Ummu Amarah Pejuang Wanita di Uhud, Potret Keberanian dan Kesetaraan dalam Islam

3 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Sejarah Islam mencatat banyak tokoh perempuan yang memiliki kontribusi besar dalam perjuangan dakwah Rasulullah SAW. Salah satu sosok paling menonjol adalah Nusaibah binti Ka‘ab al-Maziniyyah, yang dikenal dengan nama Ummu Amarah pejuang wanita Uhud, peristiwa Uhud yang begitu heroik.

Kontribusi Ummu Amarah sebenarnya lebih besar dari itu. Ummu Amarah adalah pelopor shahabiyah Nabi SAW Madinah, seorang wanita yang turut dalam peristiwa Baiat Aqabah dan berperan signifikan dalam dakwah yang bermuara dalam pembentukan tatanan masyarakat baru, dari Yatsrib menjadi Madinatul Munawarah.

Dalam Jurnal Peran dan Kontribusi Nusaibah Binti Ka’ab dalam Perang Uhud karya Andi Angelina Masyitho, dkk (2024), ia digambarkan sebagai figur Muslimah tangguh dari Bani Najjar yang tidak hanya berperan dalam aspek domestik, tetapi juga dalam perjuangan fisik di medan jihad.

Kisahnya yang paling dikenang adalah saat melindungi Rasulullah saat perang Uhud, dan menjadi satu-satunya kstaria wanita perisau hidup saat pasukan muslim mundur kocar-kacir.

Ummu Amarah, Perisai Nabi di Perang Uhud

Abu Abdullah Muhammad bin Sa'ad bin Mani' al-Bashri al-Hasyimi dalam Ath-Thabaqat al-Kubra mengisahkan kisah heroik Ummu Amarah dalam perang Uhud. Kala itu, sekitar 700 pasukan tentara Muslim yang dipimpin Rasulullah SAW bertempur melawan 3.000 tentara kafir di bawah komando Abu Sufyan.

Kemenangan yang hampir diraih umat Islam, berubah menjadi kekalahan, setelah pasukan Muslim mengabaikan perintah Rasulullah SAW. Salah satunya adalah pasukan pemanah yang justru turun dari bukit dan turut memungut ghanimah (harta rampasan perang). Mereka mengira pasukan Makkah telah mundur sepenuhnya.

Tanpa diduga, ketika pasukan muslim tak berada dalam formasi perang pasukan kafir pun memukul balik serangan tentara Muslim. Pasukan berkuda mendadak menyerang dari sisi bukit yang tak dilindungi para pemanah.

Mereka berniat untuk membunuh Rasulullah SAW. Melihat pasukan Muslim yang terjepit, seorang prajurit Muslimah bernama Ummu Umarah atau Nasibah binti Ka’ab al-Anshariyah justru tampil mengangkat pedang. Dengan penuh keberanian, Ummu Umarah menghadang laju tentara kafir yang berniat membunuh Nabi Muhammad SAW.

”Siang itu, sambil membawa sekendi air, saya keluar menuju Uhud untuk menyaksikan pertempuran kaum Muslimin. Awalnya, tentara Muslim memenangkan pertempuran. Namun, ketika pasukan Islam mulai kalah, saya langsung terjun ke medan laga. Saya halau segala serangan yang datang ke arah Rasulullah dengan pedang saya,” kisah Ummu Umarah seperti dituturkan Ibnu Sa’ad, dikutip dalam artikel Ummu Umarah RA Muslimah Pemberani yang Ikut Berjihad, di laman Lajnah Imaliah Indonesia.

Ummu Umarah adalah sosok Muslimah yang ikut berjihad dan pemberani, dan tidak takut mati di jalan Allah. Keberanian wanita dari Bani Mazim An-Najar itu membuat Rasulullah SAW bangga. ”Siapakah yang sanggup melakukan seperti yang engkau lakukan, wahai Ummu Umarah?” ujar Rasulullah memuji.

Keluarga Jihad

Ibnu Sa'ad mencatat, dari keluarganya, Ummu Amarah tak sendirian. Ketika Rasulullah SAW memimpin pasukannya menuju bukit Uhud, ia bersama suaminya, Ghaziyah bin Amr serta dua buah hatinya, Abdullah dan Hubaib tutur bergabung.

Awalnya, Ummu Umarah bertugas sebagai perawat tentara yang terluka serta menyediakan minuman. Namun, ketika pasukan muslim terdesak, ia segera berlari demi melindungi Nabi SAW bersama pejuang lainnya.

Dikisahkan dalam Thabaqat, Ummu Umarah tak gentar saat menghadapi Ibnu Qumai’ah yang penuh amarah hendak membunuh Rasulullah. Serangan demi serangan, ia halau dengan pedangnya. Hingga, ia mengalami luka pada bagian pundaknya.

Ummu Umarah mengisahkan peristiwa heroik yang dialaminya pada Perang Uhud dengan penuh semangat.

