjadi salah satu legenda paling bermakna dalam sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa. Salah satu bentuk toleransi yang paling terkenal adalah larangan menyembelih sapi sebagai penghormatan kepada umat Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci. Konsep ini menunjukkan betapa dalamnya nilai kemanusiaan dan kebijaksanaan dalam dakwah Sunan Kudus.
Toleransi Sunan Kudus bukan hanya sekadar ajaran, tetapi juga tindakan nyata yang menyejukkan hubungan antarumat beragama. Dalam konteks ini, larangan menyembelih sapi menjadi simbol akulturasi budaya yang harmonis antara Islam dan kepercayaan lokal, yang kini bahkan bisa diartikan sebagai bentuk kearifan sosial yang masih relevan hingga zaman modern.
Kisah ini bermula ketika Sunan Kudus melihat bahwa mayoritas masyarakat Kudus kala itu masih menganut ajaran Hindu dan Buddha. Untuk menghindari gesekan budaya, ia melarang umat Islam di daerahnya menyembelih sapi pada perayaan Idul Adha, dan menggantinya dengan kerbau.
Langkah tersebut bukan hanya bentuk empati, melainkan juga strategi dakwah yang penuh hikmah. Dengan menghargai keyakinan masyarakat setempat, ia berhasil menarik simpati mereka dan menanamkan nilai-nilai Islam secara damai.
Toleransi Sunan Kudus dan Nilai Dakwah Damai
Keputusan Sunan Kudus untuk tidak menyembelih sapi menjadi simbol bagaimana Islam bisa hadir dengan cara yang lembut. Ia tidak datang untuk menghapus budaya, melainkan mengharmonisasikannya dengan ajaran tauhid.
Dalam situasi masyarakat multikepercayaan seperti Jawa kala itu, sikap ini membuat ajaran Islam diterima tanpa paksaan. Masyarakat Hindu pun merasa dihormati, bahkan banyak di antara mereka yang akhirnya tertarik untuk mengenal Islam lebih jauh.
Kisah toleransi ini juga tercermin dalam kehidupan sosial masyarakat Kudus hingga kini. Tradisi mengganti sapi dengan kerbau masih dilestarikan saat Idul Adha. Bahkan kuliner khas Kudus, seperti soto kerbau dan sate kerbau, menjadi bukti nyata keberlanjutan nilai-nilai itu.
Larangan menyembelih sapi bukan hanya ajaran simbolik, melainkan juga wujud nyata bagaimana Sunan Kudus mempraktikkan tepo sliro—sebuah nilai luhur Jawa yang berarti empati terhadap sesama.
Strategi Dakwah Penuh Kearifan
Toleransi Sunan Kudus juga menunjukkan kecerdikan dalam strategi dakwah. Dengan tidak menyinggung kepercayaan masyarakat Hindu-Buddha, ia membuka ruang dialog dan rasa ingin tahu yang besar terhadap ajaran Islam.
Bahkan beberapa masyarakat saat itu mengira Sunan Kudus adalah titisan Dewa Siwa karena sikap hormatnya terhadap sapi.
Namun justru dari situ, benih dakwah mulai tumbuh—masyarakat datang, bertanya, dan akhirnya memahami Islam secara lebih dekat.
Menghormati Hewan Sakral dan Kepercayaan Lain
Bagi umat Hindu, sapi adalah lambang kesucian dan sumber kehidupan. Sunan Kudus memahami makna spiritual ini dengan baik. Ia tidak ingin Islam hadir sebagai ancaman terhadap nilai yang sudah berakar di masyarakat.
Sebaliknya, ia menunjukkan bahwa Islam menghormati segala bentuk kebaikan, termasuk nilai-nilai yang menjunjung kasih sayang terhadap makhluk hidup. Dengan mengganti sapi dengan kerbau, ia menanamkan pesan bahwa agama datang bukan untuk merusak, melainkan untuk menyempurnakan.
Ajaran ini menjadi bentuk toleransi yang konkret, bukan hanya diucapkan tetapi dipraktikkan. Sikap Sunan Kudus memperlihatkan bahwa dakwah tidak harus dilakukan dengan kekerasan, melainkan dengan empati dan pemahaman budaya.
Di tengah tantangan sosial yang kompleks, prinsip ini tetap relevan untuk diterapkan, terutama di era digital di mana intoleransi sering kali lahir dari miskomunikasi dan kurangnya pemahaman.
Toleransi Sebagai Pondasi Sosial
Toleransi yang diajarkan Sunan Kudus berakar pada filosofi “tepo sliro”—menempatkan diri di posisi orang lain. Ia memahami bahwa perubahan tidak bisa dipaksakan, melainkan harus diiringi rasa hormat dan kesadaran bersama.
Nilai ini sejalan dengan prinsip keberagaman di Indonesia. Dengan tidak menyembelih sapi, masyarakat Kudus menunjukkan bahwa Islam dapat beradaptasi dengan kearifan lokal tanpa kehilangan esensinya.
