Liputan6.com, Jakarta - Bulan Muharram merupakan salah satu bulan istimewa dalam Islam. Di dalamnya terdapat berbagai keutamaan, salah satunya adalah amalan puasa sunnah yang sangat dianjurkan, seperti puasa Tasu’a dan Asyura.
Meski hukumnya tidak wajib, banyak umat Muslim yang bersemangat untuk menjalankan puasa di bulan ini. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW tentang keutamaan puasa Muharram:
"Sangat disunnahkan puasa hari Asyura karena Nabi Muhammad SAW berkata, 'Saya menganggap Allah akan menghapus dosa satu tahun yang lalu sebelum Asyura tahun ini'."
Namun, tak jarang, saat tengah berpuasa sunnah, seseorang ditawari makanan atau minuman oleh orang lain yang tidak tahu bahwa ia sedang berpuasa.
Dalam kondisi seperti ini, apakah kita harus menolak secara langsung atau memilih untuk membatalkan puasa? Bagaimana sikap kita sebaiknya? Berikut ulasannya dirangkum dari laman NU Online pada Jumat (27/6/2025).
Saksikan Video Pilihan ini:
Memacu Adrenalin di Rimba Ujung Barat Banyumas (Motor Adventure)
Adab Ketika Disuguhi Makanan saat Berpuasa
Dalam menghadapi kondisi seperti ini, apabila ada kekhawatiran menyinggung perasaan orang lain yang memberikan makanan, maka lebih utama membatalkan puasa dengan menyantap hidangan yang disediakan. Dengan begitu, ia mendapatkan pahala yang dilakukannya.
Namun apabila tidak ada kekhawatiran menyinggung perasaan orang yang memberi makanan maka lebih baik tetap melanjutkan puasa dan mengatakan secara halus bahwa ia sedang berpuasa. Syekh Zainuddin Al Malibari menjelaskan dalam kitab Fathul Mu’in.
disunnahkan membatalkan puasa dengan makan ketika berpuasa sunnah meskipun puasa yang sangat dianjurkan karena untuk melegakan hati orang yang memberi makan, hal tersebut dilakukan ketika sulit untuk menahan meskipun sudah dipenghujung hari karena ada perintah untuk membatalkan puasa dan ia mendapatkan pahala yang ia lakukan, dan sunnah mengqodhoi di hari lain. Apabila ia tidak merasa sulit menahan maka tidak disunnah membatalkan puasa dan hal itu lebih utama. Imam Ghozali berkata, saat membatalkan puasa disunnahkan niat membahagiakan hati orang lain.
Ketentuan yang Perlu Dipahami
Namun perlu ditekankan, dalam hal ini hanya berlaku untuk puasa sunnah sedangkan puasa wajib baik Ramadan, qadha’ atau nadzar maka wajib melanjutkan puasanya.
Sebenarnya dalam puasa sunnah syarat dan rukunnya sama dengan puasa fardhu (wajib), tetapi untuk puasa sunnah, ada kelonggaran dibandingkan dengan puasa wajib seperti tidak diwajibkan niat di malam hari. Hal ini dijelaskan Syekk Ibrahim Al-Bajuri :
وأما إن كان نفلا فلا يشترط فيه التبييت بل تصح نيته قبل الزوال إن لم يسبقها مناف للصوم على المعتمد
Artinya: "Apabila puasa tersebut sunnah maka tidak disyaratkan untuk niat di malam hari bahkan niat puasa tetap sah ketika dilakukan sebelum bergesernya matahari atau waktu istiwa dengan syarat belum melakukan perkara yang membatalkan puasa. (Hasyiyah Ibrahim Al-Bajuri. Juz 2. Hal 408. Darul Minhaj).