“Aku melihat banyak di antara kaum Muslimin yang lari kocar-kacir dan menginggalkan Rasulullah. Hingga tinggal tersissa beberapa orang yang melindungi beliau termasuk aku, kedua anakku, sedangkan suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya. Dan Rasulullah melihat aku tidak bersenjata,” ungkap Ummu Umarah.

Saat melihat seorang tentara Muslim yang mundur, Rasulullah pun berkata,”Berikan senjatamu kepada orang yang sedang berperang.”

Ummu Umarah pun lalu mengambil pedang yang dilemparkan tentara yang lari tersebut dan segera melindungi Nabi SAW dari gempuran musuh.

Tak hanya dalam Perang Uhud, Ummu Umarah pun tampil mengangkat panji-panji pasukan Muslim Perang Hunain. Tak lama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, sebagian kabilah yang dipimpin Musailamah al-Kadzab murtad. Bahkan, Musailamah mengaku sebagai nabi.

Khalifah pertama Abu Bakar ash-Shidiq pun memutuskan untuk memerangi nabi palsu itu. Mendengar kabar itu, Ummu Umarah pun segera mendatangi Abu Bakar Ash-Shidiq. Ia mohon izin untuk turut berjuang ke medan perang bersama pasukan Muslim yang akan memerangi orang-orang murtad dari Islam.

Konteks Historis Perang Uhud

Perang Uhud terjadi pada 23 Maret 625 M (7 Syawal 3 H) di utara Madinah, sebagai balasan kaum Quraisy atas kekalahan mereka di Perang Badar.

Menurut Andi Angelina Masyitho, dkk, perang ini dipicu oleh upaya Abu Sufyan bin Harb dan para pemimpin Quraisy untuk memulihkan harga diri mereka yang jatuh di Badar. Rasulullah SAW menempatkan 700 pasukan Muslim menghadapi 3.000 pasukan Quraisy, termasuk 15 perempuan yang menabuh rebana untuk membangkitkan semangat pasukan musyrik.

Dalam situasi genting ketika pasukan pemanah Muslim melanggar perintah Rasul dan meninggalkan posnya, posisi umat Islam menjadi terdesak. Saat itulah peran Ummu Amarah mencapai puncaknya.

Awalnya Ummu Amarah bertugas sebagai penyedia air dan perawat prajurit yang terluka. Namun, ketika Rasulullah ﷺ diserang oleh pasukan Quraisy dan banyak sahabat terluka atau mundur, ia spontan mengambil pedang dari seorang prajurit yang gugur dan maju melindungi Nabi.

Dikisahkan, “Ia berlari ke arah Rasulullah untuk melindunginya. Ia mengambil pedang milik salah satu prajurit yang melarikan diri dan dengan gagah berani melawan musuh Islam”.

Ummu Amarah terluka lebih dari dua belas kali, tetapi tidak bergeming. Rasulullah ﷺ sendiri memuji keberaniannya dengan sabda, “Aku tidak menoleh ke kanan atau ke kiri, kecuali aku melihat Ummu Amarah bertempur untukku.”

Keberanian ini menjadikannya simbol dedikasi perempuan dalam mempertahankan Islam.

Kontribusi Ummu Amarah dalam Pembentukan Tatanan Masyarakat Madani

Aksi Ummu Amarah di medan perang bukan hanya bentuk keberanian fisik, tetapi juga spiritualitas yang mendalam. Ia memahami bahwa jihad bukan semata perang fisik, melainkan ekspresi total dari iman.

Perilakunya sejalan dengan spirit Al-Qur’an dalam QS. Al-Hujurat: 13 yang menegaskan kesetaraan manusia di hadapan Allah. Dalam konteks ini, peran Ummu Amarah membuktikan bahwa kemuliaan manusia diukur dari ketakwaan, bukan jenis kelamin.

Jurnal Peran Wanita dalam Membentuk Tatanan Baru Masyarakat Islam karya Danny Azhar, dkk memperluas pemahaman tentang kontribusi seperti yang ditunjukkan oleh Ummu Amarah. Perempuan seperti Nusaibah binti Ka’ab dan Asma’ binti Amr menjadi pelopor partisipasi sosial-keagamaan yang membentuk fondasi masyarakat Islam yang inklusif dan adil.

Dalam masyarakat awal Islam, perempuan berperan sebagai pendidik, penyebar dakwah, pelestari budaya, dan juga penjaga moral sosial. Dengan demikian, keberanian Ummu Amarah adalah representasi kepemimpinan dalam arti yang luas, berupa keteladanan, tanggung jawab, dan keberanian moral.

Latar Sosial dan Catatan Sebelum Peristiwa Uhud

Membiacarakan Ummu Amarah, tak lengkap jika tidak menelusuri latar belakang kehidupannya. Hal ini turut membentuk karakternya yang pemberani dan penuh inisiatif.