Sikap ini juga menegaskan bahwa dakwah bukan sekadar menyampaikan ajaran, tetapi juga membangun hubungan sosial yang sehat. Sunan Kudus menekankan bahwa keimanan yang sejati tidak hanya terlihat dari ibadah, tetapi juga dari bagaimana manusia memperlakukan sesamanya.
Kebijaksanaannya menjadi teladan abadi bahwa agama dan kemanusiaan tidak bisa dipisahkan.
Akulturasi Islam dan Budaya Jawa
Toleransi Sunan Kudus menjadi contoh nyata akulturasi antara Islam dan budaya lokal. Dalam penyebaran Islam, para Walisongo memang dikenal memadukan nilai-nilai keislaman dengan budaya setempat tanpa menimbulkan konflik.
Sunan Kudus adalah simbol keseimbangan itu. Ia mengajarkan Islam dengan bahasa budaya, bukan dengan pemaksaan. Larangan menyembelih sapi menjadi pesan halus tentang pentingnya hidup berdampingan dalam perbedaan.
Tradisi ini juga mengakar kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kudus. Banyak keluarga yang masih menjadikan kerbau sebagai hewan kurban, bukan sekadar karena adat, tetapi karena keyakinan bahwa itu adalah warisan kebijaksanaan wali.
Hingga kini, setiap Idul Adha, suasana Kudus terasa unik—tidak ada sapi yang dikurbankan, tapi semangat ibadah tetap menyala dengan penuh kedamaian.
Warisan Toleransi yang Terjaga Hingga Kini
Ajaran toleransi Sunan Kudus tidak berhenti pada masanya. Ia diwariskan lintas generasi sebagai simbol keharmonisan antaragama di Indonesia.
Bahkan, nilai-nilai itu kini sering dijadikan rujukan dalam pendidikan karakter, terutama dalam konteks moderasi beragama. Sunan Kudus dianggap sebagai contoh konkret penerapan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Tradisi menghormati keyakinan lain ini bukan sekadar cerita sejarah, tapi menjadi praktik hidup masyarakat Kudus hingga sekarang. Dari kuliner, tradisi, hingga cara mereka berinteraksi, semua mencerminkan jejak dakwah Sunan Kudus yang damai.
Toleransi Sunan Kudus menjadi inspirasi bahwa perdamaian hanya lahir dari hati yang memahami perbedaan sebagai anugerah.
People Also Talk:
1. Apa yang dimaksud dengan Toleransi Sunan Kudus?Toleransi Sunan Kudus adalah sikap menghormati keyakinan umat Hindu dengan melarang penyembelihan sapi dan menggantinya dengan kerbau pada Idul Adha.
2. Mengapa sapi dianggap hewan suci oleh umat Hindu?Karena sapi melambangkan sumber kehidupan dan dianggap sebagai simbol kasih sayang dalam ajaran Hindu.
3. Bagaimana dampak larangan sapi terhadap dakwah Sunan Kudus?Larangan itu membuat masyarakat Hindu merasa dihormati, sehingga mereka lebih terbuka terhadap ajaran Islam.
4. Apakah tradisi ini masih ada di Kudus?Ya, hingga kini masyarakat Kudus masih menjaga tradisi tidak menyembelih sapi sebagai bentuk penghormatan pada ajaran Sunan Kudus.
5. Apa pelajaran yang bisa diambil dari Toleransi Sunan Kudus?Bahwa perbedaan bukan penghalang untuk hidup damai; toleransi dan empati justru menjadi jalan dakwah yang paling bijak.

2 days ago
7
:strip_icc()/kly-media-production/promo_images/1/original/085223300_1761037787-Desktop_1280_x_190.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5082269/original/032884500_1736233897-1736231251952_flexing-itu-apa.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3433074/original/r-view-beautiful-asian-muslim-woman-wearing-white-sleepwear-stretching-her-arms-after-getting-up-morning-sunrise-cute-young-girl-with-blue-hijab-standing-relaxing-while-looking-away_44289-1276__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4628436/original/095598200_1698637528-8712637.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3954600/original/001373400_1646637027-3110.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5169862/original/050122900_1742550938-pexels-shukran-2103130.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4262146/original/085381500_1671090332-pexels-alena-darmel-8164382.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5142778/original/047144800_1740471441-pexels-mikhail-nilov-9783906.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365524/original/054763800_1759199598-Wanita_muslim_membaca_buku_di_kasur.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365523/original/042845000_1759199598-Dua_wanita_muslimah_membaca_buku.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5391374/original/020932200_1761311781-pant4.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5380435/original/008084100_1760424585-Pria_berdoa_setelah_sholat__Pexels_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4975694/original/033193500_1729565937-nama-wali-songo.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/930714/original/070224300_1437079645-sunan-giri.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4787028/original/057370300_1711568364-WhatsApp_Image_2024-03-28_at_02.38.08.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/930718/original/070650000_1437079645-sunan-muria-kabarmakkah.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1935315/original/054978200_1519567737-Topeng_Losari_Berusia_Ratusan_Tahun.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1634728/original/051392600_1498556758-1__rain-316580_960_720__Pixabay.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5167593/original/083515700_1742364471-Kesehatan_mata.jpg)





























