Liputan6.com, Jakarta Dalam kerangka ushul fiqh, selain Al‑Qur’an, Sunnah, dan ijma’, Islam juga mengakui logika rasional melalui metode analogi hukum. Qiyas adalah metode penetapan hukum terhadap perkara baru dengan merujuk kepada kasus serupa yang sudah memiliki nash, asalkan ditemukan persamaan ‘illat (sebab hukum) antara keduanya. Dengan qiyas, syariat Islam mampu menjawab persoalan masa kini, seperti transaksi digital, penggunaan teknologi medis baru, atau hukum obat-obatan dengan tetap berpegang pada prinsip nash dan logika syar’i.
Menurut Wahbah az‑Zuhaili dalam bukunya yang berjudul Ushul al-Fiqh al-Islami, menegaskan bahwa qiyas adalah menyertakan hukum syariah suatu perkara pada perkara lain karena adanya kesamaan ‘illat hukum dalam kedua perkara tersebut. Pernyataan ini memperlihatkan bahwa qiyas bukan sekadar analogi bebas, melainkan proses sistematis dan ilmiah yang dibangun atas dasar persamaan ‘illat serta pemahaman mendalam terhadap nash yang ada.
Sementara itu, menurut Dr. Imran Ahsan Khan Nyazee dalam Islamic Jurisprudenc: Usul Al Fiqh, menjelaskan bahwa qiyas adalah salah satu dari empat sumber utama hukum Islam, sehingga pengetahuannya penting untuk memahami bagaimana hukum syar’i dapat berkembang dan adaptif terhadap situasi kontemporer.
Berikut ini Liputan6.com ulas selengkapnya, Jum’at (11/7/2025).
Berikut hukum menikahi saudara sepupu menurut Islam.
Qiyas Adalah
Melansir dari buku Pengantar Ushul Fikih (2014) Dr. Abdul Hayy Abdul 'Al, pengertian qiyas secara etimologi memiliki lebih dari satu makna. Di antara makna-makna tersebut yang paling penting adalah taqdir (mengukur) dan musawah (mempersatukan).
Dalam hukum Islam, qiyas adalah metode penetapan hukum syariat untuk kasus yang tidak memiliki nash (teks Al-Quran atau Hadits) yang mengatur secara eksplisit. Hukum ditentukan dengan menyamakan (menganalogikan) kasus tersebut dengan kasus lain yang diatur dalam nash, berdasarkan kesamaan 'illat (sebab/tujuan hukum) di antara keduanya. Dengan kata lain, qiyas adalah proses penalaran analogis untuk menetapkan hukum baru berdasarkan hukum yang sudah ada, dengan mempertimbangkan kesamaan sebab atau tujuan hukum.
Secara bahasa, qiyas berarti pengukuran, yaitu mengukur kasus yang belum ada hukumnya dengan kasus yang sudah ada hukumnya. Ini juga berarti menghubungkan peristiwa yang tidak ada nash hukumnya dengan peristiwa yang sudah ada nash hukumnya, serta menyamakan sesuatu yang tidak memiliki nash hukum dengan sesuatu yang ada nash hukum berdasarkan kesamaan illat.
Intinya, qiyas adalah menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang lain dalam menetapkan hukum. Metode ini menjadi penting karena memungkinkan penerapan prinsip syariat pada kasus-kasus baru seiring perkembangan zaman.
Sementara itu, menurut Al Ghazali dalam al-Mustashfa mengartikan qiyas adalah menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang lain dalam menetapkan hukum atau meniadakan hukum dari keduanya.
Jenis-Jenis dan Contoh Qiyas
Berikut ini ada beberapa jenis-jenis qiyas yang perlu anda pahami, yaitu:
1. Qiyas Illat
Jenis qiyas yang pertama adalah qiyas illat, yakni jenis qiyas yang sudah jelas illat dari kedua persoalan yang dibandingkan atau diukur. Sehingga baik masalah pokok maupun cabang sudah jelas illatnya, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat mengenai hukum dari sesuatu yang sedang dibandingkan dan diukur tadi. Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur, buah anggur memang halal namun ketika dibuat menjadi minuman maka akan mengandung alkohol. Alkohol memberi efek memabukan sehingga hukum meminumnya sama dengan minuman jenis lain yang beralkohol, yakni haram atau tidak boleh diminum. Qiyas Illah kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis, misalnya:
a. Qiyas Jali
Jenis qiyas selanjutnya adalah qiyas jali, yakni jenis qiyas yang illat suatu persoalan bisa ditemukan nashnya dan bisa ditarik kesimpulan nashnya namun bisa juga sebaliknya. Misalnya adalah pada persoalan larangan untuk menyakiti kedua orang tua dengan perkataan kasar. Hukumnya tidak diperbolehkan sebagaimana hukum haram (tidak diperbolehkan) untuk menyakiti fisik kedua orang tua tadi (memukul atau menyakiti secara fisik). Sehingga setiap anak diharuskan untuk menjaga lisan maupun perbuatan di hadapan orang tua agar tiada menyakiti hati mereka.
b. Qiyas Khafi
Jenis qiyas yang selanjutnya adalah qiyas khafi, yaitu jenis qiyas yang illat suatu persoalan diambil dari illat masalah pokok. Jadi, jika hukum asal atau persoalan utamanya adalah haram maka persoalan yang menjadi cabang pokok tersebut juga haram, demikian jika sebaliknya. Salah satu contoh jenis qiyas satu ini adalah hukum membunuh manusia baik dengan benda yang ringan maupun berat. Dimana hukum keduanya adalah haram atau dilarang, sebab membunuh adalah kehataan sekaligus dosa karena mendahului kehendak Allah SWT dalam menentukan umur makhluk hidup di dunia.
2. Qiyas Dalalah
Jenis qiyas yang selanjutnya adalah qiyas dalalah, yaitu jenis qiyas yang menunjukkan kepada hukum berdasarkan dalil illat. Bisa juga diartikan sebagai qiyas yang diterapkan dengan cara mempertemukan pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat tadi. Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan nabeez dengan arak, dimana dasarnya adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukan.
3. Qiyas Shabah
Jenis qiyas yang berikutnya adalah qiyas shabah, yakni qiyas yang mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk penyerupaan. Contohnya sendiri bisa diambil dari yang disampaikan oleh Abu Hanifah mengenai mengusap atau menyapu kepala anak berulang-ulang. Tindakan tersebut kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai sapu. Sehingga didapat kesamaan yaitu sapu. Hanya saja untuk qiyas shabah sendiri oleh beberapa muhaqqiqin mendapat penolakan. Sehingga menjadi jenis qiyas yang terbilang jarang diterapkan.
Pentingnya Qiyas dalam Pengembangan Hukum Islam
Qiyas adalah metode penting dalam hukum Islam karena memungkinkan para mujtahid (ahli hukum Islam) untuk menerapkan prinsip-prinsip syariat pada kasus-kasus baru yang muncul seiring perkembangan zaman. Penerapan qiyas memerlukan kehati-hatian dan pemahaman yang mendalam tentang hukum Islam agar tidak terjadi kesalahan dalam penentuan hukum.
Imam Syafi'i dikenal sebagai tokoh yang merumuskan kaidah dan asas qiyas adalah secara sistematis, sehingga penerapannya menjadi lebih terarah dan terhindar dari kesalahan. Dengan adanya qiyas, hukum Islam dapat terus relevan dan memberikan solusi bagi permasalahan-permasalahan baru yang dihadapi umat Muslim.
Perlu diingat bahwa qiyas adalah berbeda dengan Al-Quran dan Hadits yang merupakan sumber hukum primer. Al-Quran dan Hadits merupakan wahyu Allah SWT yang bersifat mutlak dan tidak perlu dipertanyakan. Qiyas merupakan sumber hukum sekunder yang digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum yang tidak tercakup secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadits. Qiyas juga berbeda dengan Ijma' (kesepakatan ulama) dan Istihsan (preferensi hukum).
QnA Seputar Qiyas
Q: Apa itu qiyas dalam hukum Islam?
A: Qiyas adalah metode penetapan hukum terhadap perkara baru dengan cara membandingkan atau menganalogikannya pada perkara yang telah ada hukumnya dalam Al-Qur’an atau Hadis, karena keduanya memiliki ‘illat (alasan hukum) yang sama.
Q: Mengapa qiyas dibutuhkan dalam hukum Islam?
A: Karena tidak semua persoalan hidup dijelaskan secara eksplisit dalam nash. Qiyas dibutuhkan untuk menjawab tantangan baru dalam kehidupan, seperti hukum transaksi online, bayi tabung, narkotika, dan lainnya, agar tetap sesuai dengan prinsip syariat.
Q: Apa hukum menggunakan qiyas?
A: Mayoritas ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali sepakat bahwa qiyas adalah hujjah syar’iyyah yang sah, selama memenuhi syarat-syaratnya. Hanya sebagian kecil ulama Zahiri yang menolaknya.
Q: Apa contoh qiyas dalam hukum Islam?
A: Salah satu contoh klasik adalah pengharaman narkotika. Dalam Al-Qur’an, yang diharamkan adalah khamr (minuman memabukkan). Karena narkotika memiliki efek memabukkan yang sama (‘illat-nya sama), maka dihukumi haram melalui qiyas.
Q: Apa bedanya qiyas dan ijtihad?
A: Qiyas adalah salah satu bentuk ijtihad. Ijtihad memiliki cakupan lebih luas, termasuk istihsan, maslahah mursalah, dan sadd az-zari’ah. Qiyas lebih spesifik karena mengandalkan analogi dengan perkara yang ada dalam nash.
Q: Apakah qiyas bisa digunakan dalam semua bidang fikih?
A: Ya, qiyas bisa diterapkan dalam berbagai bidang fikih seperti ibadah, muamalah, pidana, dan lainnya, asalkan tidak melanggar prinsip atau nash yang qath’i (pasti dan tidak bisa diubah).