Ummu Amarah lahir di Madinah sekitar tahun 572–574 M dari keluarga Bani Najjar, bagian dari kabilah Khazraj yang dikenal memiliki hubungan darah dengan Rasulullah SAW melalui garis keturunan dari ibu beliau, Salma binti Amr.

Dalam jurnal Jurnal Peran Wanita dalam Membentuk Tatanan Baru Masyarakat Islam pada Masa Nabi Muhammad SAW disebutkan bahwa Nusaibah berasal dari kaum Anshar yang memiliki dua keturunan utama, yakni Kabilah Aus dan Khazraj. Ia dikenal sebagai wanita sederhana yang pemberani dan berjiwa sosial tinggi.

Kehidupan sosialnya menunjukkan lingkungan masyarakat Madinah yang terbuka terhadap peran aktif perempuan. Bani Najjar sendiri dikenal sebagai keluarga yang mendukung dakwah Nabi sejak awal hijrah ke Madinah, dan dari lingkungan ini tumbuhlah karakter militan Ummu Amarah.

Sebelum perang Uhud, Ummu Amarah telah menunjukkan keimanannya melalui keikutsertaannya dalam Baiat Aqabah II, salah satu peristiwa monumental dalam sejarah Islam. Ia, bersama suami dan dua putranya, berbaiat kepada Rasulullah untuk melindungi beliau sebagaimana mereka melindungi keluarga sendiri.

Baiat tersebut dilaksanakan oleh tujuh puluh lima orang, di antaranya dua perempuan, yakni Nusaibah binti Ka‘ab dan Asma’ binti Amr.

Partisipasi perempuan dalam baiat politik-religius ini menandakan bahwa Islam sejak awal memberikan ruang bagi perempuan untuk berperan dalam urusan publik dan keumatan. Danny Azhar, dkk menempatkan sosok seperti Ummu Amarah sebagai bagian dari fondasi kesetaraan partisipatif perempuan dalam Islam.

Inspirasi Muslimah Masa Kini

Kisah Ummu Amarah memberikan inspirasi bagi perempuan Muslim modern dalam berbagai sektor kehidupan. Keberaniannya menjadi bukti bahwa Islam mengakui kapasitas perempuan sebagai mitra sejajar dalam pembangunan umat.

“Pemberdayaan perempuan telah menjadi bagian integral dari visi Islam sejak awal kemunculannya.” demikian ditulis Danny Azhar, dkk.

Dari aspek historis dan faktual peran Ummu Amarah di Perang Uhud dan perannya dalam pembentukan masyarakat Madinah, sosok Ummu Salamah bisa dilihat dalam konteks sosiologis yang lebih luas.

Ummu Amarah adalah potret keberanian individu sekaligus menjadi simbol pemberdayaan perempuan. Ummu Amarah bukan hanya pahlawan medan perang, tetapi pionir peradaban yang menegaskan bahwa iman dan aksi sosial adalah satu kesatuan nilai Islam yang memuliakan manusia.

Melalui kisahnya, terdapat pelajaran bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam sejarah dan masa depan peradaban Islam. Keberanian Ummu Amarah adalah bukti nyata bahwa Islam memuliakan perempuan bukan hanya dengan kata-kata, tetapi melalui sejarah perjuangan dan keteladanan mereka yang hidup dalam cahaya iman dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

People Also Ask

1. Siapa wanita yang mengikuti Perang Uhud?

Beberapa wanita yang ikut dalam Perang Uhud antara lain Nusaibah binti Ka'ab (Ummu Imarah), Hamnah binti Jahsy, dan Aisyah binti Abu Bakar. Mereka tidak hanya bertindak sebagai tim pendukung yang menyediakan minum dan merawat yang terluka, tetapi ada juga yang berperan sebagai pejuang seperti Nusaibah binti Ka'ab.

2. Siapa Ummu Ammarah?

Ummu Ammarah merupakan pejuang perempuan pertama Muslimin di sejumlah peperangan melawan kaum kafir. Nusaibah binti Ka'ab al-Anshari dikenal dengan nama Ummu Ammarah. Dia merupakan salah satu pemuka Bani Khazraj, penduduk Yatsrib, nama Kota Madinah sebelum Rasulullah SAW memutuskan hijrah dari Makkah.

3. Apa peran Nusaibah dalam Perang Uhud?

Kisahnya yang paling epik dan legendaris di antara kisah kehebatannya yang lain ialah saat Nusaibah ikut serta dalam Perang Uhud. Kala itu, ia bertugas sebagai logistik dan merangkap sebagai perawat untuk membantu para prajurit yang membutuhkan pertolongan.

4. Siapa itu Ummu Umarah?

Nusaibah binti Ka'ab (Arab: نسيبة بنت كعب), dikenal juga dengan sebutan Ummu Umarah, merupakan salah satu wanita yang pertama memeluk Islam dan dikenal karena jasa-jasanya dalam berbagai pertempuran dalam membela Islam.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |