Dalil Maulid Nabi Arab, Latin dan Terjemahnya, Ketahui Keutamaan Merayakannya

1 week ago 5

Liputan6.com, Jakarta Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu tradisi yang dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia. Peringatan ini seringkali menimbulkan pertanyaan seputar landasan atau dalil maulid nabi dalam Al-Qur'an dan Hadis. Memahami dalil maulid nabi menjadi penting agar perayaan ini tidak hanya menjadi tradisi, tetapi juga didasari oleh pemahaman yang kuat dan benar.

Terdapat sejumlah ayat Al-Qur'an dan Hadis yang sering dijadikan landasan oleh para ulama yang memperbolehkan perayaan Maulid Nabi. Ayat-ayat tersebut umumnya berkaitan dengan pengagungan terhadap Nabi Muhammad SAW, karunia Allah atas kehadirannya, dan perintah untuk meneladani akhlak beliau. Perayaan ini adalah bentuk ekspresi rasa syukur atas rahmat terbesar yang Allah berikan kepada seluruh alam semesta.

Mengutip dari laman resmi Kementerian Agama Aceh, keutamaan memperingati Maulid Nabi adalah untuk mengenang peran Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam, terutama dalam hal menyempurnakan akhlak. Hukum memperingati Maulid Nabi menurut Dr. T. Syahminan, S.Ag, MA lewat laman resmi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Singkil, pada dasarnya adalah mubah, yang berarti bila dilakukan berpahala dan bila ditinggalkan tidak berdosa.

Berikut Liputan6.com ulas lengkap seputar dalil maulid nabi.

Dalil Maulid Nabi dari Al-Qur'an

Peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Nabi, didukung oleh beberapa ayat Al-Qur'an yang sering dijadikan landasan oleh para ulama. Ayat-ayat ini menunjukkan pentingnya sosok Nabi Muhammad SAW dan anjuran untuk bergembira atas nikmat yang diberikan Allah SWT.

1. Surah Yunus Ayat 58

Ayat ini sering diinterpretasikan sebagai anjuran untuk bergembira atas karunia dan rahmat Allah. Kelahiran Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai rahmat terbesar, sehingga merayakan kelahirannya adalah bentuk kegembiraan yang dianjurkan.

Dalil Maulid Nabi dari ayat ini adalah sebagai berikut:

قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

(Qul bifadhlillahi wa birahmatihi fabidzalika falyafrahuu, huwa khairum mimmaa yajma'uun)

Artinya: "Katakanlah (Nabi Muhammad), "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan."

2. Surah Al-Anbiya Ayat 107

Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Keberadaannya di muka bumi adalah rahmat yang sangat besar, sehingga wajar jika kelahirannya dirayakan sebagai bentuk syukur.

Berikut lafaz dalil maulid nabi dari ayat ini:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

(Wa maa arsalnaaka illaa rahmatan lil-'aalamiin)

Artinya: "Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam."

3. Surah Al-Hajj Ayat 32

Ayat ini menjadi dasar penting bagi mereka yang memperingati Maulid Nabi. Mengagungkan syiar Allah, termasuk peringatan kelahiran Nabi, dianggap sebagai bagian dari ketakwaan hati. Peringatan Maulid Nabi adalah salah satu cara untuk mengagungkan syiar-syiar Allah.

ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

(Dzaalika wa may yu'azzhim sya'aa-irallaahi fa-innahaa min taqwal quluub)

Artinya: "Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati."

4. Surah Ali Imran Ayat 164

Ayat ini menegaskan bahwa diutusnya Nabi Muhammad SAW merupakan karunia besar bagi orang-orang mukmin. Peringatan Maulid Nabi adalah momen untuk mengenang karunia tersebut dan mensyukuri kehadiran Rasulullah yang membawa umat dari kegelapan menuju cahaya.

لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

(Laqad mannallahu 'alal mu'miniina idz ba'atsa fiihim rasuulam min anfusihim yatluu 'alaihim aayaatihi wa yuzakkiihim wa yu'allimuhumul kitaaba wal hikmata, wa in kaanuu min qablu lafii dhalaalim mubiin)

Artinya: "Sungguh, Allah benar-benar telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika (Dia) mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab Suci (Al-Quran) dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata."

Dalil Maulid Nabi dari Hadis

Selain dari Al-Qur'an, dalil maulid nabi juga didasarkan pada Hadis dan praktik Nabi Muhammad SAW sendiri. Meskipun tidak ada Hadis yang secara eksplisit memerintahkan peringatan Maulid, terdapat beberapa Hadis yang menunjukkan kebiasaan Nabi untuk mensyukuri hari kelahirannya.

