Liputan6.com, Jakarta Memahami hukum keluar madzi dengan sengaja menjadi penting agar ibadah puasa tetap sah dan sempurna. Banyak yang masih bingung mengenai status madzi dan apakah keluarnya membatalkan puasa atau tidak.
Menurut jumhur ulama, hukum keluar madzi dengan sengaja saat berpuasa tidak membatalkan puasa karena madzi bukan berasal dari proses inzal seperti halnya mani. Mengutip dari kitab Fiqh ash-Shiyam oleh Syekh Hasan Hitou, jumhur ulama sepakat bahwa keluarnya madzi tidak membatalkan puasa meskipun terjadi karena aktivitas yang menimbulkan syahwat.
Madzi sendiri adalah cairan bening dan lengket yang keluar dari kemaluan ketika seseorang mengalami syahwat atau rangsangan. Keluarnya madzi bisa terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Senin (8/9/2025).
Hukum Keluar Madzi dengan Sengaja Saat Puasa
Hukum keluar madzi dengan sengaja saat berpuasa merupakan pembahasan penting dalam fikih Islam yang perlu dipahami setiap Muslim. Jumhur ulama sepakat bahwa keluarnya madzi tidak membatalkan puasa, baik yang terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja.
Dasar hukum ini berdasarkan pemahaman bahwa madzi keluar bukan dari jalur yang sama dengan mani (inzal). Madzi merupakan cairan yang keluar akibat rangsangan syahwat namun tidak melalui proses klimaks seperti keluarnya mani. Oleh karena itu, meskipun madzi tergolong najis ringan, keluarnya tidak membatalkan puasa.
Syekh Hasan Hitou dalam kitab Fiqh ash-Shiyam menjelaskan bahwa pendapat ini didukung oleh ulama-ulama besar seperti Hasan al-Bashri, asy-Sya'bi, al-Awza'i, Abu Hanifah, dan Abu Tsaur. Mereka sepakat bahwa seseorang yang mengalami keluarnya madzi saat puasa dapat melanjutkan puasanya tanpa harus mengqadha.
Meskipun tidak membatalkan puasa, seseorang yang mengalami keluarnya madzi wajib membersihkan najis tersebut dan berwudu kembali jika hendak melaksanakan shalat. Hal ini karena madzi termasuk dalam kategori najis mukhaffafah (najis ringan) yang dapat membatalkan wudu.
Pengertian dan Karakteristik Air Madzi
Air madzi memiliki karakteristik khusus berbeda dari cairan lain yang keluar dari kemaluan. Mengutip dari buku Tuntunan Ibadah Praktis: Thaharah, Shalat, Puasa, dan Perawatan Jenazah oleh H. Thonthowi, madzi adalah cairan putih, bening dan lengket yang keluar dari kemaluan ketika dalam kondisi syahwat.
Ciri utama madzi adalah bentuk cairannya yang tipis dan lengket, keluar tanpa terpancar, dan setelah keluar tidak menyebabkan rasa lemas atau lelah. Berbeda dengan mani yang keluar dengan terpancar dan menimbulkan rasa lemas setelahnya, madzi seringkali keluar tanpa disadari oleh pemiliknya.
Madzi dapat dialami oleh laki-laki maupun perempuan dan umumnya keluar saat munculnya syahwat. Penyebab keluarnya madzi bisa karena bermesraan dengan pasangan, melihat atau membayangkan sesuatu yang menggairahkan, atau aktivitas pendahuluan sebelum hubungan intim.
Dalam klasifikasi najis, madzi termasuk najis ringan atau mukhaffafah yang cara pembersihannya cukup dengan memercikkan air pada bagian yang terkena. Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah bersabda: "Cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut."
Perbedaan Mani, Madzi, dan Wadi
Untuk memahami hukum keluar madzi dengan sengaja secara komprehensif, penting untuk mengetahui perbedaan antara mani, madzi, dan wadi. Ketiga cairan ini memiliki karakteristik dan hukum yang berbeda dalam Islam.
Mani (Sperma):
- Cairan berwarna putih yang keluar dengan terpancar
- Keluarnya diiringi rasa nikmat dan syahwat yang tinggi
- Setelah keluar menimbulkan rasa lemas
- Hukumnya suci dan tidak najis
- Keluarnya mengharuskan mandi junub
- Jika terkena pakaian dalam keadaan basah disunnahkan dicuci, jika kering cukup dikerik
Madzi:
- Cairan bening dan lengket yang keluar tanpa terpanca
- rKeluar karena rangsangan syahwat ringan
- Tidak menimbulkan rasa lemas setelah keluar
- Termasuk najis ringan (mukhaffafah)
- Tidak mengharuskan mandi junub, cukup wudu
- Pembersihan dengan memercikkan air pada bagian yang terkena
Wadi:
- Cairan putih kental yang keluar setelah buang air kecil
- Tidak berkaitan dengan syahwat
- Termasuk najis yang membatalkan wudu
- Pembersihan dengan mencuci kemaluan dan berwudu
Melansir dari berbagai kitab fikih, perbedaan ketiga cairan ini sangat penting dipahami untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan setelah keluarnya masing-masing cairan tersebut.
Dalil dan Pandangan Ulama tentang Madzi
Pandangan ulama mengenai hukum keluar madzi dengan sengaja saat puasa didasarkan pada dalil-dalil yang kuat dari Al-Quran dan hadis. Para ulama sepakat bahwa madzi tidak membatalkan puasa berdasarkan pemahaman mendalam tentang esensi pembatalan puasa.
Ibnu al-Mundzir dalam kitabnya menceritakan pendapat ulama terkemuka seperti Hasan al-Bashri, asy-Sya'bi, al-Awza'i, Abu Hanifah, dan Abu Tsaur yang sepakat bahwa keluarnya madzi tidak membatalkan puasa. Pendapat ini juga didukung oleh seluruh ulama mazhab Syafi'i tanpa ada perbedaan pendapat di antara mereka.
Rasulullah SAW memberikan petunjuk tentang cara mengatasi madzi dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari Muslim: "Cucilah kemaluannya, kemudian berwudulah." Hadis ini menunjukkan bahwa yang diperlukan setelah keluarnya madzi adalah membersihkan kemaluan dan berwudu, bukan mandi junub.
Buku Buka Puasa Bersama Rasulullah SAW oleh Muhammad Ridho Al-Turishinah juga memperkuat pandangan ini dengan menyatakan bahwa bermesra-mesraan yang menyebabkan keluarnya madzi tidak membatalkan puasa selama tidak sampai mengeluarkan mani. Hal ini menunjukkan bahwa syariat Islam memberikan kemudahan bagi umat dalam menjalankan ibadah puasa.
Cara Membersihkan Madzi yang Benar
Meskipun hukum keluar madzi dengan sengaja tidak membatalkan puasa, tetap ada kewajiban untuk membersihkan najis tersebut dengan cara yang benar sesuai tuntunan syariat. Cara pembersihan madzi berbeda dengan cara pembersihan mani atau najis lainnya.
Untuk membersihkan madzi yang mengenai tubuh, cukup dengan mencuci bagian yang terkena dengan air hingga bersih. Sedangkan untuk madzi yang mengenai pakaian, Rasulullah SAW mengajarkan cara yang lebih mudah yaitu dengan memercikkan air pada bagian pakaian yang terkena madzi.
Hadis yang diriwayatkan Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan menjelaskan: "Cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut." Cara ini menunjukkan kemudahan yang diberikan Allah SWT dalam membersihkan najis ringan.
Setelah membersihkan madzi, seseorang juga wajib berwudu karena keluarnya madzi membatalkan wudu. Namun tidak perlu mandi junub seperti halnya ketika mengeluarkan mani. Hal ini berdasarkan hadis Bukhari Muslim yang menyatakan bahwa yang diperlukan setelah keluarnya madzi adalah mencuci kemaluan dan berwudu.
Adab dan Pencegahan Keluarnya Madzi
Meskipun hukum keluar madzi dengan sengaja tidak membatalkan puasa, Islam tetap mengajarkan adab dan cara pencegahan agar umat Muslim dapat menjaga kesucian dan konsentrasi dalam beribadah. Pencegahan lebih baik daripada mengobati, begitu juga dalam urusan menjaga kesucian selama berpuasa.
Adab pertama adalah menjaga pandangan dari hal-hal yang dapat menimbulkan syahwat berlebihan. Al-Quran dalam surah An-Nur mengajarkan agar kaum mukmin menjaga pandangan mereka sebagai bentuk kesucian jiwa dan raga. Hal ini secara tidak langsung dapat mencegah rangsangan yang menyebabkan keluarnya madzi.
Untuk pasangan suami istri yang berpuasa, dianjurkan untuk mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan syahwat berlebihan di siang hari. Meskipun bermesraan tidak membatalkan puasa selama tidak sampai mengeluarkan mani, namun lebih baik menundanya hingga waktu berbuka untuk menjaga konsentrasi ibadah.
Melansir dari kitab-kitab akhlak Islam, menjaga komunikasi dan interaksi dengan lawan jenis yang bukan mahram juga menjadi bagian dari adab pencegahan. Hal ini bukan berarti bersikap berlebihan, namun sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjaga kesucian hati dan pikiran selama menjalankan ibadah puasa.
FAQ
1. Apakah keluarnya madzi saat puasa membatalkan puasa? Tidak, jumhur ulama sepakat bahwa keluarnya madzi tidak membatalkan puasa baik sengaja maupun tidak sengaja.
2. Apa yang harus dilakukan setelah keluar madzi saat berpuasa? Cukup membersihkan najis yang mengenai tubuh atau pakaian, kemudian berwudu jika hendak shalat.
3. Apakah perlu mandi junub setelah keluar madzi? Tidak perlu mandi junub, cukup dengan membersihkan najis dan berwudu.
4. Bagaimana cara membersihkan pakaian yang terkena madzi? Cukup dengan memercikkan air pada bagian pakaian yang terkena madzi hingga bersih.
5. Apakah madzi termasuk najis? Ya, madzi termasuk najis ringan (mukhaffafah) yang harus dibersihkan.
6. Bisakah melanjutkan puasa setelah keluar madzi? Ya, puasa dapat dilanjutkan tanpa perlu mengqadha karena madzi tidak membatalkan puasa.
7. Apakah hukumnya sama antara madzi yang keluar sengaja dan tidak sengaja? Ya, hukumnya sama yaitu tidak membatalkan puasa baik keluar secara sengaja maupun tidak sengaja.