Kodok Halal atau Haram? Simak Pandangan Para Ulama

1 week ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Hukum kodok halal atau haram masih menjadi pertanyaan banyak orang. Pertanyaan ini kerap muncul karena di beberapa wilayah, sebagian orang mengonsumsi kodok atau katak. Bahkan, ada pula kuliner berbahan dasar daging kodok, misalnya swike.

Terlepas dari definisi kodok (frog) atau katak (toad) yang membuat dua hewan ini dibedakan, kodok dalam pengertian sebagian besar masyarakat Indonesia adalah kodok dan katak. Hanya saja di belakang kata kodok biasanya ditambahkan dengan jenisnya; misalnya kodok ijo, kodok darat, kodok air, kodok lembu, kodok longan dan lain sebagainya.

Kodok juga disebut dalam Al-Qur'an, yakni dalam Surat Al-A'raf ayat 133:

فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُّفَصَّلَاتٍ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا مُّجْرِمِينَ

Latin: Fa-arsalnā ‘alaihimuth-thūfāna wal-jarāda wal-qummala wadh-dhafādi‘a wad-dama āyātim mufashshalātin fastakbarụ wa kānụ qauman mujrimīn.

Artinya: "Maka Kami kirimkan kepada mereka banjir besar, belalang, kutu, kodok, dan darah sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa." (QS. Al-A'raf: 133)

Kembali ke pertanyaan kodok halal atau haram, berikut ini penjelasannya.

Kodok Halal Atau Haram?

Terkait kodok halal atau haram, jumhur (mayoritas) ulama madzhab mengharamkan kodok. Di antaranya Madzhab Syafi'i, Hanafi dan Hanbali.

1. Kodok atau katak Haram Dibunuh

Dalam Kitab Tafsir Safinat Kalla Saya’lamun, KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) menegaskan, katak dilarang dibunuh. Bahkan dikategorikan sebagai dosa besar. Alasannya karena katak merupakan makhluk yang terus-menerus berdzikir kepada Allah (tasbih), sehingga membunuhnya berarti memusnahkan makhluk yang dzikirnya mulia.

Hadis yang beliau gunakan sebagai dasar adalah riwayat Baihaqi melalui riwayat Aisyah RA yang menyebutkan bahwa Rasulullah melarang membunuh katak karena suaranya adalah tasbih (sabda beliau: “Janganlah engkau membunuh katak, karena katak merupakan salah satu makhluk yang banyak berzikir kepada Allah”).

Selain itu, beliau menyampaikan keyakinan bahwa orang yang memburu katak akan tertimpa kekurangan dan kemiskinan dalam hidupnya, sebuah penegasan spiritual atas larangan tersebut.

2. Kodok Haram Dikonsumsi

Dalam Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, Ali Al-Qari menjelaskan, berdasar pendapat Al-Mundziri, bahwa larangan membunuh kodok berarti haram memakannya. Berikut hadisnya:

ذَكَرَ طَبِيبٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَوَاءً، وَذَكَرَ الضُّفْدَعَ يُجْعَلُ فِيهِ، فَنَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الضُّفْدَعِ

Artinya: “Suatu ketika ada seorang tabib yang berada di dekat Rasulullah menyebutkan tentang obat-obatan. Di antaranya disebutkan bahwa katak digunakan untuk obat. Lalu Rasul melarang membunuh katak.” (HR Ahmad: 15757)

Pada hadits di atas disebutkan keharaman membunuh katak. Menurut Al-Mundziri hadits tersebut memberikan pengertian, selain membunuh, hukum memakan katak juga diharamkan.

“Al-Mundziri mengatakan ‘hadits tersebut menunjukkan keharaman makan katak.” Ali Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih.

Alasan Kodok Haram

Dalam Syarah Al-Muhazzab seperti dinukil M. Syafi'i Hadzami dalam buku Taudhihul Adillah dijelaskan, hadits mengenai larangan membunuh kodok juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan dan diriwayatkan oleh An-Nasa'i dengan sanad yang shahih.

1. Status Keharaman Kodok

Ali Al-Qori menjelaskan alasan yang menjadikan syariat melarang pembunuhan seekor hewan biasanya berdasarkan salah satu dari dua faktor. Pertama, bisa jadi karena makhluk hidup itu dihormati seperti manusia. Yang kedua, memang karena murni mengarah karena hewan tersebut haram dimakan.

Dengan demikian, apabila katak tidak termasuk kategori hewan dihormati, apabila Rasul melarang membunuhnya berarti hal itu mengarah pada keharaman makan hewan tersebut.

“Pelarangan membunuh hewan kemungkinan karena kehormatannya seperti contoh anak adam dan sebab haram dimakan disebabkan faktor keharamannya untuk dimakan seperti burung suradi (bentet pemakan daging atau dalam bahasa Latinnya adalah lanius) dan katak yang masing-masing tidak masuk golongan hewan yang dihormati, maka pelarangan membunuh mengarah kepada keharaman memakannya," demikian dikutip dari Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih.

2. Hidup di Dua Alam

Kodok haram dimakan juga karena habitatnya yang hidup di dua alam. Ulama fikih menyebut hewan amfibi (hidup di darat dan air) umumnya diharamkan. Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (juz 9, hlm. 16) menyebut: “Katak termasuk hewan yang haram dimakan, karena adanya larangan syar’i untuk membunuhnya.”

Keharaman kodok karena hidup di dua alam ini juga ditegaskan Ar-Ramli, salah satu ulama besar mazhab Syafi'iyah, lalu diikuti Ar-Rafi'i dan An-Nawawi. Penegasan ini dimaksudkan bagi hewan yang hidup di dua alam, yakni kodok, buaya, kura-kura, dan kepiting.

Mengonsumi Kodok dari Perspektif Kesehatan

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, menurut para pakar kesehatan sebagaimana disampaikan oleh katak mempunyai dua jenis, katak darat dan katak lautan (biasa di perairan). Katak darat bisa membunuh pemakannya sedangkan katak laut bisa membahayakan kesehatan pemakannya.

“Para pakar kesehatan mengatakan, sesungguhnya katak ada dua jenis, daratan dan lautan. Yang daratan bisa membunuh, sedangkan yang spesies air bisa membahayakan kesehatan. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, juz 9, halaman 619).

Dijelaskan dalam buku Halal atau Haram: Kejelasan Menuju Keberkahan karya Ahmad Sarwat, jumhur ulama menyatakan memakan daging kodok itu haram karena Rasulullah SAW melarang membunuhnya.

Menurut kaidah yang berkembang di kalangan ulama, hewan-hewan yang diperintahkan untuk dibunuh hukumnya haram dimakan meski tidak disebutkan hewan itu najis atau haram dimakan. Demikian halnya dengan hewan yang dilarang dibunuh, hukumnya haram dimakan meski tidak ada keterangan dagingnya najis atau haram dimakan. Ulama berpendapat, seandainya boleh dimakan tentu tidak akan ada larangan membunuhnya.

Keterangan tersebut diulas dalam Kitab Al-Lubab Syarhil, kitab Takmilatul Fathi, Kitab Mughni Al-Muhtaj, dan Kitab Al-Muhazzab.

Pandangan Imam Maliki: Kodok Halal

Ulama mazhab Maliki berbeda pendapat terkait hal ini. Mereka menghalalkan makan daging kodok karena tidak terdapat nash yang jelas tentang pengharamannya. Menurut mereka, perkara yang dinashkan haram oleh syara dan dianggap jijik oleh manusia tidak menjadi haram.

Dalam Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd al-Maliki menjelaskan bahwa ulama berbeda pendapat soal hewan air. Maliki berpegang pada keumuman ayat:

“Dihalalkan bagi kalian hewan buruan laut dan makanan yang berasal darinya…” (QS. Al-Ma’idah: 96).

Menurutnya, ayat ini mencakup semua hewan air, termasuk kodok. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Juz 1, hlm. 379).

Dalam Mawahib al-Jalil, Ahmad ad-Dardir (ulama Maliki) menjelaskan; “Semua hewan air itu halal, kecuali buaya karena memiliki taring dan hidup di darat juga.” (Ad-Dardir, Mawahib al-Jalil, Juz 4, hlm. 317).

Fatwa MUI terkait Budidaya dan Konsumsi Kodok

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang memakan dan membudidayakan kodok. Menurut fatwa yang dikeluarkan pada 1984 itu, MUI membenarkan adanya pendapat mazhab Syafi'i atau jumhur ulama tentang tidak halalnya memakan daging kodok. MUI juga membenarkan adanya pendapat Imam Malik yang menghalalkan daging tersebut.

Lebih lanjut, MUI menetapkan bahwa membudidayakan kodok hanya untuk diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan, tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Dalam menetapkan fatwa tersebut, MUI memperhatikan beberapa hal, di antaranya ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits, kebolehan memanfaatkan kulit bangkai selain anjing dan babi melalui proses penyamakan, hukum binatang yang hidup kecuali anjing dan babi tidak najis, pendapat di kalangan ulama terkait memakan daging kodok, dan mengacu pada keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor terkait kandungan racun kodok.

Berikut bunyi fatwa MUI:

MEMUTUSKAN:

1. Membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafi'i/Jumhur Ulama tentang tidak halalnya memakan daging kodok dan membenarkan adanya pendapat Imam Maliki tentang halalnya daging kodok tersebut.

2. Membudidayakan kodok hanya untuk diambil manfaatnya, tidak untuk dimakan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

People also Ask:

1. Apakah kodok halal dalam Islam?

Kodok tidak halal dikonsumsi bagi sebagian besar umat Muslim karena MUI menetapkan haram dan jumhur ulama mengharamkannya berdasarkan hadits larangan membunuhnya, yang menyiratkan ketidakhalalannya untuk dimakan. Meskipun ada ulama seperti Imam Malik yang berpendapat kodok halal, pendapat mayoritas ulama dan fatwa MUI lebih diutamakan untuk menghindari kesubhatannya.

2. Kenapa hewan 2 alam haram?

Hewan dua alam diharamkan di dalam Islam karena beberapa alasan, terutama karena statusnya yang dianggap najis atau menjijikkan, tidak memenuhi kriteria hewan yang dihalalkan, dan menimbulkan keraguan (syubhat) mengenai kehalalannya, sehingga dihindari untuk menjaga kesucian agama dan ketaatan pada perintah Allah, dengan dasar utama pada larangan khusus terhadap katak dan keharaman hewan buas yang bertaring.

3. Apakah katak makanan halal?

Mazhab Islam Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali secara tegas melarang konsumsi katak, namun dalam mazhab Maliki, pendapat berbeda-beda, antara halal tidaknya semua katak , hingga hanya katak hijau yang biasa ditemukan di sawah saja yang halal

4. Apa manfaat daging kodok?

Daging kodok dipercaya memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai sumber protein hewani yang tinggi, membantu meningkatkan stamina, memperkuat daya tahan tubuh, melancarkan aliran darah, serta memiliki potensi sebagai antibiotik alami, meskipun konsumsinya juga memiliki risiko terkait kontaminasi bakteri dan parasit jika tidak diolah secara higienis dan tepat.

Sumber Referensi:

  • QS. Al-A'raf: 133
  • Kitab Tafsir Safinat Kalla Saya’lamun, KH Maimoen Zubair
  • Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, Ali Al-Qari
  • Syarah Al-Muhazzab seperti dinukil M. Syafi'i Hadzam dalam buku Taudhihul Adillah
  • Kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, Imam Nawawi
  • Kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, Ibnu Hajar Al-Asqalani
  • Buku Halal atau Haram: Kejelasan Menuju Keberkahan karya Ahmad Sarwat
  • Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd al-Maliki
  • Mawahib al-Jalil, Ahmad ad-Dardir
  • mirror.mui.or.id
  • nu.or.id
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |