Liputan6.com, Jakarta - Segala sesuatu yang Allah SWT ciptakan tidak ada yang sia-sia; semua memiliki maksud dan tujuan yang mendalam. Ini termasuk penciptaan manusia dan jin, dua makhluk berakal yang diberi kehendak bebas.
Tujuan Allah menciptakan manusia dan jin adalah untuk menguji ketaatan dan pengabdian mereka kepada-Nya. Penciptaan alam semesta beserta isinya bukanlah suatu kebetulan atau main-main, melainkan memiliki hikmah dan peran yang telah ditetapkan.
Memahami tujuan ini akan membimbing kita pada jalan kehidupan yang bermakna dan penuh berkah. Melansir dari Jurnal ZAD Al-Mufassirin, manusia dipandang sebagai "jagad kecil" yang mencerminkan jagad besar, dibekali akal dan hati untuk berhubungan dengan Allah dan makhluk lainnya.
Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Selasa (16/9/2025).
Tujuan Utama Penciptaan Manusia dan Jin: Ibadah
Tujuan paling fundamental dari penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Ini adalah inti dari keberadaan mereka di alam semesta, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an.
Allah SWT berfirman, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat:56). Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa seluruh kehidupan jin dan manusia seharusnya diarahkan untuk menyembah Allah dan mengikuti perintah-Nya.
Ibadah dalam konteks ini tidak hanya terbatas pada ritual keagamaan, tetapi mencakup setiap aspek kehidupan yang diniatkan karena Allah. Selain beribadah, tujuan Allah menciptakan manusia dan jin juga meliputi peran sebagai khalifah di muka bumi, mengetahui kekuasaan Allah, serta mengemban amanah.
Manusia diberi amanah untuk mengelola dan memakmurkan bumi dengan akal dan potensi yang dimilikinya, sementara penciptaan alam semesta yang teratur adalah bukti nyata kebesaran Allah.
Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi
Konsep khalifah merupakan salah satu tujuan penting penciptaan manusia. Khalifah berarti pengganti atau penerus yang memegang mandat Allah untuk mewujudkan kemakmuran di bumi.
Allah SWT berfirman, "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'." (QS. Al-Baqarah:30). Ayat ini menunjukkan bahwa manusia diberi kedudukan istimewa sebagai pengelola bumi.
Peran ini bukan sekadar hak, melainkan tanggung jawab besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Manusia diharapkan dapat mengatur, mengelola, dan mengolah potensi yang ada di muka bumi.
Dalam melaksanakan kekhalifahannya, manusia memiliki dua peranan penting: memakmurkan bumi (al-’imarah) dan memelihara bumi dari kerusakan (ar-ri’ayah). Memakmurkan bumi berarti mengeksplorasi kekayaan alam untuk kemanfaatan umat manusia secara adil dan merata, sambil tetap menjaga kelestariannya untuk generasi mendatang.
Sebagai seorang muslim, menjalankan fungsi khalifah berarti tidak melakukan pengrusakan terhadap alam dan senantiasa berbuat kebaikan, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al-Qashash:77).
Hakikat Manusia sebagai Makhluk Ciptaan Allah
Dalam Al-Qur'an, terdapat beberapa istilah yang merujuk pada manusia, masing-masing dengan nuansa makna yang berbeda. Istilah-istilah ini membantu kita memahami hakikat manusia secara komprehensif.
Menurut Jurnal ZAD Al-Mufassirin, terdapat setidaknya tiga istilah yang mengacu pada makna pokok manusia, yaitu basyar, insan, dan al-naas. Basyar menunjuk pada manusia sebagai makhluk biologis, insan sering dihubungkan dengan keistimewaan sebagai khalifah atau pemikul amanah, sementara al-naas mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia diciptakan dengan dua dimensi utama: jasmani dan rohani. Dimensi jasmani terbukti dari penciptaan manusia dari sari pati tanah, yang kemudian tumbuh dan berkembang. Sementara dimensi rohani ditunjukkan dengan ditiupkannya roh ke dalam tubuh, yang membedakan manusia dari makhluk lain.
Mulyadhi Kartanegara dalam bukunya Nalar Religius: Memahami Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia menjelaskan bahwa manusia adalah "mikrokosmos" yang mengandung semua unsur alam semesta. Keutamaan manusia dibandingkan makhluk lain terletak pada ilmu pengetahuan dan iman yang dimilikinya, yang membedakannya dari makhluk lain.
Peran Akal dan Hati dalam Memahami Tujuan Penciptaan
Manusia dibekali dengan akal dan hati, dua anugerah yang memungkinkannya untuk memahami tujuan penciptaan dan menjalankan perannya di dunia. Akal adalah sarana untuk memperoleh ilmu pengetahuan, sedangkan hati adalah tempat bersemayamnya iman.
Imam Al-Ghazali dalam Tafakur Dibalik Penciptaan Makhluk membagi akal menjadi dua macam: akal yang berarti mengetahui hakikat segala sesuatu, dan akal yang berarti yang menangkap dan mendapat segala ilmu. Melalui akal, manusia dapat merenungkan keajaiban ciptaan Allah, melakukan eksperimen ilmiah, dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial.
Namun, akal saja tidak cukup tanpa iman yang bersemayam di hati. Iman berfungsi sebagai penuntun agar ilmu yang diperoleh tidak menjerumuskan manusia pada kesombongan atau penolakan terhadap keberadaan Allah, melengkapi pemahaman rasional.
- Akal sebagai Gerbang Ilmu: Akal memungkinkan manusia untuk mengamati, menganalisis, dan memahami fenomena alam, yang pada gilirannya menuntun pada pengenalan akan Sang Pencipta.
- Hati sebagai Pusat Iman: Hati yang bersih menjadi wadah bagi iman, yang menguatkan keyakinan akan keesaan dan kekuasaan Allah, melengkapi pemahaman rasional yang diperoleh melalui akal.
- Keseimbangan Akal dan Hati: Keseimbangan antara akal dan hati sangat penting. Akal tanpa hati dapat menyebabkan materialisme, sementara hati tanpa akal dapat mengarah pada taklid buta.
- Mencapai Derajat Tinggi: Dengan menggunakan akal untuk mencari ilmu dan hati untuk menguatkan iman, manusia dapat mencapai derajat yang mulia di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya, "...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat ...." (QS. Al-Mujadalah:11).
Jin dan Kewajiban Beribadah
Sebagaimana manusia, jin juga diciptakan dengan tujuan utama untuk beribadah kepada Allah SWT. Mereka adalah makhluk berakal yang memiliki kehendak bebas, sehingga mereka juga dikenai beban syariat dan tanggung jawab moral.
Allah SWT berfirman, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz Dzariyaat: 56). Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa jin, sama seperti manusia, diperintah dan dilarang oleh Allah.
Jin yang taat akan mendapatkan ridha Allah dan dimasukkan ke surga, sedangkan yang menentang akan disiksa di neraka. Jin juga memiliki rasul dari golongan mereka sendiri yang menyampaikan ayat-ayat Allah dan memberi peringatan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al An’am: 130.
Mayoritas ulama, termasuk Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Ahmad, berpendapat bahwa jin yang beriman juga akan masuk surga. Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa menegaskan bahwa jin dituntut menjalankan perintah dan dilarang dari sesuatu, serta dikenai hukum halal dan haram, sama seperti manusia.
Alam Semesta sebagai Tanda Kebesaran Allah
Alam semesta dengan segala kompleksitas dan keteraturannya bukanlah sekadar realitas fisik, melainkan "ayat" atau tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah. Mempelajari alam semesta berarti mempelajari tanda-tanda kebesaran Sang Pencipta.
Mulyadhi Kartanegara dalam Nalar Religius menjelaskan bahwa alam semesta diciptakan melalui kehendak mutlak Allah dan memiliki titik awal, tidak bersifat abadi. Keteraturan alam semesta, yang disebut "sunnah Allah", menunjukkan adanya penyelenggaraan ilahi yang konsisten.
Al-Qur'an menyeru manusia untuk merenungi berbagai kejadian dan benda alam sebagai bukti keberadaan dan keesaan Allah. Segala sesuatu yang memberikan kesaksian ini disebut "tanda-tanda" (ayat), yang berarti bukti kebenaran dan pengetahuan mutlak.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang... sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. Al-Baqarah:164). Feris Firdaus dalam bukunya Alam Semesta: Sumber Ilmu, Hukum dan Informasi Ketiga Setelah Al-Qur`an dan Al-Sunnah menekankan bahwa orang yang berpikir akan mencari tahu tentang Pencipta yang telah menciptakan dirinya dan jagad raya dari ketiadaan.
Konsekuensi Iman dan Ilmu dalam Kehidupan
Iman dan ilmu adalah dua pilar penting yang harus dimiliki manusia untuk menjalankan tujuan penciptaannya. Keduanya tidak akan sempurna tanpa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik.
Menurut Jurnal ZAD Al-Mufassirin, konsekuensi dari adanya ilmu dan iman pada manusia sejatinya melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Perbuatan manusia dapat dibagi menjadi dua hubungan utama.
Pertama, hubungan vertikal (Hablu Minallah) yaitu dengan Allah SWT, diwujudkan melalui ketaatan sebagai hamba-Nya. Kedua, hubungan horizontal (Hablu Minannas dan Hablu Minal 'Alam) yaitu dengan sesama manusia dan alam semesta, sebagai khalifah yang bertanggung jawab.
Dengan mengamalkan ilmu dan iman secara nyata, manusia akan semakin mengenal Allah dan menempatkan dirinya pada kedudukan yang mulia di sisi-Nya, yaitu sebagai manusia yang sempurna (kamil) dan bertakwa.
FAQ
1. Apa tujuan utama Allah menciptakan manusia dan jin?
Untuk beribadah kepada Allah SWT sebagaimana ditegaskan dalam QS. Az-Zariyat: 56.
2. Apakah ibadah hanya terbatas pada ritual keagamaan?
Tidak, ibadah mencakup seluruh aktivitas yang diniatkan karena Allah, termasuk pekerjaan, belajar, dan mengelola bumi.
3. Apa arti manusia sebagai khalifah di muka bumi?
Manusia diberi amanah untuk memakmurkan bumi dan menjaganya dari kerusakan sesuai perintah Allah SWT.
4. Mengapa manusia disebut sebagai “jagad kecil”?
Karena manusia mencerminkan alam semesta, dibekali akal dan hati untuk berhubungan dengan Allah serta makhluk lain.
5. Apa peran akal dan hati dalam memahami tujuan penciptaan?
Akal berfungsi mencari ilmu, sedangkan hati menumbuhkan iman; keduanya harus seimbang agar manusia mencapai derajat mulia.
6. Apakah jin juga memiliki kewajiban beribadah?
Ya, jin sama seperti manusia, diperintahkan beribadah kepada Allah, tunduk pada syariat, dan akan mendapat balasan sesuai amalnya.
7. Apa hikmah diciptakannya alam semesta?
Alam semesta adalah tanda kebesaran Allah yang mengajak manusia merenung dan mengenal Sang Pencipta.