Liputan6.com, Jakarta - Memasang batu nisan adalah tradisi umum sebagai penanda makam. Namun, seringkali muncul pertanyaan mengenai doa memasang batu nisan dan hukumnya dalam ajaran Islam. Pemahaman yang benar tentang praktik ini sangat penting agar tidak menyimpang dari syariat.
Praktik penandaan kuburan telah ada sejak zaman Rasulullah SAW, meskipun bentuk dan tujuannya mungkin berbeda. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai doa memasang batu nisan dan aspek-aspek terkait lainnya.
Melansir dari Nihayatul Muhtaj karya Syamsuddin Ar-Ramli, dijelaskan bahwa segala upaya yang menghalangi pemanfaatan fasilitas umum dilarang oleh agama. Ini termasuk adanya kuburan yang permanen jika menghalangi penguburan jenazah lain.
Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Selasa (16/9/2025).
Doa Memasang Batu Nisan Sekaligus Meletakkan Jenazah di Liang Lahad
Meskipun tidak ada doa memasang batu nisan secara spesifik, terdapat doa yang dianjurkan saat meletakkan jenazah ke liang lahad. Doa ini merupakan bagian integral dari proses pemakaman sebelum penandaan makam. Pembacaan doa ini adalah bentuk penyerahan kepada Allah dan mengikuti sunah Rasulullah SAW.
Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan: “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan jenazah di dalam lubang kubur, beliau mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ
bismillaah wa ‘alaa sunnati rasuulillaah
(Dengan nama Allah dan berada di atas sunah Rasulullah).”
(HR. Abu Dawud no. 3213). Doa ini dinilai sahih oleh Albani.
Sedangkan dalam riwayat Ahmad (8: 430), juga dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian meletakkan jenazah di dalam kubur, maka ucapkanlah,
بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ
bismillaah wa ‘alaa millati rasuulillaah
(Dengan nama Allah dan berada di atas millah [agama atau syariat] Rasulullah).”
Doa ini diucapkan ketika jenazah dimasukkan ke dalam liang lahad, yaitu suatu cekungan di lubang kubur ke arah kiblat untuk meletakkan jenazah. Lahad lebih utama jika tanahnya keras dan tidak berair, sebagaimana disepakati ulama dalam Syarh Al-Muhadzdzab karya An-Nawawi Asy-Syafi’i. Setelah itu, jenazah diletakkan miring ke arah kanan, menghadap kiblat, dan bata atau papan diletakkan di belakang punggung jenazah untuk menopang.
Hukum Memasang Batu Nisan dalam Islam
Batu nisan adalah tonggak pendek yang ditanam di gundukan tanah sebagai penanda kuburan. Fungsi utamanya adalah sebagai penanda atau petunjuk bagi peziarah untuk mengetahui posisi yang tepat dari makam keluarga yang hendak diziarahi.
Hukum memasang batu nisan dalam Islam adalah mubah atau boleh. Hal ini telah disepakati oleh jumhur ulama dari empat mazhab, yakni Maliki, Hanbali, Syafi’i, dan Hanafi. Buya Yahya dalam ceramah singkatnya di Al-Bahjah TV juga menyebutkan bahwa tidak ada larangan untuk memasang batu nisan.
Menurutnya, batu nisan yang ditancapkan di gundukan tanah kuburan bukanlah hal yang diharamkan. Berbeda dengan hukum memasang batu nisan, para ulama masih memperdebatkan hukum pemasangan kijing atau jirat pada makam seseorang. Kijing biasanya terbuat dari keramik atau tembok yang disemen.
Dalam Kitab Fathul Muin, disebutkan bahwa pemasangan bangunan seperti itu di sekitar makam tidak diperbolehkan. Mengutip buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan (2015) oleh Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah, pemasangan kijing menjadi makruh bila dilakukan di tanah pribadi, namun jika dilakukan di tanah umum, maka hukumnya menjadi haram.
Sebagian ulama mengatakan bahwa pemasangan kijing hendaknya dihindari jika tidak disertai alasan syar’i atau hajat tertentu. Fatwa ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW: “Rasulullah melarang membatu kapur dan membangun kuburan.” (HR. Muslim).
Bacaan Doa Masuk Kuburan (Ziarah Kubur)
Ziarah kubur adalah kegiatan yang dilakukan untuk memberikan doa bagi mereka yang telah mendahului kita. Doa masuk kuburan disunahkan untuk diucapkan ketika seorang muslim hendak masuk ke area kuburan sebagai bentuk penghormatan terhadap jenazah yang dikubur. Ini juga menjadi pengingat akan kematian dan akhirat.
Berikut adalah beberapa bacaan doa masuk kuburan yang diajarkan Rasulullah SAW:
Doa Pertama:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدَّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاحِقُونَ، أَنْتُمْ لَن فَرَطٌ ، وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعْ أَسْأَلُ الله الْعَافِيةَ لَنَا وَلَكُمْ
Arab latin: Assalaamu 'alaikum ahlad-diyaari minal mukminiina wal muslimiina wa innaa insyaa-allahu bikum laa hikuun, antum lana farat, wa nahnu lakum taba'un asalullaahal 'afyata lanaa wa lakum
Artinya: "Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin, kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian semua." (HR Muslim)
Doa Kedua (Riwayat lain):
السَّلَامُ علَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللَّهُ المُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، وإنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بكُمْ لَلَاحِقُونَ
Arab latin: Assalaamu 'ala ahlid diyaari minal mu'miniina wal muslimiin wa yarhamullahu almustaqdimiina minna wal musta'khiriina wa innaa in syaa Allahu bikum lalahiquun
Artinya: "Salam atas penghuni pemukiman yang terdiri dari orang-orang mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang terdahulu dari kita dan orang-orang belakangan. Sungguh kami insya Allah benar-benar akan menyusul kamu." (HR Muslim)
Doa Ketiga (Dari Buraidah bin Al-Hashib RA):
السَّلَامُ عليْكم علَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وإنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بكُمْ لَلَاحِقُونَ، أسألُ اللَّهَ لنا ولَكم العافيةَ
Arab latin: Assalaamu 'alaykum 'ala ahlid diyaari minal mu'miniina wal muslimiin wa innaa in syaa Allahu bikum lalahiquun wa asalu Allahu lanaa wa lakumul 'aafiyah
Artinya: "Salam atas kamu wahai penghuni pemukiman yang terdiri dari kaum mukminin dan kaum muslimin, dan sungguh kami Insya Allah benar-benar akan menyusul kamu. Aku mohon kepada Allah untuk kami dan kamu afiat." (HR An-Nasa'i)
Doa-doa ini mencerminkan penghormatan dan permohonan keselamatan bagi para penghuni kubur. Hal ini juga menjadi pengingat bagi peziarah akan kematian dan akhirat, serta pentingnya mempersiapkan diri.
Adab Ziarah Kubur yang Dianjurkan
Dalam berziarah kubur, terdapat adab-adab yang perlu dipatuhi oleh para peziarah agar ziarah tersebut sesuai dengan tuntunan syariat. Adab ini penting untuk menjaga kehormatan makam dan mengambil pelajaran dari kematian. Berikut adalah beberapa adab yang dianjurkan:
- Tidak Memakai Alas Kaki: Saat berziarah, disunahkan oleh Rasulullah SAW untuk melepas alas kaki untuk menghormati penghuni kubur. Namun, hal ini dapat menyesuaikan dengan kondisi tanah kuburan; jika panas, basah, atau kondisi lain yang tidak memungkinkan, maka diperbolehkan untuk memakai alas kaki.
- Membaca Surah Pendek: Adab selanjutnya adalah membaca surah pendek saat berziarah. Tujuannya agar pembaca mendapat pahala, sedangkan jenazah akan mendapatkan rahmat-Nya.
- Mendoakan Mayat: Rasulullah SAW menziarahi kuburan sahabatnya untuk mendoakan mereka dan memohon ampun. Namun, syaratnya jenazah bukanlah orang musyrik maupun kafir. Ketika mendoakan jenazah, kita tidak diperbolehkan menghadap kuburan, melainkan menghadap kiblat sebagaimana ketika salat.
- Tidak Menangis Berlebihan: Ketika di kuburan dan merasa sedih, menangis diperbolehkan karena itu wajar. Namun, Rasulullah SAW melarang seseorang untuk menangis berlebihan sampai meratap, meraung-raung, merobek baju, atau menampar pipi.
- Tidak Menduduki Kuburan: Rasulullah SAW bersabda: "Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur." (HR Muslim). Lebih baik duduk di samping-samping kubur, atau di sekitaran kubur selama tidak berada di atasnya.
- Menyiramkan Air di Atas Kuburan: Menyiramkan air di atas kuburan diperbolehkan oleh Rasulullah SAW, sesuai hadisnya: "Sesungguhnya Rasulullah SAW menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan kerikil di atasnya." (HR Abu Daud). Hal ini bisa mengokohkan kubur dan mencegah gundukan kubur tergerus atau hilang karena angin dan banjir.
- Menandai Kuburan: Diperbolehkan untuk menandai kubur tersebut dengan batu atau sejenisnya. Ini bertujuan agar orang-orang yang hendak berziarah kubur bisa mengetahui letak kuburnya. Hal ini berdasarkan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang meletakkan batu di sisi letak kepala kubur ‘Utsman bin Mazh’un radhiyallahu ‘anhu, lalu beliau mengatakan: “Supaya dengan batu itu, aku mengetahui bahwa itu adalah kubur saudaraku dan aku bisa memakamkan keluargaku di dekatnya.” (HR Abu Dawud no. 3206).
Adab-adab ini menunjukkan pentingnya menjaga kesopanan dan tujuan utama ziarah kubur, yaitu mendoakan dan mengambil pelajaran.
Batasan Ketinggian Kuburan dan Penanda Makam
Dalam Islam, terdapat batasan mengenai ketinggian kuburan dan cara penandaannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari sikap berlebihan dan menjaga kesederhanaan sesuai sunah Rasulullah. Ketinggian kubur yang ideal telah dijelaskan dalam beberapa riwayat.
Hadis dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu menyebutkan: “Dibuatkan lahad untuk kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, diletakkan batu di atasnya, dan ditinggikan kuburnya dari permukaan tanah setinggi sejengkal.” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra, 3: 576). Hadis ini adalah dalil bahwa kubur itu hendaknya ditinggikan dari permukaan tanah seukuran satu jengkal.
Tujuan ditinggikannya kubur adalah agar dikenal sebagai kubur sehingga orang bisa memuliakan atau menghormatinya, tidak menghinakannya dengan diinjak-injak. Tanah yang digunakan untuk menimbun (membuat gundukan) hanya menggunakan tanah dari sekitar liang kubur saja. Adapun meninggikan lebih dari sejengkal, hal itu tidak diperbolehkan.
Demikian pula, tidak diperbolehkan menambahkan tanah dari luar area pemakaman untuk menutup lubang kubur. Karena hal itu dinilai sama dengan meninggikan bangunan di atas kubur yang diharamkan. Tirmidzi juga menyebutkan larangan untuk meninggikan kuburan dengan bangunan, termasuk kubah.
Larangan Membangun Permanen di Atas Kuburan (Kijing/Jirat)
Pembangunan permanen di atas kuburan, seperti kijing atau jirat, menjadi topik yang sering diperdebatkan di kalangan ulama. Secara umum, terdapat larangan untuk membangun secara berlebihan di atas kuburan, terutama di pemakaman umum. Hal ini berkaitan dengan prinsip pemanfaatan fasilitas umum dan kesederhanaan.
Syamsudin ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj dan Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari dalam Fathul Wahhab menerangkan bahwa segala upaya yang dianggap menghalangi pemanfaatan fasilitas umum dilarang oleh agama. Haram hukumnya memperbarui ataupun membuat perangkat kuburan yang permanen, karena dapat menghalangi orang lain menguburkan jenazah.
Hadis dari Jabir radhiyallahu ‘anhu juga menyatakan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim no. 970). Larangan ini berlaku umum untuk pembangunan berlebihan yang bisa menimbulkan kemudaratan atau kesalahpahaman.
Namun, ada pengecualian untuk makam para nabi, syuhada, dan orang-orang shalih. Pembangunan kijing atau kubah di atas makam mereka diperbolehkan untuk menghidupkan ziarah dan mengambil berkah, serta sebagai penanda agar tidak hilang. Jika makam sudah dalam keadaan terpugar, tidak diperkenankan untuk membongkarnya, terutama jika ada kekhawatiran seperti pencurian jenazah, pembongkaran oleh binatang buas, atau kebanjiran.
FAQ
1. Apakah ada doa khusus untuk memasang batu nisan dalam Islam?
Tidak ada doa khusus yang secara eksplisit disebutkan untuk "memasang batu nisan" dalam ajaran Islam. Namun, ada doa yang dianjurkan saat meletakkan jenazah ke liang lahad, yang merupakan bagian dari proses pemakaman.
2. Bagaimana hukum memasang batu nisan dalam Islam?
Hukum memasang batu nisan dalam Islam adalah mubah atau boleh, karena berfungsi sebagai penanda makam agar mudah dikenali dan diziarahi. Hal ini disepakati oleh jumhur ulama dari empat mazhab.
3. Apa perbedaan antara batu nisan dan kijing dalam Islam?
Batu nisan adalah tonggak pendek sebagai penanda makam, sedangkan kijing atau jirat adalah bangunan permanen yang menyemen atau menutupi seluruh makam. Hukum pemasangan kijing lebih ketat dan cenderung makruh atau haram di pemakaman umum.
4. Mengapa ada larangan membangun kijing di atas kuburan?
Larangan membangun kijing di atas kuburan, terutama di pemakaman umum, adalah untuk menghindari sikap berlebihan, mencegah penghalangan pemanfaatan fasilitas umum, dan menjaga kesederhanaan sesuai sunah. Hal ini dijelaskan dalam kitab Nihayatul Muhtaj dan Fathul Wahhab.
5. Berapa ketinggian maksimal kuburan yang diperbolehkan dalam Islam?
Kuburan hendaknya ditinggikan dari permukaan tanah seukuran satu jengkal, agar dikenal sebagai kuburan dan dihormati. Meninggikan lebih dari sejengkal atau menambahkan tanah dari luar area pemakaman tidak diperbolehkan.
6. Apa saja adab yang harus diperhatikan saat ziarah kubur?
Adab ziarah kubur meliputi mengucapkan salam, melepas alas kaki (jika kondisi memungkinkan), membaca surah pendek, mendoakan mayat, tidak menangis berlebihan, tidak menduduki kuburan, dan menyiramkan air di atas kuburan.
Menulis nama atau identitas di batu nisan diperbolehkan, bahkan disunahkan jika dibutuhkan sebagai penanda agar makam mudah dikenali oleh peziarah, terutama untuk makam para auliya atau ulama. Namun, penulisan harus sebatas kebutuhan dan tidak berlebihan.