Liputan6.com, Jakarta Tawakal adalah konsep mendalam dalam Islam, sering disalahpahami sebagai pasrah tanpa usaha. Padahal, tawakal adalah kombinasi antara ikhtiar maksimal dan keyakinan penuh kepada Allah SWT sebagai penentu segala sesuatu. Ini adalah sikap mental dan spiritual yang mencerminkan keyakinan bahwa setelah berusaha sekuat tenaga, hasil akhirnya berada di tangan Allah.
Dalam buku-buku klasik dan kajian ilmiah kontemporer, tawakal didefinisikan sebagai amalan hati yang timbul dari keimanan dan pengetahuan akan sifat-sifat Allah. Imam Ahmad bin Hanbal sebagaimana dikutip oleh Ibn Qayyim al-Jawziyah dalam Buku Madarij al-Salikin menyatakan bahwa tawakal adalah amalan hati yang menunjukkan bentuk ubudiyah tertinggi, yaitu hanya menggantungkan hasil kepada Allah tanpa menggugurkan kewajiban berusaha.
Tawakal juga relevan dalam pendidikan dan pembentukan karakter. Dalam Al-Qur'an, tawakal adalah kombinasi antara usaha, doa, dan penyerahan kepada kehendak Allah. Ini menjadi pendekatan psikologis yang membantu seseorang untuk tenang menghadapi ketidakpastian hidup.
Berikut Liputan6.com ulas lengkap tentang tawakal adalah dan penjelasannya dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (2/7/2025).
Bahan-bahannya terdiri dari ilmu dan iman, sabar dan syukur, takut dan harapan, usaha dan tawakal, perjuangan dan optimisme.
Tawakal: Menurut Bahasa dan Istilah
Tawakal menurut Bahasa
Secara etimologis, tawakal berasal dari bahasa Arab tawakkul, yang berarti "menyerahkan" atau "mempercayakan" suatu urusan kepada pihak lain. Dalam Kamus al-Munawwir karya Ahmad Warson Munawwir (1984:1687), kata ini diartikan sebagai tindakan mempercayakan atau menyerahkan sepenuhnya suatu urusan kepada Allah SWT. Dalam konteks keagamaan, makna bahasa ini menjadi dasar pemahaman awal tentang hubungan manusia dengan Tuhannya dalam menghadapi kehidupan.
Istilah Tawakal dalam Islam
Dalam istilah syariat, tawakal adalah sikap mental dan spiritual seorang hamba yang menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan ikhtiar atau usaha maksimal. Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dikutip oleh Ibn Qayyim al-Jawziyah dalam Madarij al-Salikin (, menyatakan bahwa tawakal adalah amalan hati yang menunjukkan bentuk ubudiyah tertinggi—yakni hanya menggantungkan hasil kepada Allah tanpa menggugurkan kewajiban berusaha.
Sementara itu, dalam karya Risalat al-Qusyairiyyah, Imam al-Qusyairi menjelaskan bahwa tawakal bukan berarti meninggalkan usaha, melainkan menyerahkan hasil usaha kepada Allah. Menurutnya, seseorang yang bertawakal tetap melakukan upaya fisik, namun hatinya tidak bergantung pada hasil usaha tersebut, melainkan kepada keputusan Allah semata.
Perbedaan Tawakal dan Pasrah: Jangan Sampai Tertukar!
Dalam kehidupan beragama, istilah "tawakal" sering kali disalahartikan sebagai "pasrah". Padahal, keduanya memiliki perbedaan makna yang mendasar. Tawakal adalah konsep aktif dalam Islam yang melibatkan usaha maksimal sebelum menyerahkan hasilnya kepada Allah, sedangkan pasrah cenderung merujuk pada sikap menyerah tanpa adanya ikhtiar. Penjelasan mengenai perbedaan ini ditemukan dalam berbagai literatur keislaman, baik dari buku klasik maupun jurnal ilmiah kontemporer.
Tawakal: Ikhtiar Disertai Kepercayaan
Menurut buku “Madarij as-Salikin” karya Ibn Qayyim al-Jawziyah (tanpa tahun), tawakal adalah tingkatan tertinggi dalam penghambaan, yaitu ketika seorang hamba menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah setelah berusaha keras. Ibn Qayyim menyebutkan bahwa tawakal adalah ‘amalan qalbiyyah’ (amalan hati) yang timbul dari keimanan dan pengetahuan akan sifat-sifat Allah, terutama sifat rububiyyah dan hikmah-Nya. Jadi, tawakal tidak mungkin dilakukan oleh seseorang yang tidak terlebih dahulu berusaha dan bertawakal hanya akan sah jika disertai dengan amal lahir.
Senada dengan itu, dalam buku “Tauhid dan Akhlak” karya H. Ahmad Rofi’ Usmani (2002), dijelaskan bahwa tawakal adalah salah satu bentuk keimanan yang harus diikuti dengan usaha yang maksimal. Dalam buku ini, tawakal digambarkan sebagai kombinasi antara ikhtiar dan penyerahan total kepada kehendak Allah. Usmani menekankan bahwa tawakal adalah cermin dari sikap optimisme seorang muslim, bukan bentuk kepasrahan tanpa arah.
Pasrah: Menyerah Tanpa Usaha
Pasrah dalam istilah sehari-hari sering digunakan untuk menggambarkan sikap tidak berdaya atau menerima keadaan tanpa usaha. Dalam pandangan Islam, sikap seperti ini kurang dianjurkan. Dalam jurnal “Konsep Tawakal dalam Pendidikan Islam” oleh Misbahul Faizah dan Syamsul Arifin (2023) yang diterbitkan dalam PUTIH: Jurnal Pengetahuan dan Hikmah, dijelaskan bahwa perbedaan utama antara tawakal dan pasrah terletak pada ada atau tidaknya usaha (ikhtiar). Pasrah lebih dekat pada fatalisme atau takdirisme, di mana seseorang menyerah sebelum berusaha. Sikap ini bertentangan dengan prinsip ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk berikhtiar sebelum bertawakal.
Dalam penelitian lain oleh Achmad Reza Hutama dkk. (2023) dalam jurnal “Konsep Tawakal Menurut Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dan Relevansinya terhadap Kehidupan Sosial”, dijelaskan bahwa menurut HAMKA, tawakal adalah sikap keberanian spiritual, sedangkan pasrah tanpa usaha adalah bentuk kelemahan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. HAMKA menegaskan bahwa tawakal menumbuhkan karakter pekerja keras dan tangguh, sedangkan pasrah justru memupuk ketidakberdayaan.
Penjelasan Para Ulama Tentang Tawakal
Ibn Qayyim al-Jawziyah dalam Madarij al-Salikin menjelaskan bahwa tawakal merupakan salah satu maqam (tingkatan) spiritual dalam perjalanan keimanan seseorang. Menurut beliau, seseorang yang bertawakal adalah mereka yang telah melalui tahapan ilmu, amal, takwa, dan zuhud. Tawakal, dalam hal ini, merupakan puncak dari kepercayaan kepada Allah yang lahir dari pemahaman mendalam tentang sifat-sifat-Nya yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui.
1. Perspektif Sufistik
Dari perspektif sufistik, Al-Qusyairi dalam Risalat al-Qusyairiyyah menyatakan bahwa tawakal adalah buah dari tauhid. Ia menjelaskan bahwa seseorang tidak dapat mencapai derajat tawakal sejati tanpa keyakinan penuh bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Oleh karena itu, tawakal juga erat kaitannya dengan sikap ridha dan sabar.
2. Penjelasan Secara kontekstual
Penjelasan yang lebih kontekstual diberikan oleh HAMKA dalam kajian yang diangkat oleh Achmad Reza Hutama dkk. dalam jurnal “Konsep Tawakal Menurut Abdul Malik Karim Amrullah dan Relevansinya terhadap Kehidupan Sosial” (2023). HAMKA memandang tawakal sebagai bentuk keberanian spiritual, yakni sikap keberanian untuk tetap bertindak dalam batas kemampuan manusia sambil menyerahkan hasilnya kepada Allah. Menurutnya, tawakal menumbuhkan karakter kuat, bermental tangguh, dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan sosial.
3. Tawakal Kombinasi doa dan Usaha
Senada dengan itu, dalam jurnal PUTIH: Jurnal Pengetahuan dan Hikmah (2023), Misbahul Faizah dan Syamsul Arifin menegaskan bahwa tawakal relevan dalam pendidikan dan pembentukan karakter. Mereka menyebutkan bahwa tawakal dalam Al-Qur’an adalah kombinasi antara usaha, doa, dan penyerahan kepada kehendak Allah. Ini juga menjadi pendekatan psikologis yang membantu seseorang untuk tenang menghadapi ketidakpastian hidup.
Keutamaan Tawakal Kepada Allah: Sumber Ketenangan dan Kekuatan
Keutamaan tawakal bukan hanya dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadits, tetapi juga dibahas secara mendalam dalam berbagai karya ilmiah dan buku keislaman.
1. Tawakal dalam Perspektif Ulama Klasik
Dalam Madarij as-Salikin karya Ibn Qayyim al-Jawziyah (tanpa tahun), tawakal dijelaskan sebagai maqam tertinggi seorang hamba kepada Rabb-nya. Menurut Ibn Qayyim, tawakal adalah sikap hati yang didasarkan pada pengetahuan tentang Allah dan keyakinan bahwa hanya Dia yang menentukan hasil akhir.
Keutamaannya, kata Ibn Qayyim, adalah bahwa Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang bertawakal, sebagaimana termaktub dalam QS. Ali Imran: 159, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya."
2. Tawakal sebagai Puncak Keimanan
Dalam buku Tauhid dan Akhlak karya Ahmad Rofi' Usmani (2002), dijelaskan bahwa tawakal bukan sekadar menyerah, tetapi merupakan puncak keimanan. Usmani menyebutkan bahwa tawakal adalah bentuk optimisme spiritual. Seorang yang bertawakal akan tetap tenang dalam menghadapi masalah, sebab ia yakin bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah dengan penuh hikmah. Usmani menekankan bahwa tawakal melahirkan ketenangan batin dan menjadi perisai dari rasa takut serta gelisah.
3. Tawakal sebagai Sumber Ketenangan Hidup
Penelitian dari jurnal PUTIH: Jurnal Pengetahuan dan Hikmah oleh Misbahul Faizah dan Syamsul Arifin (2023) menyebutkan bahwa tawakal memberi kontribusi besar terhadap kesehatan mental dan ketangguhan psikologis umat Islam. Dalam kajian mereka, tawakal bukan hanya sikap spiritual tetapi juga berdampak pada pengambilan keputusan yang rasional dan sabar. Mereka menyimpulkan bahwa keutamaan tawakal tampak dalam kemampuannya menjaga kestabilan emosi dalam kondisi sulit.
4. Relevansi Tawakal di Kehidupan Sosial
Jurnal “Konsep Tawakal Menurut Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dan Relevansinya terhadap Kehidupan Sosial” oleh Achmad Reza Hutama dkk. (2023) menjelaskan bahwa menurut HAMKA, tawakal adalah sumber kekuatan sosial. HAMKA mengartikan tawakal sebagai keberanian yang berakar dari keimanan.
Dalam karya-karyanya, seperti Tafsir al-Azhar, HAMKA menyebut bahwa orang yang bertawakal tidak akan mudah patah semangat dalam menghadapi rintangan, karena mereka memiliki sandaran spiritual yang kokoh.
Cara Menerapkan Tawakal dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam buku Tauhid dan Akhlak karya Ahmad Rofi’ Usmani (2002), tawakal dijelaskan sebagai sikap aktif yang dimulai dari ikhtiar. Usmani menjelaskan bahwa seorang Muslim harus berusaha dengan maksimal dalam setiap urusannya—baik dalam belajar, bekerja, maupun menghadapi ujian hidup—lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah. Beliau menekankan bahwa bentuk nyata penerapan tawakal adalah tetap optimis dalam bekerja keras, serta menerima hasilnya tanpa keluh kesah jika tidak sesuai harapan.
Misalnya, saat mencari nafkah, seorang Muslim yang bertawakal akan bekerja keras secara halal, namun tidak akan merasa putus asa ketika belum berhasil, karena ia yakin bahwa rezeki telah diatur oleh Allah. Usmani menyebut ini sebagai “kepercayaan aktif” yang seimbang antara logika dan iman.
Dalam jurnal PUTIH: Jurnal Pengetahuan dan Hikmah oleh Misbahul Faizah dan Syamsul Arifin (2023), dijelaskan beberapa cara praktis menerapkan tawakal dalam kehidupan sehari-hari. Di antaranya:
- Niat dan Doa Sebelum Beraktivitas: Menyertakan Allah sejak awal, seperti berdoa sebelum bekerja atau belajar, menunjukkan bahwa kita menyandarkan segala urusan kepada-Nya.
- Berikhtiar dengan Maksimal: Setiap Muslim dianjurkan menjalankan usaha yang sungguh-sungguh. Tanpa usaha, tawakal menjadi kosong.
- Menerima Hasil dengan Lapang Dada: Faizah dan Arifin menyebut bahwa menerima hasil tanpa mengeluh atau menyalahkan takdir adalah bentuk kedewasaan iman.
QnA Seputar Tawakal Kepada Allah
1. Kenapa kita harus bertawakal kepada Allah?
Karena Allah adalah sebaik-baik tempat bergantung, yang Maha Kuasa atas segalanya. Tawakal menunjukkan keimanan kita bahwa segala urusan di dunia ini berada dalam kekuasaan Allah, sementara kita hanya bisa berusaha dan berdoa.
2. Apa bedanya tawakal dengan pasrah?
Tawakal adalah usaha dulu baru menyerahkan hasil kepada Allah dengan ikhlas. Sementara pasrah biasanya menyerah tanpa usaha. Dalam Islam, tawakal harus didahului ikhtiar, bukan sekadar duduk diam berharap keajaiban.
3. Apakah tawakal bisa mendatangkan rezeki?
Ya, tawakal dapat menjadi sebab datangnya rezeki. Rasulullah SAW bersabda: “Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi)
4. Bagaimana cara mempraktikkan tawakal di tengah masalah hidup?
Caranya: tetap berusaha sebaik mungkin, berdoa memohon pertolongan Allah, lalu serahkan hasil akhirnya kepada Allah tanpa berkeluh kesah berlebihan. Ingatlah bahwa setiap ujian pasti ada hikmah yang Allah berikan untuk menguatkanmu.
5. Apa tanda seseorang benar-benar bertawakal?
Tandanya adalah hatinya tenang setelah berusaha, tidak mudah gelisah akan hasil, dan ridha atas ketetapan Allah. Orang yang bertawakal akan terus berusaha tanpa mengeluh dan yakin bahwa Allah pasti memberikan yang terbaik baginya.