Liputan6.com, Jakarta Setiap manusia pasti diuji, baik dengan kesulitan maupun kelapangan. Namun, sebagai Muslim, kita diajarkan untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah. Firman-Nya dalam Al-Baqarah ayat 286: la yukallifullahu nafsan illa wus'aha menjadi pengingat bahwa setiap beban yang ditanggung seorang hamba telah disesuaikan dengan kemampuannya.
Ayat la yukallifullahu nafsan illa wus'aha memberi pelipur lara bagi hati yang letih. Ketika seseorang merasa lemah menghadapi cobaan, ayat ini menegaskan bahwa ia sesungguhnya masih mampu, sebab Allah Maha Mengetahui batas kekuatan hamba-Nya.
Dengan menghayati makna la yukallifullahu nafsan illa wus'aha, seorang Muslim akan lebih mudah menerima takdir, bersabar, dan tetap berikhtiar. Ini bukan sekadar kalimat penghibur, melainkan sumber kekuatan spiritual yang menjaga agar hati tetap tenang dan yakin bahwa pertolongan Allah selalu dekat.
Berikut Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber tentang arti la yukallifullahu nafsan illa wus'aha, Jumat (11/7/2025).
Kumpulan Doa Ramadan kali ini berisi tentang doa memohon rezeki yang halal kepada Allah SWT. Yuk kita baca bersama!
Bacaan La Yukallifullahu Nafsan Illa Wus'aha
اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Latin: Lā yukallifullāhu nafsan illā wus‘ahā
Artinya: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah: 286)
Bacaan Surat Al-Baqarah ayat 286 lengkap :
Arab: اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنتَ مَوْلَانَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Latin: Lā yukallifullāhu nafsan illā wus‘ahā, lahā mā kasabat wa ‘alayhā māk-tasabat. Rabbanā lā tu-ākhidznā in-nasīnā au akhtha’nā. Rabbanā wa lā taḥmil ‘alainā ishran kamā ḥamaltahū ‘alallażīna min qablinā. Rabbanā wa lā tuḥammilnā mā lā ṭāqata lanā bih. Wa‘fu ‘annā, waghfir lanā, warḥamnā. Anta maulānā, fanṣurnā ‘alal-qaumil-kāfirīn.
Artinya: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami menghadapi kaum yang kafir."
Makna La Yukallifullahu Nafsan Illa Wus'aha
Ayat la yukallifullahu nafsan illa wus’aha bukan sekadar menjelaskan bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan, tetapi juga mencakup prinsip keadilan dan kasih sayang Allah dalam semua aspek kehidupan manusia. Makna ayat ini sangat luas dan menyentuh berbagai dimensi, mulai dari persoalan dunia hingga akhirat.
Mengutip buku berjudul 99 Jalan Mengenal Tuhan (2017) oleh Zurkani Jahja dijelaskan setiap kasih sayang Allah yang diterima harus disyukuri. Secara vertikal, ibadahlah yang paling pantas dilakukan kepada Allah sebagai tanda kesyukuran. Ibadah harus menjiwai semua praktik kehidupan yang dilakukan, baik ibadah individual dan sosial yang khusus, maupun yang bernilai ibadah dalam segala gerak kehidupan.
Menurut Muhaimin Al-Qudsi (2012) sebagaimana dikutip dalam kajian yang dipublikasikan di JoPS: Journal of Psychology Students Vol.3 No.1 (2024), Allah memberikan cobaan agar manusia merenungkan kesalahan, memperbaiki diri, meninggalkan kesalahan, dan melakukan introspeksi. Semua musibah merupakan pelajaran untuk membuat manusia menyadari bahwa itu adalah peringatan, ujian, dan hukuman atas dosa-dosa yang dilakukan.
Berikut beberapa penjelasan maknanya dalam konteks yang lebih mendalam:
1. Beban Duniawi
Ayat ini mengajarkan bahwa semua kesulitan hidup, baik berupa ujian ekonomi, keluarga, pekerjaan, maupun kesehatan, sudah diukur dengan sempurna oleh Allah SWT. Tidak ada satu pun masalah yang terlalu berat tanpa disertai kemampuan untuk menghadapinya. Allah tahu seberapa besar kekuatan batin dan usaha hamba-Nya, dan Dia pula yang akan membuka jalan keluar bagi mereka yang bersabar dan bertawakal.
2. Beban Ibadah dan Tuntunan Agama
Allah SWT tidak pernah memerintahkan ibadah yang melampaui batas kemampuan manusia. Dalam Islam, banyak keringanan diberikan, seperti boleh tayammum saat tidak ada air, sholat sambil duduk bagi yang sakit, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa syariat Islam dibangun di atas prinsip kemudahan (taysir) dan belas kasih, bukan kesulitan. Karena itu, la yukallifullahu nafsan illa wus’aha menjadi dasar bahwa tidak ada ibadah yang harus dilakukan dengan memaksa diri melebihi batas.
3. Beban Akhirat dan Tanggung Jawab Moral
Pada hari perhitungan kelak, setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan kemampuannya, bukan dibandingkan dengan orang lain. Allah tidak menilai dari seberapa besar hasil, tetapi dari niat, usaha, dan keikhlasan seseorang. Tidak ada kezaliman dalam hisab-Nya, dan setiap amal, sekecil apa pun, akan mendapat balasan yang adil.
Implementasi La Yukallifullahu Nafsan Illa Wus'aha dalam Kehidupan Sehari-hari
Ayat la yukallifullahu nafsan illa wus’aha bukan sekadar penghibur saat kesulitan melanda, melainkan juga menjadi prinsip hidup yang penuh makna. Ayat ini mengajarkan tentang keadilan Allah SWT, sekaligus menjadi pedoman agar umat Islam dapat hidup dengan seimbang, penuh kesadaran, dan percaya diri. Berikut beberapa bentuk penerapannya:
1. Menerima Diri Sendiri dengan Ikhlas
Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan. Mengakui diri apa adanya, termasuk menerima keterbatasan fisik, mental, atau kondisi kehidupan, merupakan langkah awal untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih bersyukur dan kuat. Allah tidak membebani seseorang di luar kapasitasnya, maka tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan.
2. Tidak Memaksakan Diri Melampaui Batas
Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala hal. Jangan memaksa diri melakukan sesuatu yang berada jauh di luar kemampuan, apalagi jika itu menimbulkan kelelahan jiwa atau fisik. Fokuslah pada apa yang bisa dikerjakan secara optimal, dan sisanya serahkan kepada Allah. Usaha yang wajar dan bijaksana lebih bernilai daripada ambisi yang merusak.
3. Senantiasa Bersyukur atas Segala Nikmat
Bersyukur adalah kunci ketenangan hati. Baik nikmat besar maupun kecil, semuanya datang dari Allah SWT. Dengan bersyukur, seseorang akan lebih mudah melihat sisi positif dalam hidupnya, dan ini memperkuat mental dalam menghadapi berbagai ujian. Ayat ini mengingatkan bahwa apa pun yang dimiliki sudah cukup untuk dijalani, karena sesuai dengan kapasitas kita.
Mengutip kajian yang dipublikasikan di situs STIT Ihsanul Fikri, kata "Syukur" berasal dari bahasa Arab yakni 'syakaro', 'syukura','wa syukuran' yang berarti pujian atas kebaikan. Kata 'syukur' terdapat pada Al- Quran surah al Furqān ayat 62 yang berbunyi :
"Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagiorang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur" (QS. Al Furqān : 62)
4. Berusaha dan Berdoa dengan Sungguh-Sungguh
Meskipun Allah tidak membebani di luar kemampuan, bukan berarti kita pasrah tanpa upaya. Islam mendorong umatnya untuk tetap berusaha dengan sungguh-sungguh, dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya. Ketika usaha digabungkan dengan doa, maka kesabaran akan menguat, dan hasilnya pun lebih berkah, insyaAllah.
5. Menguatkan Rasa Optimis dan Percaya Diri
Makna dalam ayat ini memberikan energi positif bahwa setiap masalah pasti bisa dilalui. Keyakinan bahwa Allah Maha Adil dan tahu batas kemampuan kita akan memunculkan keberanian dan optimisme dalam menghadapi tantangan. Ini penting untuk menjaga semangat, terutama di tengah tekanan dan kesulitan hidup.
Q & A Seputar Topik
Apa arti dari la yukallifullahu nafsan illa wus'aha?
La yukallifullahu nafsan illa wus'aha (QS. Al-Baqarah: 286) berarti “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Ayat ini menegaskan bahwa setiap ujian, beban, atau tanggung jawab yang diberikan Allah sudah sesuai dengan kemampuan masing-masing hamba.
Apa makna mendalam dari ayat tersebut?
Maknanya tidak hanya tentang ujian duniawi, tetapi juga mencakup ibadah, tanggung jawab moral, dan keadilan di akhirat. Allah tidak mewajibkan sesuatu yang tak mampu dilakukan manusia, baik dalam perintah agama maupun dalam cobaan hidup.
Bagaimana implementasi la yukallifullahu nafsan illa wus'aha dalam kehidupan sehari-hari?
Implementasinya antara lain: menerima diri apa adanya, tidak memaksakan sesuatu di luar batas, bersyukur atas nikmat yang ada, berusaha dengan ikhlas, serta tetap optimis dalam menghadapi ujian hidup.
Apakah ayat ini hanya berlaku dalam konteks ibadah?
Tidak. Ayat ini berlaku secara menyeluruh—baik dalam menjalani kehidupan pribadi, bekerja, berkeluarga, hingga menjalankan perintah agama. Prinsipnya adalah menyeimbangkan antara kemampuan dan kewajiban, tanpa berlebihan atau menyulitkan diri sendiri.
Mengapa ayat ini penting untuk dihayati oleh setiap Muslim?
Karena ayat ini menjadi sumber ketenangan, harapan, dan kekuatan. Ia mengingatkan bahwa Allah Maha Adil dan Maha Penyayang, serta tidak akan meninggalkan hamba-Nya dalam beban yang tak sanggup ditanggung. Ini memberi semangat untuk terus berjuang, bersabar, dan tetap tawakal.