Liputan6.com, Jakarta - Dalam kondisi normal ada tiga cairan yang keluar dari kemaluan selain urin atau air kencing. Ketiga cairan tersebut yaitu mani, madzi dan wadi. Maka itu, umat Islam perlu mengetahui perbedaan air mani dan air madzi, dan dalam konteks lain wadi.
Pengetahuan mengenai perbedaan mani dan madzi ini penting mengingat keduanya memiliki konsekuensi hukum yang berbeda dalam Islam. Pasalnya, hal ini akan berakibat pada keabsahan ibadah tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya sholat, puasa, thawaf, membaca Al-Qur'an, serta ritual ibadah lainnya.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai perbedaan air mani dan air madzi serta konsekuensi hukumnya dalam Islam. Simak selengkapnya.
1. Pengertian Mani dan Hukumnya dalam Islam
Penjelasan gamblang mengenai perbedaan air mani dan madzi cukup banyak ditemukan dalam kitab fiqih dan literatur Islam lainnya. Di antaranya, Kitab Syarah Shahih Muslim karya Imam An-Nawawi, Buku Syarah Safinatun Naja karya Dr. Amjad Rasyid, Buku Shalatul Mu'min karya Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani, dan Kitab Hasyiyah al-Bujairimi Syekh Sulaiman al-Bujairimi.
Pengertian air mani menurut Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani dalam Buku Shalatul Mu'min adalah air yang memancar dari kemaluan dan biasanya disertai rasa nikmat.
Syekh Sulaiman al-Bujairimi dalam Hasyiyah al-Bujairimi menjelaskan ciri khas sperma yang membarengi, yakni baunya yang khas (rîh), atau keluarnya tersendat-sendat (tadaffuq), atau saat keluar terasa nikmat (taladzudz).
Sedangkan menurut Dr. Amjad air mani adalah air berwarna putih atau kuning yang lengket dan tebal yang keluar apabila terdapat kemampuan syahwat dan biasanya timbul lemas kemaluan pria setelah keluarnya.
Tanda sebuah cairan dari kemaluan disebut sebagai mani adalah ketika keluarnya disertai kenikmatan, keluarnya secara deras, serta aromanya lembab seperti mayang kurma atau adonan tepung, namun ketika kering akan beraroma seperti putih telur.
Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengungkapkan, ketika seseorang mengeluarkan air mani, maka ia wajib untuk menyucikan diri dengan mandi janabah atau mandi wajib. Tapi mani tidak najis.
Dari Abi Said Al-Khudri ra berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,”Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air mani (keluarnya sperma).” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Pengertian Madzi dan Hukumnya dalam Islam
Pengertian air madzi menurut Dr Said adalah cairan bening bergetah yang keluar jika seseorang membayangkan sesuatu yang kaitannya dengan jima' atau ketika seseorang sedang ber-mula'abah (bermesraan) dengan lawan jenis.
Sedangkan menurut Dr. Amjad, madzi cairan berwarna putih dan tipis yang keluar ketika birahi sedang bergejolak. Namun, tidak disertai kenikmatan dan tidak mengeluarkan aroma khusus.
Sementara, Imam An-Nawawi menjelaskan, madzi termasuk cairan najis dan membatalkan wudhu. Namun, keluar madzi tidak wajib mandi junub, dengan catatan tidak ada hubungan intim.
Jika seseorang mengeluarkan air madzi, maka cara menyucikannya dengan membasuh kemaluannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah riwayat hadits,
فَلْيَغْسِلْ ذَكَرَهُ وَأُنْثَيَيْهِ وَلْيَتَوَضَّأ وُضُوئَهُ لِلصَّلَاةِ
Artinya: "Hendaklah ia membasuh kemaluan dan kedua buah pelirnya, lalu berwudhu sebagaimana wudhu hendak salat." (HR Abu Dawud)
Artinya, ketika air madzi terkena badan seseorang maka cara membersihkannya adalah dengan membasuh kemaluannya saja. Sementara bila mengenai pakaian atau celana, maka cara membersihkannya adalah cukup dengan menuangkan air sepenuh telapak tangan ke bagian yang terkena madzi. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Sahl bin Hunaif.
Hukum Keluar Mani saat Berpuasa
1. Keluar Mani karena Kesengajaan
Mengutip Buku Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut Al-Quran dan Sunnah, karya Abu Abdillah Syahrul Fatwa dan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar, seseorang yang sengaja mengeluarkan air mani tatkala berpuasa, maka puasanya batal.
Dalilnya adalah hadits Bukhari nomor. 1984 dan Muslim no. 1151 berikut ini, yang artinya: "Dia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Aku."
Selain itu, hadits Bukhari no. 7492 juga dijadikan dalil, yang artinya: "Orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwat, makan, dan minumnya"
Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim berpendapat bahwa mengeluarkan mani akibat persentuhan atau kontak langsung antar kulit membatalkan puasa. Misalnya adalah karena aktivitas mencium ataupun menggenggam tangan atau alat kelamin hingga keluar air mani.
Muhammadiyah melalui tim Fatwa Tarjihnya juga mengeluarkan pernyataan serupa. Dijelaskan bahwa melakukan onani (mengeluarkan mani secara sengaja untuk memperoleh kenikmatan) di siang hari bulan Ramadhan menyebabkan batalnya puasa seseorang.
Pendek kata, jumhur ulama madzhab dari Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hambali, keluarnya mani karena sengaja saat puasa membatalkan puasa, sebagaimana pada onani (istimna) atau aktivitas lain yang menyebabkan ejakulasi
Meski demikian, ada sebagian ulama, seperti Imam Ibnu Hazm, Imam ash-Shan'ani, asy Syaukani, al-Albani, dan Syaikh Masyhur Hasan menyebut bahwa mengeluarkan mani dengan sengaja tidaklah membatalkan puasa.
2. Keluar Mani karena Tidak Sengaja
Adapun apabila air mani yang keluar disebabkan karena ketidaksengajaan, maka para ulama tidak berbeda pendapat. Hukum puasanya untuk kondisi demikian adalah tetap sah. Pasalnya, perbuatan ini terjadi tanpa ada niat dan perbuatan.
Dalilnya adalah hadits Bukhari no. 2528 dan Muslim no. 127:
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسُهَا، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمُ
Artinya: "Sesungguhnya Allah mengampuni untuk umatku apa yang terlintas dalam benaknya, selama dia tidak mengerjakan atau mengucapkannya."
Hukum Keluar Air Madzi saat Berpuasa
Muhammad Abduh Tuasikal dalam buku Panduan Ramadhan: Bekal Meraih Ramadhan menjelaskan, hukum keluar madzi saat puasa Ramadhan tidak membatalkan puasa tersebut. Namun, jika dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan keluarnya madzi, maka akan mengurangi nilai ibadah wajib puasa tersebut.
Para ulama telah bersepakat bahwa hukum madzi adalah najis. Akan tetapi, cara menyucikannya cukup dengan air dan dilanjutkan berwudhu. Sedangkan jika madzi keluar saat sedang berpuasa, hukumnya tidak membatalkan.
Syekh Hasan Hitu dalam kitab Fiqh ash-Shiyam menjelaskan, jika seorang suami mencium dan dia sedang berpuasa, kemudian merasa nikmat dan keluar madzi, namun tidak mengeluarkan mani, maka jumhur berpendapat puasanya tidak batal, dan itu adalah pendapat ulama Syafi’iyyah tanpa ada perbedaan di antara mereka
"Ibnu al-Mundzir menceritakan pendapat tadi (orang yang keluar madzi tidak batal puasanya), dari Hasan al-Bashri, asy-Sya’bi, al-Awza’i, Abu Hanifah, Abu Tsaur, beliau (Ibnu al-Mundzir) berkata, ‘Aku berpendapat demikian’.”, demikian dikutip dari Kitab Fiqh ash-Shiyam.
Meski begitu, ada juga pendapat yang menyatakan madzi yang keluar karena berciuman akan membatalkan puasa. “Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa madzi yang keluar setelah berciuman itu membatalkan puasa.”
Perlu dicatat, apabila keluar madzi saat sudah berhubungan intim walau tidak keluar mani, maka puasanya tetap batal karena hubungan intimnya.
Cara Membedakan Mani dan Madzi jika Masih Ragu
Dalam beberapa kejadian, ada yang bingung membedakan apakah yang keluar mani atau madzi. Misalnya, bangun tidur celana sudah basah lengket. Atau dalam kondisi terangsang atau dirangsang, kemudian keluar cairan kental.
Menurut Syekh Sulaiman al-Bujairimi dalam Hasyiyah al-Bujairimi menjelaskan, orang yang tidak yakin dengan cairan apa yang dia keluarkan maka dia disuruh memilih sesuai kebijaksanaannya. Ia boleh memilih memutuskan sebagai mani, madzi, atau wadi.
Tentu keraguan tersebut muncul apabila tidak ada tanda-tanda yang menjadi ciri khas sperma yang membarengi, yakni baunya yang khas (rîh), atau keluarnya tersendat-sendat (tadaffuq), atau saat keluar terasa nikmat (taladzudz). Jika memang terdapat salah satu dari tiga unsur tersebut, tidak perlu ragu lagi untuk memutuskan bahwa yang keluar adalah sperma.
Konskuensinya, apabila ia memutuskan sebagai sperma, pakaian yang terkena cairan tersebut, tidak dianggap terkena najis (mutanajjis) namun ia harus mandi besar. Sebaliknya, apabila ia memutuskan bahwa yang keluar selain sperma, maka yang keluar adalah najis, pakaian yang ia kenakan menjadi terkena najis, tapi ia tidak harus mandi, hanya menyucikan anggota badan dan kain yang terkena najis.
"Jika diragukan bahwa yang keluar mirip mani atau selain mani seperti wadi atau madzi, maka orang yang mengeluarkan hal tersebut dipersilakan untuk mengambil kebijakan jenis cairan apa yang keluar. Demikian menurut pendapat mu’tamad. Konskuensinya, apabila ia memutuskan bahwa yang keluar adalah sperma, ia harus mandi, tapi kalau memutuskan selain sperma, ia hanya wajib wudlu dan membasuh yang terkena najis saja. Pada dasarnya, apabila seseorang sudah memutuskan salah satunya, ia menjadi bebas yang satunya lagi," demikian pendapatnya di Hasyiyah al-Bujairimi.
Dengan demikian, maka dapat dipahami, jika kita ragu apakah yang keluar itu mani, madzi atau wadi, maka hal tersebut dikembalikan kepada diri kita masing-masing. Jika meyakini bahwa itu mani dengan segala ciri-cirinya, maka mewajibkan kita untuk madi. Sedangkan jika kita yakin itu bukan mani dengan segala ciri khasnya, maka dihukumi sesuai dengan selain mani.
Apakah Wanita Mengeluarkan Mani, Apa Hukumnya?
Dalam pandangan Islam, wanita juga mengeluarkan mani. Dalam Syarah Muslim, Al-Imam An-Nawawi RA menjelaskan tentang air mani wanita. Dalam penjelasannya, Imam Nawawi menjelaskan ciri-cirinya, yakni, berwarna kuning, agak encer, terkadang warnanya bisa memutih karena kelebihan kekuatannya
"Air mani wanita ini bisa ditandai dengan dua hal: pertama, aromanya seperti aroma mani laki-laki; kedua, terasa nikmat ketika keluarnya dan meredanya syahwat setelah mani keluar," demikian dikutip dari Syarah Muslim.
Serupa dengan hukum mani untuk laki-laki, Menurut Imam Nawawi wanita juga wajib mandi junub (mandi besar) setelah keluar mani.
"Tidak ada perbedaan di sisi kami apakah keluarnya karena jima’ (hubungan intim), ihtilam (mimpi basah), onani, melihat sesuatu yang membangkitkan syahwat, ataupun keluar mani tanpa sebab. Sama saja, apakah keluarnya dengan syahwat atau pun tidak, dengan rasa nikmat atau tidak, banyak atau pun sedikit walaupun hanya setetes, dan sama saja apakah keluarnya di waktu tidur atau pun ketika tidak tidur, baik laki-laki maupun wanita.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 2:139).
Pandangan Imam Nawawi ini sesuai dengan hadis Rasulullah. Suatu ketika, Ummu Sulaim (ibunda Anas bin Malik) radhiallahu ‘anhum, datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam menjelaskan kebenaran. Apakah wanita wajib mandi jika dia mimpi basah (mengeluarkan mani)?”
Nabi SAW menjawab, yang artinya: “Ya, apabila wanita melihat air mani (mengeluarkan mani) maka dia wajib mandi.” (Maksudnya: jika ada mani yang keluar dan si wanita melihatnya ketika dia bangun)
Ummul Mukminin Ummu Salamah RA, yang waktu itu berada di sampingnya, tertawa dan bertanya, “Apakah wanita juga mimpi basah (mengeluarkan mani)?”
Nabi SAW menjawab, “Iya. Dari mana anak itu bisa mirip (dengan ayah atau ibunya kalaupun bukan karena mani tersebut)?” (HR. Bukhari dan Muslim).
People also Ask:
1. Jika keluar air madzi, apakah harus mandi wajib?
Tidak, keluar madzi tidak mewajibkan mandi wajib. Madzi adalah najis ringan dan hanya membatalkan wudu, sehingga cukup membersihkan kemaluan dan berwudu kembali jika ingin sholat. Mandi wajib hanya diperlukan jika yang keluar adalah mani, yaitu sperma, yang keluar karena syahwat, atau karena bertemunya dua kelamin (hubungan intim).
2. Air madzi keluar karena apa?
Air madzi (juga disebut cairan pre-ejaculatory atau pre-cum) keluar dari kemaluan akibat rangsangan seksual, baik secara fisik maupun mental, seperti saat bercumbu, berkhayal tentang hal seksual, atau berada dalam kondisi cemas. Cairan ini bening, lengket, dan berfungsi sebagai pelumas alami, serta dapat keluar dari laki-laki maupun perempuan, seringkali dialami oleh remaja.
3. Apakah madzi dan sperma sama?
Sperma, madzi, dan wadi memiliki perbedaan sifat dan implikasi fiqih yang berbeda pula. Selain air kencing, ada tiga jenis cairan yang keluar dari kelamin pria maupun wanita yaitu sperma (mani), madzi (yang keluar ketika syahwat naik), dan wadi (biasanya beriringan dengan kencing atau kecapaian).
4. Apakah air madzi keluar sebelum air mani?
Ya, benar. Madzi (cairan pre-ejakulasi) biasanya keluar sebelum mani (cairan sperma). Madzi adalah cairan yang keluar dari penis saat pria terangsang secara seksual, berfungsi sebagai pelumas untuk memudahkan penetrasi. Keluarnya madzi ini normal dan terjadi sebelum ejakulasi.
Sumber Referensi:
- Hadis: HR Bukhari Muslim, HR Ahmad, HR Muslim, HR Abu Daud
- kemenkes.go.id
- Kitab Syarah Shahih Muslim, Imam An-Nawawi
- Buku Syarah Safinatun Naja, Dr. Amjad Rasyi
- Buku Shalatul Mu'min karya Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf Al-Qahthani
- Kitab Hasyiyah al-Bujairimi, Syekh Sulaiman al-Bujairimi
- Buku Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut Al-Quran dan Sunnah, Abu Abdillah Syahrul Fatwa dan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar
- Buku Panduan Ramadhan: Bekal Meraih Ramadhan, Muhammad Abduh Tuasikal
- Kitab Fiqh ash-Shiyam, Syekh Hasan Hitu
- Kitab Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab, Imam Nawawi