Liputan6.com, Jakarta - Salah satu ibadah yang disunnahkan pada Dzulhijjah adalah berkurban. Menyembelih hewan kurban dilakukan pada 10-13 Dzulhijjah yang dimulai setelah melaksanakan sholat Idul Adha.
Ibadah kurban Idul Adha adalah menyembelih hewan ternak yang ditentukan dalam syariat syarat-syaratnya. Hewan ternak yang boleh dikurbankan ialah kambing, domba, sapi, atau unta.
Ada sejumlah ayat yang membicarakan tentang kurban, kemudian menjadi landasan dalam melaksanakan ibadah tersebut. Salah satu ayatnya terdapat dalam surah Al-Hajj.
“Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserahdirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).” (Q.S. Al Hajj: 34)
Berkurban bukan ibadah sunnah yang dilakukan sekali seumur hidup. Kesunnahan ibadah ini berlaku setiap tahun. Jika tahun lalu pernah berkurban, tahun ini tetap sunnah menyembelih hewan kurban lagi.
Pada dasarnya setiap muslim ingin berkurban. Namun karena ada kebutuhan lain sehingga membuat ibadah ini belum bisa terlaksana.
Jika ada rezeki tapi punya utang kepada orang lain, bolehkah muslim membeli hewan ternak untuk dikurbankan? Simak penjelasan dua ulama kondang, KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya dan Ustadz Abdul Somad (UAS).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Toko dan Agen BRI (Brilink) di Cilacap Dirampok, 2 Luka Tembak 100 Juta Melayang (Video Amatir Warga)
Penjelasan Buya Yahya
Buya Yahya mengatakan, dalam melakukan amalan sunnah terdapat aturan yang harus diikuti. Jika ada dua pilihan antara sunnah dan wajib, maka dahulukan yang wajib.
“Contoh, kita sudah wajib bayar zakat, dahulukan zakat, jangan kurban dulu. Atau kita punya utang jatuh tempo, bayar utang jangan kurban dulu,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Selasa (3/6/2025).
“Tapi kalau utangnya belum jatuh tempo dan zakatnya belum datang haulnya, maka boleh kita berkurban. Kalau sudah jatuh tempo, maka yang wajib kita dahulukan bayar utangnya, bukan berkurban. Itulah aturannya dalam kita beramal,” lanjut Buya Yahya.
Buya Yahya menuturkan, orang yang punya utang perbuatan baik yang harus mengeluarkan uang akan dianggap maksiat. Sebab, selama masih punya utang kepada orang lain, maka uang yang dimiliki sebenarnya punya orang tersebut.
“Baru nanti hilang kemaksiatannya kalau sudah minta izin kepada yang punya uang. ‘Pak tolong ditunda. Mestinya saya bayar sekarang utang saya, cuma saya rindu berkurban. Tolong pak ya, kasih tempo bulan depan bagaimana?’ Kalau dia mengizinkan boleh (beli hewan kurban),” jelas Buya Yahya.
Penjelasan UAS
UAS menjelaskan, menurut mazhab Syafi’i, hukum berkurban adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Sementara, membayar utang yang sudah jatuh tempo wajib hukumnya.
“Maka lebih mana didahulukan prioritasnya? Lebih didahulukan membayar utang yang sudah jatuh tempo daripada berkurban,” kata UAS dikutip dari YouTube Ustadz Abdul Somad Official.
Misalnya, waktu penyembelihan hewan kurban bertepatan pada Juni 2024. Ternyata, utangnya jatuh tempo pada bulan yang sama. Jika kasusnya demikian, maka yang wajib diutamakan adalah membayar utangnya dulu, kalau ada lebih dan cukup uangnya, boleh beli hewan kurban.
“Tapi kalau jatuh temponya masih lama, maka silakan berkurban. Syukur-syukur dengan berkurban dibukakan Allah pintu rezeki sehingga utangnya lunas,” tutur UAS.
Wallahu a’lam.