Salah satu Hadis yang paling sering dijadikan dalil maulid nabi adalah saat Nabi ditanya mengapa beliau berpuasa pada hari Senin. 

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ - أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ"

Dzālika yaumun wulidtu fīhi, wa yaumun bu'itstu - au unzila 'alayya fīhi.

Artinya: "Hari itu (Senin) adalah hari di mana aku dilahirkan, dan hari di mana aku diutus (sebagai nabi) atau hari di mana wahyu pertama kali turun kepadaku." (HR. Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi mensyukuri hari kelahirannya dengan beribadah puasa, yang oleh para ulama diinterpretasikan sebagai landasan untuk mengungkapkan rasa syukur dengan cara lain, seperti perayaan Maulid.

Dalam Sirah Nabawiyah karya Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol'ahji, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin, 12 Rabi'ul Awal tahun Gajah. Tanggal ini menjadi momen istimewa untuk mengenang kehidupan dan kepemimpinan beliau. Peringatan Maulid Nabi menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk meneladani akhlak beliau.

Sejarah dan Perkembangan Tradisi Maulid Nabi

Tradisi Maulid Nabi tidak muncul di zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, tetapi berkembang beberapa waktu setelahnya. Sejarah mencatat bahwa perayaan Maulid Nabi memiliki beberapa versi awal kemunculannya. Menurut Sayyid Al Bakr dan buku Sejarah Maulid Nabi karya Ahmad Tsauri, perayaan ini sudah dilakukan sejak tahun kedua Hijriah.

Sedangkan Abdurrahman Navis, “AULA” Majalah Nahdhatul Ulama dijelaskan, versi lain menyebutkan bahwa tradisi Maulid pertama kali diadakan oleh Khalifah Mu’iz li Dinillah dari dinasti Fathimiyyah di Mesir pada tahun 341 H. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa perayaan Maulid besar-besaran pertama kali diadakan oleh Khalifah Mudhaffar Abu Said pada tahun 630 H. Ia mengadakan acara Maulid selama 7 hari 7 malam untuk membangkitkan semangat kaum Muslimin dalam menghadapi ancaman bangsa Mongol.

Versi paling populer yang dikemukakan oleh banyak sejarawan adalah bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dipopulerkan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi pada abad ke-12 M. Shalahuddin menganjurkan perayaan ini untuk membangkitkan semangat juang kaum Muslimin saat menghadapi Perang Salib. Ini menunjukkan bahwa perayaan Maulid memiliki peran penting dalam konteks sosial dan keagamaan.

Kontroversi dan Pandangan Ulama

Hingga saat ini, perayaan Maulid Nabi masih menimbulkan kontroversi di kalangan ulama. Ada kelompok yang menganggap perayaan ini sebagai bid'ah karena tidak ada dalil maulid nabi yang eksplisit dalam Al-Qur'an dan Hadis. Kelompok ini berpendapat bahwa ibadah harus sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi secara langsung.

Namun, banyak ulama lain, termasuk mayoritas ulama di Indonesia, memandang perayaan Maulid sebagai tradisi yang baik (bid'ah hasanah). Mereka berpendapat bahwa perayaan ini merupakan bentuk ekspresi kecintaan kepada Nabi dan bukan ibadah ritual yang baru. Selama isinya tidak bertentangan dengan syariat Islam, seperti membaca salawat, memuji Nabi, dan mendengarkan ceramah, maka perayaan ini diperbolehkan.

Keutamaan Memperingati Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi momentum penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Momen ini bukan sekadar perayaan tahunan, melainkan kesempatan berharga untuk merefleksikan makna kelahiran Rasulullah SAW. Umat Muslim diajak untuk mengamalkan ajaran serta meneladani akhlak mulia beliau dalam kehidupan sehari-hari.

Di laman resmi Kementerian Agama Aceh, dijelaskan keutamaan memperingati Maulid Nabi semata-mata untuk mengenang warisan atau peranan Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam. Selain mewarisi Al-Qur’an dan Hadis serta Sunah, akhlak menjadi hal yang utama. Nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan bahwa, "Aku tidak lain diutus untuk menyempurnakan akhlak."

Hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, menurut Dr. T. Syahminan, S.Ag, MA, lewat laman Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Singkil, pada dasarnya adalah mubah. Hukum mubah berarti bila dilakukan berpahala dan bila ditinggalkan tidak mendapatkan dosa. Allah SWT mengungkapkannya dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 56: "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

Terlepas dari kontroversi, peringatan Maulid Nabi memiliki banyak keutamaan, terutama untuk umat Islam. Menurut laman kemenagacehsingkil.com, berikut adalah beberapa keutamaannya:

  1. Tholabul Ilmi (Mencari Ilmu): Peringatan Maulid Nabi sering diisi dengan pengajian dan ceramah agama. Ini menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk menimba ilmu dan mendalami ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
  2. Syukur: Merayakan Maulid Nabi adalah bentuk rasa syukur atas kehadiran Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam. Rasa syukur ini dapat diungkapkan melalui berbagai kegiatan positif.
  3. Memuji Nabi: Peringatan Maulid adalah momen untuk memuji keagungan Nabi Muhammad SAW. Allah SWT sendiri memuji Nabi-Nya, dan kita dianjurkan untuk mengikuti teladan tersebut.
  4. Meneladani Akhlak: Peringatan Maulid menjadi pengingat bagi umat Islam untuk meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah sosok teladan dalam segala aspek kehidupan, baik sebagai pemimpin, ayah, maupun guru.

Sumber:

  • Buku Sejarah Maulid Nabi karya Ahmad Tsauri 
  • Laman resmi Kementerian Agama Aceh.
  • Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol'ahji, Sirah Nabawiyah.
  • Ahmad Tsauri, Sejarah Maulid Nabi (2015).
  • Abdurrahman Navis, “AULA” Majalah Nahdhatul Ulama (No.03 TahunXXXI Maret 2009) ,79-80 5 Humanistika, Volume 5, Nomor 2, Juni 2019

FAQ: Pertanyaan Umum Seputar Dalil Maulid Nabi

Apa itu dalil maulid nabi?

Dalil maulid nabi adalah landasan atau bukti dari Al-Qur'an dan Hadis yang digunakan untuk memperbolehkan atau memperkuat argumen perayaan Maulid Nabi. Dalil-dalil ini tidak secara langsung memerintahkan perayaan, tetapi ayat-ayat dan hadis yang memuji Nabi, menganjurkan kegembiraan atas rahmat Allah, dan menunjukkan anjuran untuk meneladani beliau.

Mengapa ada perbedaan pendapat tentang dalil maulid nabi?

Perbedaan pendapat muncul karena tidak adanya dalil yang eksplisit dan spesifik dari Al-Qur'an atau Hadis yang memerintahkan perayaan Maulid Nabi. Satu kelompok ulama berpendapat bahwa perayaan yang tidak dicontohkan oleh Nabi adalah bid'ah (inovasi). Sementara kelompok lain melihatnya sebagai bid'ah hasanah (inovasi yang baik) karena substansinya tidak bertentangan dengan syariat dan bertujuan baik.

Apakah dalil maulid nabi hanya berasal dari Al-Qur'an?

Tidak. Dalil maulid nabi juga merujuk pada Hadis dan praktik Nabi Muhammad SAW sendiri. Contohnya, Hadis tentang puasa Nabi pada hari Senin, yang merupakan hari kelahirannya. Ini menunjukkan bahwa Nabi memiliki kebiasaan untuk mensyukuri hari kelahirannya, yang kemudian dijadikan landasan oleh ulama untuk memperingatinya dengan cara lain.

Apa makna Surah Al-Anbiya ayat 107 dalam konteks maulid nabi?

Surah Al-Anbiya ayat 107 menjelaskan bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dalam konteks Maulid Nabi, ayat ini menjadi dalil bahwa kelahiran beliau adalah rahmat terbesar dari Allah SWT yang patut disyukuri dan dirayakan. Perayaan Maulid menjadi bentuk ekspresi rasa syukur atas rahmat tersebut.

Apakah maulid nabi merupakan bid'ah?

Status Maulid Nabi sebagai bid'ah masih menjadi perdebatan. Sebagian ulama menganggapnya bid'ah karena tidak ada contoh dari Nabi dan para sahabat. Namun, banyak ulama lainnya mengategorikannya sebagai bid'ah hasanah atau kebiasaan baik, karena peringatan ini mengandung banyak manfaat positif, seperti bersalawat, menuntut ilmu, dan meningkatkan kecintaan kepada Nabi.

Apakah peringatan Maulid Nabi memiliki manfaat sosial?

Ya, peringatan Maulid Nabi memiliki manfaat sosial yang besar. Acara ini seringkali menjadi ajang untuk berkumpul, bersilaturahmi, dan mempererat tali persaudaraan antar sesama muslim. Selain itu, kegiatan ini juga bisa menjadi sarana edukasi dan dakwah, di mana ceramah agama disampaikan untuk meningkatkan pemahaman umat tentang Islam dan keteladanan Nabi.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |