Hukum Taklifi: Pengertian, Jenis dan Contohnya dari Ayat Al-Qur'an

1 month ago 29

Liputan6.com, Jakarta - Ada berbagai hukum dalam Islam, di antaranya adalah hukum taklifi. Secara ringkas, hukum taklifi adalah sesuatu yang menuntut suatu pegerjaan dari mukallaf, atau menuntut untuk berbuat, atau memberikan pilihan kepadanya antara melakukan dan meninggalkannya.

Riza Pachrudin dalam artikel ilmiah berjudul Analisis Hukum Taklifi dan Pembagiannya dalam Ushul Fiqh menjelaskan, pengertian hukum taklifi adalah sesuatu yang menuntut suatu pengerjaan dari mukallaf, atau menuntut untuk berbuat, atau memberikan pilihan kepadanya antara melakukan dan meninggalkannya.

Sementara, dikutip dari jurnal 'Kajian Hukum Taklifi Menurut Para Imam Mazhab' Fakultas Ushuluddin UIN Imam Bonjol Padang, karya Fikri Muhtada dkk, dijelaskan bahwa secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti “ mencegah” atau “memutuskan”.

Sementara menurut terminologi ushul fiqh, hukum (al-hukm) berarti: Khitab (kalam) Allah yang mengatur amal perbuatan orang mukallaf, baik berupa Iqtidla (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk meninggalkan), Takhyir (kebolehan bagi orang mukalaf untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan), atau Wald (ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau mani’ [penghalang]).

Hukum taklifi adalah hukum yang mengandung tuntutan (untuk dikerjakan atau ditinggalkan oleh para mukallaf) atau yang mengandung pilihan antara yang dikerjakan dan ditinggalkan. Dengan kata lain adalah yang dituntut melakukannya atau tidak melakukannya atau dipersilakan untuk memilih antara memperbuat dan tidak memperbuat.

Jenis-Jenis Hukum Taklifi

Fikri Muhtada menjelaskan, golongan Hanafiah membagi hukum taklifi kepada tujuh bagian, yaitu dengan membagi firman yang menuntut melakukan suatu perbuatan dengan tuntutan pasti kepada dua bagian, yaitu fardhu dan ijab.

Menurut kelompok ini bila suatu perintah didasarkan dengan dalil yang qath’i, seperti dalil Al-Quran dan hadis mutawatir maka perintah itu disebut fardhu. Namun, bila suruhan itu berdasarkan dalil yang zhanni, maka ia dinamakan ijab. Begitu pula larangan. Bila larangan itu berdasarkan dalil zhanny, maka ia disebut karahah tarhim.

"Dengan pembagian seperti itu golongan Hanafiah membagi hukum taklifi kepada fardhu, ijab, tahrim, karahah tanzih, nadb, dan ibahah," dikutip dari jurnal 'Kajian Hukum Taklifi Menurut Para Imam Mazhab'.

Meski begitu, pada umumnya ulama ulama sepakat membagi hukum tersebut kepada lima bagian seperti yang telah disebutkan. Kelima macam hukum itu menimbulkan efek terhadap perbuatan mukallaf dan efek itulah yang dinamakan al-ahkam al-khamsah oleh ahli fiqih, yaitu:

  • Wajib
  • Haram
  • Sunnah atau mandub
  • Makruh
  • Mubah

Dikutip dari Buku Ushul Fiqh Jilid I karya Amir Syarifudin, mayoritas ulama sepakat membagi hukum taklifi hanya lima saja, termasuk para ulama di Indonesia yang kebanyakan bermadzhab Syafi'i. Mari simak penjelasan 5 jenis hukum taklifi:

1. Wajib (Ijab)

Secara bahasa, wajib berarti saqith (jatuh, gugur) dan lazim (tetap). Wajib adalah sebuah perintah yang harus dikerjakan, dimana jika ditinggalkan akan mendapat dosa. Dari pengertian tersebut, wajib sama dengan fardhu, mahtum, dan lazim.

Hukum wajib ini kemudian terbagi ke dalam 4 dasar utama, yaitu:

1. Hukum wajib berdasarkan waktu pelaksanaannya, yaitu:

  • Wajib Muthlaq: Kewajiban yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya.
  • Wajib Muaqqat: Kewajiban yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu yang tertentu dan tidak sah dilakukan di luar waktu yang sudah ditentukan tersebut.

2. Hukum wajib berdasarkan orang yang melaksanakannya terbagi menjadi dua jenis yaitu:

  • Wajib Aini: Kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan oleh orang lain atau diwakilkan kepada orang lain.
  • Wajib Kifa'i/ Kifayah: Kewajiban bersifat kelompok yang apabila tidak seorang pun melakukannya maka berdosa semuanya, dan jika sebagian melakukan maka gugur kewajibannya.

3. Pembagian hukum wajib berdasarkan ukuran/kadar pelaksanaannya yaitu:

  • Wajib Muhaddad: Kewajiban yang harus sesuai dengan kadar yang sudah ada ketentuannya.
  • Wajib Ghairu Muhaddad: Kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya.

4. Hukum wajib yang dilihat dari segi kandungan kewajiban perintahnya yaitu:

  • Wajib Mu'ayyan: Kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan lain.
  • Wajib Mukhayyar: Kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif.

2. Sunnah (Mandub)

Sunnah atau mandub secara bahasa adalah mad'u (yang diminta) atau yang dianjurkan. Artinya, sesuatu yang diperintahkan oleh syar'i berarti tidak mencakup haram, makruh, dan mubah.

Hukum sunnah atau mandub bisa dilihat dari dua segi pembagian.

1. Sunnah berdasarkan tuntutan, yaitu:

  • Sunnah Mu'akkad: Perbuatan yang selalu dilakukan oleh nabi, disamping ada keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu.
  • Sunnah Ghairu Muakkad: Sunnah yang dilakukan oleh nabi, namun nabi tidak melazimkan dirinya untuk berbuat demikian.

2. Pembagian hukum sunnah dilihat dari segi kemungkinan untuk meninggalkannya yang dibagi menjadi:

  • Sunnah Hadyu: Perbuatan yang dituntut untuk melakukannya karena begitu besar faedah yang didapat darinya, dan orang yang meninggalkan dinyatakan sesat dan tercela.
  • Sunnah Zaidah/Zawaid: Sunnah yang apabila dilakukan oleh mukallaf maka dinilai baik, namun jika ditinggalkan tidak akan diberi sanksi apapun.
  • Sunnah Nafal: Sebuah perbuatan yang dituntut sebagai tambahan bagi perbuatan wajib.

3. Haram

Secara bahasa, haram berarti mamnu' yaitu yang dihalangi dan dilarang. Sederhananya, haram adalah sesuatu yang dilarang oleh syar'i yang berarti tidak mencakup wajib, mandub, dan mubah.

Istilah hukum haram adalah sesuatu yang dituntut syar'i untuk tidak melakukannya dengan tuntutan yang pasti. Para ulama juga menambahkan, haram adalah larangan Allah yang pasti terhadap sebuah perbuatan yang ditetapkan dengan dalil qath'i (Al Quran, Sunnah Mutawatir dan Ijma Haram) atau zhanni (Hadits Ahad dan Kias Haram).

Secara garis besar, ada dua jenis hukum haram, yaitu:

  1. Al Muharram Li Dzatihi: Sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya mengandung kemudharatan bagi kehidupan manusia, dan kemudharatan itu tidak bisa dipisahkan dari zatnya.
  2. Al Muharram Li Ghairihi: Sesuatu yang dilarang bukan karena esensinya, melainkan karena esensial tidak mengandung kemudharatan, namun dalam kondisi tertentu dilarang karena ada pertimbangan eksternal yang akan membawa kepada sesuatu yang dilarang secara esensial.

4. Makruh (Karahah)

Makruh secara bahasa berarti mubghadh (yang dibenci). Hukum makruh adalah sesuatu yang dianjurkan syariat untuk meninggalkannya, dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala, namun jika dilanggar juga tidak berdosa.

Dalam hukum makruh, para ulama membaginya menjadi dua bagian besar, yaitu:

  1. Makruh Tahrim: Sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti, karena didasarkan pada dalil zhanni yang masih mengandung keraguan.
  2. Makruh Tanzih: Sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya atau larangan syara' terhadap sebuah perbuatan, namun larangan tersebut belum bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut.

5. Mubah (Ibahah)

Secara bahasa, mubah berarti mulan (yang diumumkan) dan ma'dzun fih (yang diijinkan). Sederhananya, sesuatu yang bersifat mubah tidak akan mendatangkan pahala atau dosa bagi yang mengerjakannya.

Hukum mubah juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang tidak berkaitan dengan perintah yang tidak mencakup wajib atau mandub. Serta bukan juga larangan yang mencakup muharram dan makruh.

Contoh Ayat Al-Qur'an Mengenai Hukum Taklifi

Berikut ini adalah contoh hukum taklifi di dalam Al-Qur'an:

1. Contoh firman Allah SWT yang bersifat menuntut untuk melakukan perbuatan:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

Latin: Wa aqīmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta wa aṭī‘ur-rasūla la‘allakum turḥamūn(a).

Artinbya: Dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul (Nabi Muhammad) agar kamu dirahmati."(QS. An-Nur : 56)

2. Contoh firman Allah SWT yang bersifat menuntut meninggalkan perbuatan:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

Latin: Wa lā ta'kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili wa tudlū bihā ilal-ḥukkāmi lita'kulū farīqam min amwālin-nāsi bil-iṡmi wa antum ta‘lamūn(a).

Artinya: Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.." (QS. Al-Baqarah : 188)

3. Contoh firman Allah yang bersifat memilih:َ

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ

Latin: wa kulū wasyrabū ḥattā yatabayyana lakumul-khaiṭul-abyaḍu minal-khaiṭil-aswadi minal-fajr(i)

Artinya: Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (QS. Al-Baqarah : 187)

People also Ask:

1. Apa yang dimaksud dengan hukum taklifi?

Hukum taklifi adalah ketentuan atau beban syariat Islam yang ditujukan kepada mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat) yang mengharuskan mereka untuk melakukan, meninggalkan, atau memberikan pilihan dalam suatu perbuatan, yang kemudian diklasifikasikan menjadi lima bagian: wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.

2. Apa itu hukum taklifi dan hukum wadhi?

Hukum Taklifi adalah tuntutan dan larangan dari Allah SWT kepada seorang mukallaf (orang yang dibebani hukum) untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, atau memberikan pilihan antara keduanya, dan dibagi menjadi wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Sedangkan, hukum Wadh'i adalah ketetapan Allah yang menjadikan suatu perbuatan sebagai sebab, syarat, atau penghalang bagi perbuatan hukum lain, dan jenisnya antara lain sebab, syarat, mani' (penghalang), azimah, rukhsah, sah, dan batal.

3. 5 Hukum Islam Apa Saja?

Lima hukum dalam syariat Islam adalah wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Hukum-hukum ini mengklasifikasikan tindakan manusia: wajib harus dilakukan dan berdosa jika ditinggalkan, sunnah dianjurkan mendapat pahala tetapi tidak berdosa jika ditinggalkan, mubah boleh dilakukan atau tidak, makruh lebih baik ditinggalkan tetapi tidak berdosa jika dikerjakan, dan haram dilarang dan berdosa jika dilakukan.

4. Apa arti wajib muaqqat?

Wajib mu'aqqat ialah wajib yang memiliki waktu tertentu, seperti shalat lima waktu yang telah ditentukan waktunya, di mana pengerjaan shalat tidak akan sah jika dilakukan sebelum masuknya waktu. Wajib mu'aqqat ini terbagi menjadi dua, yakni muwassa', dan mudhayyaq.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |