Liputan6.com, Jakarta - Tradisi berkurban setiap Idul Adha sering kali menjadi simbol kesungguhan umat Islam dalam meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Namun dalam pelaksanaannya, banyak masyarakat yang mengalami kendala finansial sehingga tidak mampu menyembelih hewan kurban seperti kambing atau sapi.
Ulama KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan bahwa esensi dari kurban bukan terletak pada jenis atau harga hewan yang disembelih, melainkan pada niat dan kemampuan setiap orang dalam berbagi rezeki. Ia menyampaikan hal ini dalam sebuah ceramah yang membedah hukum dan praktik kurban secara lebih luas dan kontekstual.
Dalam penjelasannya, Gus Baha menegaskan bahwa syariat memang mengatur usia dan jenis hewan kurban, seperti kambing yang minimal berumur satu tahun dan sapi dua tahun. Namun, aturan ini berlaku untuk kurban yang sifatnya sunnah muakkad, bukan untuk sedekah atau berbagi daging di hari raya.
Menurut Gus Baha, jika seseorang tidak mampu melaksanakan kurban secara ideal, maka Islam tetap membuka ruang untuk tetap berbagi makanan. Prinsip utamanya adalah memberi makan di hari tasyrik sebagai bentuk syukur dan kebahagiaan bersama.
Dikutip Minggu (01/06/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @takmiralmukmin, Gus Baha menyoroti kebiasaan sebagian masyarakat yang terlalu memaksakan diri agar tetap bisa menyembelih kambing kurban meskipun harus berutang atau menggadaikan barang.
Simak Video Pilihan Ini:
Warganet Protes: Relief Jenderal Soedirman di Underpass Purwokerto Tak Mirip dan Tak Layak
Ibadah Kurban Jangan Jadi Beban
Ia mengkritik cara pandang semacam itu yang justru menjadikan ibadah kurban sebagai beban sosial. Padahal, dalam Islam, ibadah tidak dimaksudkan untuk menyulitkan, apalagi sampai menimbulkan kesedihan atau tekanan finansial yang berat.
Dalam ceramahnya, Gus Baha menjelaskan bahwa bagi yang benar-benar tidak mampu menyembelih kambing, menyembelih ayam atau bahkan lele pun bisa menjadi simbol pengorbanan. Tentu bukan sebagai kurban secara syariat, tapi sebagai bentuk sedekah dan kepedulian terhadap sesama.
"Kalau tidak sanggup beli kambing, ya sembelih lele. Yang penting halal, bisa dimakan, dan diniatkan berbagi, biar tidak tamak. Itu sudah bagus," ujar Gus Baha dalam ceramah tersebut dengan logat khas dan pembawaan santainya.
Ia juga menyinggung tentang adanya fenomena salah kaprah di kalangan masyarakat, terutama orang Jawa, yang menganggap kurban hanya sah jika menyembelih kambing gemuk atau sapi besar. Padahal, menurutnya, ukuran bukan segalanya.
Gus Baha menambahkan bahwa dulu para ulama pun sangat luwes dalam menyikapi kondisi ekonomi umat. Ia mengutip riwayat dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa memberi makan di hari tasyrik, meski bukan lewat kurban resmi, tetap mendapat pahala dan bernilai kebaikan.
Dalam sejarahnya, Ibnu Abbas termasuk sahabat Nabi yang memahami realitas sosial umat. Ia pernah menyampaikan bahwa tidak mengapa menyembelih ayam atau makanan sederhana jika itu diniatkan untuk memberi makan di hari besar umat Islam.
Kalau Ayam, Apalagi Lele Jangan Diniati Kurban
“Kalau kamu hanya mampu menyembelih ayam, ya sudah ayam. Itu pun kalau diniatkan berbagi, tidak sia-sia. Jangan diniati kurban. Dulu para ulama juga melakukannya, niati ikut seneng seneng saja” ujar Gus Baha.
Gus Baha juga mengkritisi panitia kurban yang terlalu kaku dalam membagikan daging. Menurutnya, panitia tidak seharusnya menahan daging hanya untuk masyarakat luar, sementara keluarga sendiri tidak mendapat bagian.
Ia menjelaskan bahwa selama hewan sudah sah secara hukum dan diniatkan untuk kurban, maka keluarga penyembelih juga berhak menikmati. Tidak ada larangan untuk itu dalam ajaran Islam.
"Yang penting jangan panitia menyembunyikan daging atau curang. Kalau keluarganya belum makan, ya dikasih dulu. Itu bukan dosa. Justru itu keadilan," jelasnya.
Islam menurutnya sangat menoleransi keterbatasan. Jika seseorang tidak bisa ikut kurban, tidak perlu malu atau minder. Masih banyak cara lain untuk ikut merasakan kebahagiaan Idul Adha tanpa menyembelih kambing.
Salah satu caranya adalah dengan memasak dan berbagi makanan walau dari bahan yang sederhana. Gus Baha menyebut banyak orang miskin yang justru lebih semangat berbagi, meski hanya dengan tempe goreng atau lele bakar.
“Yang penting kamu niat berbagi. Jangan takut tidak mulia hanya karena tidak sembelih kambing. Jangan jadikan ibadah jadi ajang pamer,” ucapnya menegaskan.
Dalam ceramah tersebut, Gus Baha juga berpesan agar umat Islam tidak menyalahkan panitia kurban jika ada kekurangan. Yang penting adalah kejujuran dan semangat gotong royong, bukan mencela satu sama lain.
Dengan gaya yang sederhana dan humoris, Gus Baha mampu membuka wawasan bahwa kurban bukan hanya ritual menyembelih hewan besar, tetapi juga wujud cinta kasih dan solidaritas sosial.
Pesan yang ia sampaikan menjadi pengingat bahwa Idul Adha adalah hari untuk saling memberi, bukan saling membandingkan. Dan bahwa yang terpenting bukan ukuran dagingnya, tapi ketulusan hati dalam memberi.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul