Liputan6.com, Jakarta - Tanggung jawab muslim terhadap lingkungan erat kaitannya dengan perspektif bahwa Islam menempatkan manusia sebagai khalifah fi al-ardh (wakil Allah di bumi). Manusia tidak sekadar penghuni bumi, melainkan pemegang amanah untuk memakmurkan, mengelola, dan menjaga keseimbangannya.
Allah SWT berfirman: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30). Ayat ini menjadi dasar teologis bahwa ada tanggung jawab besar manusia untuk menjaga lingkungan.
Dalam Buku Tafsir Al-Misbah, Prof. Muhammad Quraish Shihab menjelaskan tugas kekhalifahan menuntut tanggung jawab etis dan spiritual untuk menciptakan harmoni antara manusia dan alam. Sebab, keduanya adalah ciptaan Allah yang saling bergantung. Oleh sebab itu, merawat bumi bukan sekadar urusan ekologis, tetapi bentuk ibadah dan manifestasi ketaatan terhadap Sang Pencipta.
Tanggung Jawab Muslim Terhadap Lingkungan
Merujuk jurnal 'Peran Muslim dalam Pelestarian Lingkungan: Ajaran dan Praktik' oleh Syaira Azzahra & Siti Masyithoh (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2024), Islam memberikan dasar teologis dan etis yang kuat melalui tiga prinsip utama terkait tanggung jawab muslim terhadap lingkungan.
1. Khalifah (Kepemimpinan)
Manusia ditunjuk sebagai penjaga bumi (Q.S. Al-Baqarah: 30). Artinya, setiap Muslim memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk mengelola alam secara bijak, tidak merusak, dan menegakkan keseimbangan ekosistem.
2. Mizan (Keseimbangan)
Allah menciptakan alam dalam keseimbangan (Q.S. Ar-Rahman: 7–9). Manusia dilarang melampaui batas dalam pemanfaatan sumber daya agar tidak menimbulkan kerusakan dan ketimpangan ekologis.
3. Amanah (Tanggung Jawab)
Bumi adalah titipan Allah, sehingga manusia wajib menjaga dan memeliharanya untuk generasi mendatang. Amanah ini mencakup kewajiban untuk menggunakan sumber daya secara berkelanjutan dan menghindari kerusakan lingkungan.
Rasulullah sendiri telah mencontohkan cara menjaga lingkungan, melalui nash dan praktik atau contoh langsung. Berikut ini uraiannya.
Implementasi Menjaga Lingkungan dari Rasulullah SAW
Dalam Buku Fikih Energi Terbarukan karya Abdul Moqsith Ghazali dkk, menjaga kelestarian bumi adalah bagian dari tanggung jawab sosial dan spiritual umat Muslim dalam mewujudkan maslahah ‘ammah (kemaslahatan umum). Prinsip ini selaras dengan konsep mizan (keseimbangan), yang menekankan bahwa keseimbangan kosmik adalah tanda kebesaran Allah, dan manusia wajib memeliharanya, bukan merusaknya.
Berikut ini adalah contoh Rasululllah yang bisa menjadi rujukan cara muslim menjaga lingkungan:
1. Larangan Mengeksploitasi dan Memonopoli Sumber Energi
Rasulullah SAW melarang penggunaan sumber daya berlebihan. Larangan perilaku israf ini berlaku untuk sumber daya alam yang tampak berlimpah dan tak terbatas sekalipun. Misalnya air.
Rasulullah pernah menegur penggunaan air secara boros walau berada di sungai yang airnya mengalir. Dalam riwayat, ketika Saad sedang berwudhu, Nabi bertanya: “Kenapa kamu boros memakai air?” Saad bertanya: “Apakah untuk wudhu pun tidak boleh boros?” Beliau menjawab: “Ya tidak boleh boros meskipun kamu berwudhu di sungai yang mengalir.” (HR. Ahmad).
Selain itu, sumber daya alam dianjurkan untuk dikelola secara komunal (bersama), tidak diprivatisasi atau dimonopoli untuk kepentingan satu pihak saja.
Dalam riwayat lain, larangan pemborosan sumber daya air ini juga diriwayatkan Abdullah bin Umar r.a. tentang air dan larangan berlebih dalam wudhu:
'Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah aku tidak boleh mandi di sungai yang airnya mengalir?”Beliau menjawab, “Janganlah kamu berlebihan (israf), meskipun kamu berada di sungai yang mengalir. Dan jika kamu mampu mandi hanya dengan satu mud (sekitar 600 ml air), maka lakukanlah.”
meskipun ada perbedaan redaksi, inti larangan israf pada penggunaan air.
Ulama fikih menegaskan bahwa larangan israf (pemborosan) berlaku umum, termasuk dalam penggunaan sumber daya alam. Imam Nawawi dalam Al-Majmu‘ menyebut penggunaan air yang berlebihan sebagai perbuatan tercela. Prinsip kepemilikan bersama dan pengelolaan komunal diakui dalam konsep wakaf, baitul mal, dan sistem harta bersama dalam Islam.
2. Senantiasa Menjaga Kebersihan Lingkungan
Kebersihan dianggap sebagian dari iman, sehingga menjaga kebersihan lingkungan (rumah, masjid, jalan, tempat umum) termasuk amalan yang mulia.
Rasulullah SAW menganjurkan bahwa “Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih menyukai kebersihan…” Kemudian beliau berkata: “Bersihkanlah lingkungan rumahmu dan janganlah kamu menyerupai orang Yahudi.” (HR. Tirmidzi).
Hal ini senada dengan hadis,
الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيْمَانِ
Artinya: “Kebersihan adalah separuh dari iman.” (HR. Muslim)
Ulama mengartikan taharah tidak hanya kebersihan jasmani tetapi juga kebersihan lingkungan sosial dan alam sekitar. Menjaga kebersihan dari najis atau kotoran termasuk kewajiban bersama terutama di tempat umum agar tidak mengganggu orang lain.
3. Melakukan Penghijauan
Rasulullah mengajarkan untuk menanam pohon atau tumbuhan ketika memungkinkan. Hal ini ditekankan Nabi SAW dalam hadis: “Apabila kiamat tiba terhadap salah seorang di antara kamu dan di tangannya ada benih tumbuhan maka tanamlah.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad).
Hadis tersebut menjadi dasar fiqih ihya’ al-mawat (menghidupkan tanah mati) atau menanam pohon. Penanaman pohon berfungsi mengembalikan fungsi tanah sebagai penyerap air, menjaga kesuburan, dan menjaga ekosistem.
Ulama bahkan memperbolehkan dan menganjurkan penanaman pohon di tanah milik orang lain jika tidak merugikan, sebagai sedekah yang terus mengalir (sedekah jariyah).
Imam Malik dan yang lain menyebut bahwa menanam pohon atau tanaman di lahan kosong adalah kebajikan, dan jika orang lain mengambil buahnya tidak mengapa, asal tidak merusak tanaman.
4. Tidak Melakukan Pencemaran Lingkungan
Rasulullah SAW melarang seseorang kencing di air yang diam (tidak mengalir) jika kemudian air itu digunakan untuk mandi oleh orang lain. Demikian juga larangan buang air (besar/kecil) di tempat yang dapat mencemari atau mengganggu lingkungan, seperti di bawah pohon tempat orang berteduh.
لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي، ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
Artinya: “Janganlah salah seorang di antara kalian buang air di air yang diam (tidak mengalir), kemudian mandi di dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama fikih mengkategorikan pencemaran sebagai fasad (kerusakan) dan termasuk dalam larangan umum merusak bumi (la tifsidu fil ard) berdasarkan ayat Al-Qur’an:
“وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.” (Q.S. Al-A‘raf: 56)
Al-Qurtubi dalam tafsirnya menafsirkan larangan fasad itu mencakup pengrusakan lingkungan dan pencemaran alam. Dalam konteks modern, pembuangan limbah tanpa perlakuan, polusi udara, dan kontaminasi air sebagai bentuk pelanggaran etika Islam terhadap pemaslahatan umum.
5. Tidak Melakukan Penggundulan dan Penebangan Hutan
Hutan sebagai sumber oksigen penting, dan penebangan pohon yang sembarangan mengancam keseimbangan. Dalam konteks ini, Islam melarang perbuatan yang merusak secara besar-besaran dan semena-mena.
Dalam Konsep hima (kawasan lindung), syariat Islam mengatur area yang dilarang ditebang atau dieksploitasi secara bebas.
Dalam hadits tentang hima Madinah, Nabi menyebut bahwa pohon-pohon di area hima (seperti di antara lava di Madinah) tidak boleh dipotong, binatangnya tidak boleh diburu.
“Sesungguhnya Nabi Ibrahim telah menjadikan Mekah sebagai tanah suci, dan sesungguhnya aku menjadikan (kawasan) antara dua lava hitam (di Madinah) sebagai tanah suci. Tidak boleh ditebang pohonnya dan tidak boleh diburu binatangnya.”(HR. Bukhari no. 1867, Muslim no. 1362).
Larangan pengrusakan alam termasuk dari larangan besar dalam Islam. Dalam konteks modern, deforestasi dan kerusakan hutan sebagai pelanggaran hak umum (mazalim) dan menganjurkan kebijakan konservasi.
6. Memanfaatkan Tanah yang Terlantar (Ihya’ al-Mawat)
Tanah yang mati atau terlantar (tidak produktif) harus dikelola agar bermanfaat, misalnya ditanami tanaman atau digunakan untuk kepentingan sosial. Ide ini dikenal sebagai ihya’ al-mawat.
Para ulama berpendapat, membuka tanah mati agar menghasilkan manfaat, selama tidak merugikan orang lain dan sesuai ketentuan syariah (tidak di dalam kawasan larangan, izin pemilik jika bukan milik sendiri).
Imam Malik dan ulama mazhab lain membolehkan memulihkan tanah mati jika ada niat untuk menghasilkan manfaat sosial atau ekonomi. Syaikh Wahbah az-Zuhayli dalam buku Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menyebut bahwa pengembangan tanah terlantar selaras dengan prinsip mashlahat dan pemanfaatan yang adil atas sumber daya alam.
Dalam konteks modern, menghidupkan lahan terlantar bisa berarti reboisasi, pertanian berkelanjutan, permakultur, penggunaan lahan kosong yang ramah lingkungan.
7. Menetapkan Kawasan Konservasi (Hima)
Hima secara etimologis berarti daerah terlarang atau dilindungi. Dalam Islam dikenal Konsep hima, yakni kawasan khusus yang ditetapkan untuk dilindungi (tidak boleh diolah, dibangun, atau dieksploitasi) agar menjadi kawasan konservasi alam terbuka bagi umum.
Rasulullah menganjurkan agar kawasan konservasi dijaga kelestariannya. “Sesungguhnya Ibrahim memaklumkan Mekah sebagai tempat suci, dan sekarang memaklumkan Madinah … pohon-pohonnya tidak boleh dipotong dan binatang-binatangnya tidak boleh diburu.” (HR Muslim).
Ibnu Qudamah dan al-Suyuti menjelaskan hima sebagai instrumen syariah untuk menjaga kawasan konservasi dan hak umum.Dalam konteks modern, hima bisa diartikan sebagai taman nasional, zona lindung, area perlindungan sungai dan hutan kota.
Menjaga alam dalam Islam bukan sekadar tindakan moral, tapi bagian dari ibadah dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi.
People also Ask:
1. Tanggung jawab muslim dalam pelestarian lingkungan hidup?
Menjaga lingkungan adalah bagian dari iman. Sebagai umat Islam, kita harus memandang lingkungan sebagai amanah yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Dalam setiap langkah kita, baik itu menghemat air, menanam pohon, atau mengurangi sampah, mari kita niatkan sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.
2. Bagaimana sebaiknya sikap seorang muslim terhadap lingkungan?
Menjaga Kebersihan (Taharah) Hadis Rasulullah mengajarkan umat Islam untuk menjadi pelopor dalam menjaga kebersihan, mencakup kebersihan tubuh, pakaian, dan lingkungan. (Agustina, 2021) Islam menekankan bahwa kebersihan merupakan bagian dari iman.
3. Apa saja bentuk tanggung jawab kita terhadap lingkungan?
Cara Menjaga dan Memelihara Lingkungan Alam di Sekitar Kita
- Tidak Membuang Sampah di Sungai.
 - Tidak membakar sampah.
 - Menghemat Energi.
 - Menggunakan Produk Daur Ulang.
 - Menanam Pohon.
 - Melarang Perburuan Liar.
 
4. Adakah hadis yang membahas tentang kepedulian lingkungan?
Ya, ada banyak hadis yang membahas tentang kepedulian lingkungan, seperti larangan merusak lingkungan, anjuran menanam pohon dan kebersihan, serta konsep hima (zona konservasi) untuk menjaga alam.
Salah satu hadis yang paling dikenal adalah larangan membuang sampah sembarangan, sedangkan hadis lain menjelaskan bahwa menanam tanaman dan memberi makan hewan termasuk sedekah.

                        3 weeks ago
                                20
                    :strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4830372/original/038035000_1715592365-quran-being-held-hands-close-up.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4262146/original/085381500_1671090332-pexels-alena-darmel-8164382.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5401581/original/012152300_1762216664-ular_oiton.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5401601/original/001087400_1762219862-Mengeluarkan_uang_dari_dompet.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5313792/original/040263100_1755055409-images__58_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3343034/original/050137400_1610018331-asian-muslim-woman-praying_8595-14770.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1316154/original/029416400_1471011949-IMG_20160812_080042.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4939593/original/027085900_1725806729-Imam_an-Nawawi.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3433076/original/095580500_1618813744-close-up-islamic-new-year-with-quran-book_23-2148611710__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5401335/original/050061800_1762163848-Sholawat.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4588921/original/076033400_1695712009-muhammad-7571024_1280.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5003571/original/099304000_1731479241-jin-adalah.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2593228/original/008517700_1546693457-20180105-Cicak.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3119457/original/075717600_1588607022-shutterstock_650518888.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5400640/original/079783300_1762143236-ilustrasi_tangan_berdoa.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5095573/original/012538800_1736934827-pexels-helloaesthe-15707485.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5393639/original/014086000_1761564726-76bfeb1a-9ad5-49ad-bbf0-2bbfba586a46.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3098127/original/085622900_1586415856-photo-of-a-person-kneeling-in-front-of-book-2608353__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5165346/original/086610700_1742183992-cd9e6f09dddc797bbc48fde0b17ab2f2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5395424/original/066921600_1761708920-doa_nurbuat.jpg)





























