Hukum Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW Menurut Ulama

1 week ago 5

Liputan6.com, Jakarta Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW telah menjadi tradisi penting di berbagai negara Muslim, termasuk Indonesia. Di balik kemeriahan acara tersebut, muncul perbedaan tajam di kalangan ulama terkait hukumnya. Sebagian ulama menyebut perayaan Maulid Nabi sebagai bentuk cinta kepada Rasulullah yang berpahala. Namun sebagian lain menilai Maulid Nabi tidak memiliki dasar syariat yang jelas.

Perbedaan pandangan ini menimbulkan pertanyaan: apakah Maulid Nabi Muhammad SAW termasuk sunnah atau bid’ah? Setiap ulama memiliki metode istinbath hukum yang berbeda, mulai dari dalil tekstual hingga pertimbangan maslahat. Memahami ragam pendapat ini penting agar umat tidak salah sikap. Artikel ini akan membahas pandangan ulama tentang Maulid Nabi, termasuk relevansinya dengan Maulid Nabi 2025.

Pendapat Mayoritas Ulama Mazhab: Boleh dan Sunnah

Mayoritas ulama dari empat mazhab besar—Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—memperbolehkan perayaan Maulid Nabi. Menurut mereka, selama peringatan diisi dengan hal-hal sesuai syariat, maka perayaan itu bisa menjadi ibadah. Kegiatan seperti membaca shalawat, mendengar sirah Nabi, dan kajian keagamaan dianggap sebagai amal yang baik. Inilah sebabnya banyak ulama menyebut Maulid Nabi Muhammad SAW bernilai sunnah.

Mengutip NU Online Jombang, Syekh Ahmad Ibnu Abidin menyatakan bahwa maulid termasuk bid’ah terpuji karena mengandung nilai ibadah. Syekh Ibnul Haj al-Maliki menekankan perlunya menambah ibadah di hari kelahiran Nabi sebagai ungkapan syukur. Imam Jalaluddin As-Suyuthi juga menyebut Maulid Nabi sebagai bid’ah hasanah. Dengan demikian, banyak ulama menilai perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW bernilai positif.

Pendapat yang Menolak: Bid’ah yang Tertolak

Sebagian ulama menolak peringatan Maulid Nabi karena menganggapnya bid’ah diniyah. Mengutip situs Almanhaj, Imam Asy-Syaukani menegaskan bahwa tidak ada dalil dari Al-Qur’an, sunnah, ijma’, maupun qiyas yang mendukung perayaan ini. Mereka menilai bahwa mencintai Nabi harus diwujudkan dengan mengikuti sunnah, bukan membuat ritual baru. Oleh karena itu, sebagian ulama memandang Maulid Nabi Muhammad SAW tidak disyariatkan.

Syaikh Tajuddin al-Fakihani bahkan menyebut perayaan Maulid sebagai bid’ah yang tidak ada landasannya. Mereka khawatir tradisi ini membuka pintu kemungkaran, seperti pemborosan dan campuran budaya lokal. Ada pula risiko sikap berlebihan dalam menyanjung Nabi. Pendekatan mereka lebih literal dan berhati-hati agar agama tetap murni.

Pendekatan Dalil dan Konsep Bid’ah Hasanah

Beberapa ulama memandang peringatan Maulid Nabi sebagai bid’ah hasanah atau inovasi baik. Pandangan ini membedakan antara bid’ah yang menyalahi agama dan bid’ah yang bermanfaat. Menurut Imam As-Suyuthi, Maulid Nabi memang bid’ah, tetapi berisi banyak kebaikan. Jika acaranya mempererat cinta Rasul dan ukhuwah, maka hukumnya positif.

Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki juga menegaskan bahwa Maulid termasuk tradisi baik. Beliau menilai, selama diisi kegiatan islami, Maulid Nabi Muhammad SAW memberi manfaat besar. Tradisi ini bisa menjadi sarana dakwah dan pendidikan umat. Dengan cara ini, Maulid Nabi tidak sekadar ritual, tetapi ibadah yang bermanfaat.

Maulid Sebagai Ijtihad Ulama dalam Ranah Kemaslahatan

Muhammadiyah menilai Maulid sebagai ranah ijtihad, bukan hukum qat’i. Mereka berpendapat bahwa meskipun tidak ada dalil eksplisit, perayaan bisa dibenarkan jika memberi maslahat. Misalnya, mengajarkan nilai Islam, memperkuat cinta Rasul, dan mempererat persaudaraan. Dengan demikian, Maulid Nabi Muhammad SAW dapat diterima sebagai praktik keagamaan.

Namun, Muhammadiyah juga memberi batasan yang jelas. Jika Maulid diisi dengan hal-hal negatif seperti syirik atau pemborosan, maka perayaan itu tidak dianjurkan. Artinya, yang penting bukan hanya boleh atau tidak, tetapi bagaimana perayaan itu dilakukan. Sikap moderat ini membantu umat menyikapi Maulid Nabi 2025 secara bijak.

Sikap Bijak terhadap Perbedaan

Dari beragam pendapat ulama, terlihat tidak ada kesepakatan tunggal mengenai hukum Maulid. Mayoritas membolehkan dengan syarat isi perayaannya sesuai syariat, sementara sebagian menolaknya. Perbedaan ini menunjukkan kekayaan tradisi ijtihad dalam Islam. Oleh sebab itu, sikap terbaik adalah saling menghormati.

Mengutip NU Online, perbedaan ulama dalam hukum Maulid adalah bagian dari sunnatullah. Umat Islam sebaiknya menjadikan perayaan ini sebagai sarana menambah cinta kepada Rasulullah. Pertanyaan pentingnya: apakah Maulid Nabi Muhammad SAW mendekatkan kita pada iman, akhlak, dan ukhuwah? Jika jawabannya ya, maka esensi peringatan sudah tercapai.

Pertanyaan seputar Maulid Nabi

Apa hukum Maulid Nabi menurut 4 mazhab?

Mayoritas ulama memperbolehkan, bahkan menyunnahkan, selama sesuai syariat.

Benarkah Maulid Nabi tidak ada contohnya dari sahabat?

Ya, tetapi sebagian ulama menilainya bid’ah hasanah dengan manfaat positif.

Apa dalil yang dipakai untuk membolehkan Maulid?

QS. Yunus ayat 58 ditafsirkan bahwa “rahmat” merujuk pada Nabi Muhammad SAW.

Apakah Muhammadiyah membolehkan Maulid Nabi 2025?

Muhammadiyah membolehkan dengan syarat dilakukan sesuai maslahat dan syariat.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |